Khutbah Jumat Edisi 9 September 2022, Tema : Tawakal dan Takdir yang Dijalani Manusia

Khutbah Jumat Edisi 9 September 2022, Tema : Tawakal dan Takdir yang Dijalani Manusia, Ilmu tentang tawakkal dan takdir harus disampaikan kepada setiap insan di dunia ini agar memahami bahwa memiliki sifat tawakkal dari takdir yang dijalani adalah keberkahan..

Dilansir dari laman JatimNetwork.com dari laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo. Simaklah berikut ini khutbah jumat edisi terbaru Khutbah Jumat Edisi 9 September 2022, Tema : Tawakal dan Takdir yang Dijalani Manusia.

Khutbah Jumat Tema Tawakal dan Takdir yang Dijalani Manusia

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداًداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.
أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ: اَلَيْسَ اللّٰهُ بِكَافٍ عَبْدَهٗۗ وَيُخَوِّفُوْنَكَ بِالَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهٖۗ وَمَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ هَادٍۚ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada kesempatan yang mulia di siang hari ini, khatib berpesan khususnya kepada diri khatib sendiri dan kepada Hadirin Sidang Jumat pada umumnya, untuk selalu memaksimalkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Takwa dalam arti menjauhi segala hal yang dilarang syariat dan menunaikan apa-apa yang diperintahkan. Karena dengan begitu kita telah berusaha menjadi hamba yang benar-benar menghamba.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Sebagai orang yang beriman, tentu kita meyakini bahwa semua yang terjadi atas diri kita, berupa rejeki, umur, kesehatan, musibah dan segala hal tentang alur kehidupan lainnya, bermuara atas kehendak dan ketetapan dari Allah Swt. Sejak dini kita sudah ditanamkan pemahaman demikian, dan itu menjadi pondasi keimanan kita. Semakin kuat bobot keimanan seseorang, keyakinannya akan hal demikian juga semakin kukuh.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Selasa, 29 Oktober 2024: Penggantian (Substitusi)

Baca Juga: Khutbah Jumat Singkat Edisi 2 September 2022, Tentang Keimanan Menciptakan Masyarakat yang Berwibawa

Mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjaga kesehatan, menghindarkan diri dari hal yang membahayakan dan rangkaian ikhtiar lainnya, selain merupakan sifat manusiawi, siapapun akan melakukannya, yang demikian itu juga merupakan perintah.

- Iklan -

Namun juga jangan lupa, dalam berikhtiar dan berupaya, kita sandarkan hasil akhir dan keputusannya kepada Allah, seperti itulah yang dinamakan tawakkal. Mempercayakan sepenuhnya dalam segala hal, baik itu urusan duniawi maupun ukhrawi, kepada Allah Swt. dengan tetap berusaha sampai batas kemampuan.

Hadirin rahimakumullah

Orang yang tawakkal dan selalu menggantungkan segala urusannya kepada Allah itu diibaratkan hubungan anak kecil dengan ibunya. Bagi anak, ibu adalah satu-satunya yang ia kenal sekaligus menjadi penenangnya. Ia akan mencari sosok ibunya kala jauh. Anak akan mempercayakan segala urusannya kepada ibu. Mulai makan, minum dan membersihkan tubuhnya, karena dia tidak tahu dan merasa tidak mampu untuk melakukan itu semua. Ia hanya bisa menangis atas keinginan dan apa yang dirasakannya.

Begitupun selayaknya bagi seorang hamba, urusan rejeki, umur, jodoh dan segala hal yang sudah di luar kemampuan, hendaknya kita rengekkan kepada Allah. Karena hanya Dia yang bisa memenuhi semua itu dan Dia yang tahu bagaimana sebaiknya. Firman-Nya dalam sebuah hadis qudsi :

قال النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – : يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah berkata: “Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku” (HR Muslim)

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah

Usaha keras, berdoa, berobat saat sakit, meminta tolong kepada orang lain dalam menggapai sebab-sebab yang dapat mengantarkan seseorang untuk menggapai keinginannya, semua itu tidaklah membatalkan pengertian dari tawakkal itu sendiri. Bahkan yang demikian termasuk dalam rangkaian tawakkal.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Sabtu, 19 Oktober 2024: Rahasia Pelayanan yang Tidak Diindahkan

Baca Juga: Khutbah Jumat tentang Waktu dan Waktu Luang, Urgensi Memanfaatkannya

Jadi tawakal itu berpaling dari satu takdir ke takdir yang lain. Semisal seorang yang tengah sakit, dengan dia berobat, dia berpindah ke takdirnya yang lain. Dari takdir yang berupa sakit, ingin kesembuhan yang menjadi takdir berikutnya. Begitupun dengan berdoa dari mara bahaya dan meminta kebaikan.

Sebab Allah menciptakan banyak takdir untuk hamba-Nya. Dan masing-masing takdir dibarengi dengan sebab-sebab yang dapat dilakukan seorang hamba sebagai jalan dan cara untuk mencapainya.

Sehingga segala usaha yang dilakukan manusia dalam mencapai takdirnya adalah ketaatan kepada Allah dari sisi lahiriah. Sedangkan tawakkal, dengan mempercayakan sepenuhnya atas segala urusan kepada Allah merupakan amaliyah hati.

Dalam Surat At-Talaq Ayat 3 Allah berfirman :

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Artinya : “Dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”

Ketika seseorang sudah memiliki sifat tawakkal yang teguh, dia akan merasa tenang atas semua hal yang dihadapi, tidak ada rasa gelisah dan khawatir. Sebab ia sudah yakin dan memasrahkan segalanya kepada Allah. Jika sudah demikian, seorang hamba tidaklah mungkin akan melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya demi menggapai keinginan dan ambisinya, atau karena putus asa dari kenyataan hidup dan musibah yang dia hadapi. Sebagai pengingat Nabi Saw. bersabda :

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU