Keterbatasan Korban Tindak Pidana dalam Mengajukan Upaya Hukum
Bagikan:
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hanya terdakwa dan penuntut umum yang diperbolehkan mengajukan upaya hukum seperti banding dan kasasi, sesuai dengan Pasal 67 dan Pasal 245 KUHAP. Hal ini menyebabkan korban tindak pidana tidak memiliki akses langsung untuk menggugat putusan hakim, meskipun mereka sering merasa bahwa putusan tersebut terlalu ringan bagi terdakwa.
Meskipun kepentingan hukum korban diwakili oleh penuntut umum, situasi ini menciptakan ketidakpuasan. Jika penuntut umum tidak mengajukan upaya hukum, korban harus menerima putusan yang dianggapnya tidak adil, tanpa adanya landasan hukum yang membolehkan mereka untuk bertindak secara mandiri.
Kekosongan hukum ini berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana untuk melakukan praktik suap kepada penuntut umum atau hakim, dengan harapan agar putusan dapat disesuaikan dengan tuntutan, sehingga penuntut umum tidak mengajukan banding.
Oleh karena itu, diharapkan lembaga legislatif, dalam hal ini DPR RI, dapat merancang perubahan KUHAP yang memungkinkan korban tindak pidana untuk mengajukan upaya hukum secara langsung. Selain itu, praktisi hukum dan akademisi diharapkan dapat mengajukan uji materi terhadap Pasal 67 dan Pasal 245 KUHAP, yang dianggap inkonstitusional dibandingkan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
Bagikan: