Artikel ini akan membahas tentang bagaimana hukum seseorang yang puasa namun ia tidak melaksanakan sholat. Bahasan dikemas dalam bentuk khutbah jumat Ramadhan sehingga dapat disampaikan kepada Jemaah sholat jumat.
Mengingat, ibadah sholat jumat merupakan waktu dimana syiar keislaman dapat berkumandang lantang dari sebuah mimbar. Nah, berikut ini adalah contoh khutbah dengan tema seorang yang berpuasa namun ia tidak sholat 5 waktu.
Contoh Khutbah Jumat Ramadhan, Berpuasa Namun Tidak Sholat 5 Waktu
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah bagain dari rukun Islam. sehingga umat islam wajib mengerjakanya, apabila umat islam sudah berikrar mengucapkan syahatain (Dua Kalimat syahadat) secara otomatis gerbang islam terbuka didalamnya terdapat shalat, puasa, zakat, dan Haji. Kelima pilar ini adalah pondasi yang kuat bagi umat islam.
Ibadah puasa adalah pilar yang menjadi tegaknya keislaman seseorang muslim sama halnya dengan ibadah shalat 5 (lima) waktu. Kedua ibadah ini adalah pondasi yang menjadi kuat jika dikerjakan, dan keduanya hukumnya wajib.
Khotib akan mengangkat fenomena yang terjadi masyarakat kita, ada yang berpuasa tapi tidak shalat, padehal keduanya sama-sama ibadah wajib yang harus dikerjakan, apabila melanggar/meninggalkan (at-tarku) maka akan ada konsekwensinya.
Jamaah Sholat Juma’at Rahimakumullah. Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan, bahwa bentuk at-tarku/meninggalkan itu ada 2 (dua ) : Pertama, meninggalkan secara keseluruhan, tidak pernah shalat sama sekali. Bentuk ‘meninggalkan’ jenis ini dihukumi pada kesia-siaan seluruh amalannya.
Kedua, meninggalkan pada bagian atau waktu tertentu saja; tidak shalat pada hari-hari tertentu saja. Bentuk ‘meninggalkan’ jenis ini dihukumi pada kesia-siaan amal hanya pada hari itu saja.
Kesia-siaan amal adalah konsekwensi dari meninggalkan shalat keseluruhan, kesia-siaan tertentu adalah hukuman dari meninggalkan shalat pada waktu tertentu saja. (Ash-Shalat, 65)
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang status puasanya orang yang meninggalkan shalat. Beliau menjawab,
تَارِكُ الصَّلَاةِ صَوْمُهُ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ وَلَا مَقْبُوْلٍ مِنْهُ؛ لِأَنَّ تَارِكَ الصَّلَاةِ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ
Orang yang meninggalkan shalat puasanya tidak sah dan tidak diterima. Sebab orang yang meninggalkan shalat statusnya adalah kafir murtad. (Fatawa ash-Shiyam, 87)
Pernyataan beliau ini didasarkan pada firman Allah ‘Azza wa Jalla,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11)
Kemudian didasarkan pula pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ
“Pemisah antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah ditinggalkannya shalat.” (HR. Muslim, 82)
Beliau juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2621, dishahihkan oleh al-Albani)