FAJARPENDIDIKAN.co.id – Gunung Bawakaraeng tidak seasing dulu lagi. Sebuah anugerah Tuhan yang indah ini, hampir tak pernah sepi oleh kunjungan para pendaki maupun para pecinta alam. Gunung Bawakaraeng memiliki ketinggian 2830 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan merupakan salah satu puncak tertinggi yang berada di Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Gowa. Nama gunung Bawakaraeng berasal dari bahasa Bugis-Makassar. Bawa yang berarti mulut dan Karaeng berarti raja atau Tuhan. Sehingga secara keseluruhan berarti mulut Tuhan.
Pada Sabtu, 21 Juni 2014, tim Jelajah Nusantara FAJAR PENDIDIKAN menjalankan misi mengibarkan bendera merah putih dan FAJAR PENDIDIKAN di puncak Bawakaraeng. Tim beranggotakan 7 orang.
Pesona alam gunung Bawakaraeng memancarkan keelokan hutan tropis yang sangat menakjubkan. Gunung ini diselimuti pepohonan hijau dengan tebaran bunga gunung beraroma khas. Terdapat 10 pos untuk mendaki gunung Bawakaraeng sampai ke puncak.
Perjalanan tim Jelajah Nusantara FAJAR PENDIDIKAN dimulai dari kaki gunung, tepatnya di desa Lembanna. Medan yang dilewati berupa perkebunan warga, selanjutnya mulai masuk hutan pinus dan untuk mencapai pos 1 dibutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 40 menit.
Perjalanan dilanjutkan ke pos 2. Jalur ini tidak terlalu terjal dan dapat ditempuh kurang lebih 1 jam. Di pos 2 ini berupa daratan yang dikelilingi oleh semak-semak dan batu-batu sedang. Menuju pos 3, perjalanan cukup rumit karena terdapat banyak semak-semak yang merambat masuk ke dalam jalur.
Selanjutnya tim berjalan menuju pos 4 dan 5. Jalur ini ditumbuhi pohon-pohon besar beragam jenis dan beberapa batang pohon rebah dan menutupi jalur. Tiba di pos 5 yang terdapat dataran luas yang ditumbuhi rumput ilalang, para pendaki dapat beristirahat di pos ini karena terdapat pula sumber mata air.
Selanjutnya dari pos 5 menuju pos 6, mulai mendaki sepanjang perjalanan. Banyak pohon yang tumbang akibat kebakaran dan badai. Batu-batu berukuran besar juga berserakan di sepanjang jalur naik menuju pos 6.
Suasana sangat berbeda kami temukan ketika melalui jalur menuju pos 7. Jika di pos 6 tadi gersang dan banyak pohon tumbang, jalur ini justru sangat subur. Jalan menuju pos 7 ini sangat terjal dan cukup melelahkan. Namun segala kelelahan terbayarkan ketika para pendaki mencapai pos 7 dengan melihat pemandangan yang sangat indah.
Batu besar merupakan penanda di pos 7 ini. Pendaki dapat duduk beristirahat sekaligus menikmati keindahan alam. Lanjut perjalanan, kali ini kami melalui jalur penurunan menuju pos 8.
Jalur menuju ke pos 8 adalah jalur terberat menuju puncak. Beberapa kali kaki saya tergelincir masuk ke jurang sebelah kiri akibat penerangan (senter) yang tidak berfungsi dengan baik. Kami melintas di pos 8 saat hari sudah gelap, sekitar pukul 19.00 – 21.00 Wita.
Rencana awal yang kami sepakati akan mendirikan tenda di pos 10, terpaksa kami ubah. Jalur menuju ke pos 8 yang medannya sangat berat, membuat seluruh anggota tim kelelahan dan tidak bisa lagi melanjutkan pendakian. Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda di pos 8, lalu beristirahat dan melanjutkan pendakian esok hari.
Minggu pagi, 22 Juni 2014, tim Jelajah Nusantara FAJAR PENDIDIKAN melanjutkan pendakian dari pos 8 ke pos 9 yang mulai menanjak melewati hutan basah dan lebat. Hanya 5 anggota tim yang memutuskan melanjutkan pendakian menuju puncak. Dua anggota masih kelelahan dan memilih untuk beristirahat mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang.
Dan akhirnya, Minggu, 22 Juni 2014, pukul 09:24 Wita, tim Jelajah Nusantara FAJAR PENDIDIKAN berhasil mengibarkan bendera merah putih dan FAJAR PENDIDIKAN, setelah melalui pos 9 dan pos 10 yang sekaligus puncak triangulasi Gunung Bawakaraeng.
Jalan menuju puncak ini sangat terjal dan berbatu sehingga kami harus barhati-hati. Namun, semua terbayarkan ketika tim tiba di puncak dan melihat pemandangan indah di sekitar kami. Satu yang pasti, alam adalah tempat di mana kita lebih dekat dengan sang pencipta.
Haji Bawakaraeng
Pernah mendengar cerita haji Bawakaraeng? Salah satu hal menarik dari Gunung Bawakaraeng adalah adanya kelompok tertentu yang melaksanakan ibada haji di puncak gunung ini. Mereka melakukan ritual ini bersamaan dengan waktu pelaksanaan ibadah haji di Mekah.
Mereka memercayai bahwa berhaji di Gunung Bawakaraeng bernilai sama dengan berhaji di Mekah. Mereka pun melaksanakan ritual pada sebuah tempat di puncak Gunung Bawakaraeng.
Kelompok tersebut tidak hanya berasal dari daerah sekitar, bahkan dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Hebatnya lagi, mereka melakukan pendakian dengan minim peralatan menaklukkan tebing terjal untuk mencapai puncak.
Oleh: Sriyanto/Tim Jelajah Nusantara FAJAR PENDIDIKAN