Ketika Pelita Satu – satunya Redup

Bumi Panrita Kitta sebuah sebutan daerah yang terletak di Provinsi Sulawesi-Selatan tepatnya di Kabupaten Sinjai, kaya akan cerita sejarah dan kemajuan teknologi serta pelbagai penghargaan yang diraihnya saat ini.

Jauh sebelum kota ini merasakan namnaya kemajuan teknologi, Aryatama biasa si sapa arya salahsatu Mahasiswa Perguruan tinggi Muhammadiyah yang ada disinjai kini mengakui kemajuan yang betul dirasakannya, ia masih mengingat kejadian yang dialaminya sejak berusia 11 tahun.

Kala itu duduk di bangku kelas lima sekolah dasar tepatnya SD Neg 84. Mangarobombang Sinjai, arya tiga bersaudara memiliki dua adik kembar tapi memiliki wajah dengan paras yang berbeda, namanya Rini dan Rani satu sekolah dengan arya hanya saja mereka masih duduk di bangku sekolah dasar kelas tiga.

“Aryaa… Aryaa.. Aryaa.. woe Otonni tette siagani eddi..? laoni cemme gatti matu denasi mu upacara sekolah.! ” (aryaa.. Aryaa.. aryaa.. hei bangunn ini sudah jam berapa.? Nanti kamu tidak ikut upacara sekolah !) teriak ibu arya dengan sedikit keras menggunakan bahasa bugis sinjai untuk memangunkan arya.

“Iya bu.. aku sudah bangun nih” sembari arya bangun sambil mengucek matanya yang masih karuan.

Karena sudah kesiangan arya bergegas turun dari rumah kayunya untuk segera mandi ke sumur yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Ember kecil yang iya tenteng berisi dengan alat mandi seperti sabun mandi, pasta gigi dan handuk yang wajib iya bawa saat mandi. Sesampainya kembali di rumah, arya begegas memakai seragamnya yang rapih dan wangi.

“Bu… seragam sekolah arya di simpan dimana..”? ujar arya yang sudah khawatir akan dirinya terlambat untuk ikut upacara hari senin.

“Ibu simpan di lemari paling atas tempat biasa menyimpan pakaian,

tadi malam ibu mau bilang kalau pakaian mu sudah ibu setrika dengan setrika arang yang tidak kalah dengan setrika listrik lainnya dan sedikit pewangi pakaian tapi kamu sudah keburu tidur, jadi ibu tidak tega membangunkanmu”.

- Iklan -

Ohh iya… Makasihh ya bu.. ! sahut arya segera mengenakan pakaiannya

“Jangan lupa sarapan pagi yaa…! ibu sudah siapkan dimeja makan nasi goreng kesukaan mu ”

“Iyee bu..( jawab arya dengan bahasa yang santun) ”

Karena ini musimnya panen padi. Ayah dan Ibu arya harus bangun pagi di banding hari-hari sebelumnya. jika ia bangun di hari biasanya rutinitasnya hanya

mempersiapkan sarapan pagi anaknya, sekarang harus pandai membagi waktunya juga untuk ke sawah memanen padi. Kedua orang tua arya hanya bekerja sebagai petani, Sawah yang dikelolanya tidak begitu luas, hasil panennya hanya beberapa gabah saja jika di bagi dengan keluarga dekatnya tidak cukup untuk persediaan selama satu tahun. Jalan satu satunya yang harus di pilih iyalah menjadi buruh tani.

Matahari mulai beranjak tinggi memancarkan cahayanya di pelosok Bumi Panrita Kitta (Kota Sinjai) seakan menebarkan cahaya kehidupan yang damai dan tentram, sedang arya masih di perjalanan menuju sekolahnya yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk sampai, karena arya merasa dirinya terlambat jika mengikuti jalarn raya, ia memilih jalan pintas dengan lewat sawah yang lebih dekat disbanding lewat jalan raya, dugaannya betul tiba di sekolah dengan waktu yang sedikit terlambat.

peserta upacara sudah mulai berkumpul di lapangan, masing- masing ketua kelas menyiapkan barisannya, arya sedikit beruntung karena pintu gerbang yang di jaga oleh satpam sekolah sesaat setelah di lauluinya langsung di tutup dengan rapat.

“Upacara hari senin tanggal 07 maret tahun 2011 segera di mulai…!” Ucap protokol upacara menandakan bahwa upacara akan segera dimulai.

Tak mau ketinggalan karena arya yang memiliki postur yang lebih pendek dibanding teman sebayanya mau tidak mau harus mengambil barisan paling depan supaya terlihat.

Prosesi upacara berjalan lancar seperti biasanya, beberapa peserta upacara tumbang karena panasnya terik matahari, adapun yang pingsan karena belum sarapan pagi.

“Syukur Alhamdulillah..ibuku tadi pagi ibuku menyiapkan nasi goreng kesukaan ku jadi semangatku mengikuti upacara lebih tinggi” Gumam arya dalam hatinya sambil mengusap keringat yang menetes di mukanya.

“karena ini bulan di mana kelas enamnya akan menghadapi ujian nasional maka kami harap anak-anaku sekalian mengurangi waktu bermainnya dan lebih memfokuskan dirinya dirumah masing-masing saja. Sambutan kepala sekolah dalam memberikan arahan untuk murid kelas enam yang sebentar lagi menghadapi ujian nasional ”

tidak hanya untuk yang menghadapi ujian nasional namun seluruh murid yang ada terkhusus arya yang masih di bangku kelas lima sekolah dasar.

“Pembina upacara, meninggalkan lapangan upacara…!” Seru protokol bahwa upacara akan segera berakhir.

“Peserta upacara di bubarkan”, ada yang lari ke kantin untuk membeli air minum untuk melepaskan dahaganya ada pula yang bergegas ke kelasnya masing-masing untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan. Arya yang berasal dari kelurga sederhana hanya membawa uang jajan sebesar seribu rupiah niatnya untuk jajan kalau ia haus

sepulang sekolah. Sesekali ia menyisipkannya uang jajannya dalam tabungannya. Ia sadar dari kelurga tidak berada maka ibunya tiap hari menyipakan nasi goreng sebelum berangkat tak lupa ibunya sisipkan sebotol air minum jika ia haus, begitu pula dengan adiknya yang kembar Rini dan Rani yang masih berpikir polos, arya sebagai anak tertua dan beda dua tahun dari adiknya sudah memiliki pikiran dewasa dan tahu akan kebutuhannya, sesekali uang jajannya di alihkan untuk kedua adiknya.

Arya begitu semangat dalam mengikuti pelajaran hampir semua yang di sampaikan oleh gurunya ia cermati tak lupa di catat dalam buku catatannya. Salah satu mata pelajaran yang di ikutinya saat itu mata pelajaran Bahasa Daerah ( mata pelajaran dengan bahasa bugis yang wajib di dapat ketika masih sekolah dasar) salah satu mata pelajaran yang di gemari arya, mengapa tidak bahasa sehari-harinya saja dirumah bahasa daerah kecintaanya dengan bahasanya iya memegang teguh petuah yang pernah dibacanya bahakn di jadikan pesan dalam kehidupannya yang berbunyi :

“Lele bulu tellele abiasang

Lele mua abiasange abiasang tofa palelei”

Berarti : “Gunung bisa pindah tempat tapi kebiasaan tidak, kebiasaan bisa berubah hanya dengan kebiasaan pula, jika orang terbiasa malas maka akan susah untuk merubahnya.” kebiasaan orang sejak kecil akan terbawa-bawa ketika sudah beranjak dewasa

Ibu arya selalu menanamkan nilai dan norma etika yang baik terhadap anak-anaknya supaya kelak memiliki budi pekerti dan sopan santun dalam beretika.

Gemuruh adzan zuhur mulai terdengar, tidak lama lagi murid sekolah dasar akan pulang.

“Pulang sekolah kamu mau lewat jalur mana ya ryaa…!” Sapa Ikki tidak lain sepupu arya yang satu kelas dengannya.

“ menurut aku kita lewat jalan raya aja yah sebab panas begini kalau lewat jalan pintas kita tidak bisa berteduh karna yang di lalaui sawah lapang beda hal nya dengan lewat jalan raya kita bisa bernaun dengan rimbunnya pohon magga dan beberapa pohon lainnya” sahut arya sambil memasukkan bukunya kedalam tas.

“ Baiklah aku mengikut saja mana yang menurut kamu baik arya..” “Oke ki..” balas arya.

Arya dan Ikki sudah terbiasa kesekolah dengan jalan kaki begitu dengan pulang, semenjak sepeda ontel milik ayah arya rusak dan tidak bisa di pakai lagi ia memilih jalan kaki bersama teman-temannya, kalau ia beruntung sesekali ada pengendara motor berbelas kasihan memberikan tebengannya kalau lagi kosong.

Jalan yang penuh kerikil dan lubang dengan luas hampir setara dengan kubangan kerbau akibat tragedi banjir bandang tahun 2006 lalu yang memprok-porandakan seluruh akses jalan di sinjai termasuk jalan yang hampir tiap hari dilalui arya ketika kesekolah.

Sesampai dirumah ia melepas seargamnya dan tak langsung pergi ke dapur untuk mengambil nasi. Karna ia bisa sekolah dari ternak sapi yang di pelihara ayahnya kemudian di jual kepada pedangang.

Ia harus memberikan minum sapinya sebab ayahnya yang tiap hari memberikan pakan dan minum kini harus berbagi pekerjaan dengan arya, karena ayah dan ibunya tidak pulang kerumah di kala siang hari. sawah yang di tempati untuk memanen padi lumayan jauh jadi hanya membawa bekal secukupnya untuk makan siangnya.

Ember tempat bekas cat ia isi air dengan secukupnya agar ia bisa angkat untuk beri minum sapi. Selepes itu barulah ia kembali kerumah untuk membuka lemari makanannya karna perutnya sudah tidak kuat lagi menahan laparnya, di benaknya makanan yang tersedia adalah ikan bandeng kuah dengan tumis bawang, salah satu makanan favoritnya yang sering di sediakan ibunya dikala pulang dari sekolah, karna ibunya ke sawah dan tidak sempat membuatnya yang ada hanya garam dan minyak kelapa saja yang tersedia di atas meja makan.

Arya adalah orang yang sabar dan tidak banyak bicara apa yang ada di depannya ia sudah bersyukur, bagi orang lain makan dengan garam dicampur minyak kelapa adalah makanan yang sering di konsumsi masyarakat Indonesia pada masa penjajahan jepang tapi baginya suatu kesyukuran karena hidup di zaman ini kita sudah terbelenggu dari masa penjajahan.

Sore yang asri nan ramai suara-suara mesin penggiling padi silih berganti berbunyi, kuda-kuda berlalu lalang membawa padi hasil gilingan padi, aroma ilalang terus merambat terbawa oleh angina darat. Waktu beranjak petang ibu dan ayah arya pulang dari sawah dengan pakaian yang lusuh dilengkapi dengan caping yang terbuat dari daun aren.

Emma.. mahennni kale lisu lo ( ibu, kok pulangnya petang) teriak arya pada ibunya yang sedang membersihkan badannya di gentong kecil berisi air”

Iya afa mabela lalengge, elo toi di pappura assakunge magatti (ibu pulangnya malam karena rutenya agak jauh lagi pula pekerjaan ini mau ibu selesaikan secepatnya) ” Balas ibu Arya sambil bergegas kerumhanya

“Oow iya ibu ..” pinta arya dengan rasa gembira melihat ibunya pulang “sudah sana nyalakan pelitanya ini sudah magrib lo”

karena arya tidak memiliki biaya untuk memasang listrik dirumahnya ia masih menggunakan pelita dari minyak tanah untuk menerangi isi rumahnya, sebenarnya ia pernah menyambung listrik dengan tetangganya tapi karena merasa tidak enak sehingga ia lebih memilih untuk memakai pelita saja.

“ Siap ibu..! arya sudah tanya Rini sama Rani duluan untuk menyalakan pelitanya ” Malam hadir dengan susana yang tenang di dalam rumah. Arya bersama adiknya mulai memeriksa tugas yang di berikan oleh gurunya untuk diselesaikan malam itu juga.

Karna sudah terbiasa belajar di malam hari dengan lampu penerangan dari pelita itu sama sekali tidak mengganggu semangatnya dalam membaca walaupu sesekali alis dan rambutnya jadi korban ketika berhadapan dengan pelita itu. Sebelum mereka mengakhiri malamnya dengan tidur bersama sesekali arya, ibu, ayah, dan kedua adiknya bersua bersama di ruang keluarga yang tidak begitu sempit.

“ Nak belajarlah yang rajin, kejarlah mimpimu kelak mjadi orang yang sukses , jangan seperti ayah ibumu yang hanya bekerja sebagai buruh tani tanpa ada tanggungan di hari tua. Pesan ayah arya untuk menyemangati adik-adiknya supaya rajin belajar dan menjadi orang sukses ”

“ Iyee saya janji akan jadi orang yang sukses dan membahagiakan ibu dan ayah. Sahut arya dengan sedikit terharu mendengar pesan kedua orang tuanya ” mereka tak bisa lama-lama untuk menghabiskan malamnya dengan berbagi cerita, sebab pelita yang ia isi dengan minyak tanah harus ia gunakan dengan irit dan sesuai kebutuhannya saja, harga minyak tanah kala itu 5000rupiah/liter sudah sangat mahal bagi keluarga arya untuk membelinya jadi hanya menggunakan minyak tanah seperlunya saja.

Malam itu tiba-tiba ibu arya terbangun dari tidurnya ia merasa kelelahan dan tak sanggup menahan sakitnya, karna ayah arya tidak mau terjadi apa apa dengan ibunya iya segera menghubungi ambulance terdekat untuk membawa ibunya ke rumah sakit. Arya bersama adiknya tertidur pulas dalam rumah sehingga iya tidak diberi tahu hal itu. “Nak ibumu semalam masuk rumah sakit, kami tidak sempat membangunkan

mu karna kau tertidur pulas, ucap nenek arya saat melihat arya sudah terbangun dari tdrnya ”

“sekarang keadaan ibu bagaimana nek, apakah baik-baik saja ? balas arya dengan wajah sedikit murung”

“Ibumu sudah ditangani oleh dokter nak jadi gak usah khwatir” “Alhamdulillah nek kalau begitu”

Pagi itu tiba-tiba ayah arya pulang dengan wajah yang putus asa serta air mata yang terus berlinang.

“ Nak kamu yang sabar, ayah tadi dapat kabar dari dokter bahwa tadi pagi ibumu telah menghembuskan nafas terakhirnya” ungkap ayah arya.

Sontak tiba-tiba seluruh isi rumah dalam keadaan histeris dimana arya tak kuasa menahan air matanya mendengar kabar kepulangan ibunya, arya tak tau harus bagaimana lagi karena satu satunya orang yang selalu memberinnya semangat dan menerangi hari-harinya dalam kehidupan nya padam dalam usia yang dini. Hanya ada satu jalan agar arya tak menjadi anak yang putus asa di usia dini yaitu semangat optimisme dan terus berdoa kepada yang kuasa.

Habis terang terang terbitlah gelap, badai pasti berlalu begitupun dengan roda terus berputar kadang di atas kadang di bawah seperti itulah kehidupan.

Penulis : Awaluddin

 

 

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU