“Dik Kinan…!” Bagas tidak mampu melanjutkan dan kembali menangis tiada henti, dia merasa berdosa. Kemudian memeluk erat-erat istrinya, Kinanti.
Tiara ikut pula dalam suasana mengharukan itu saling menangis dan Bagas menyesali perbuatannya. Namun sesal tiada berguna, telah terlambat. Tuhan telah menghukum Bagas dengan kisah yang begitu memilukan.
“Pertama, saya titipkan Tiara, Mas. Jangan disia-siakan. Kedua kalinya bila Mas Bagas bila suka wanita pilih yang baik hatinya dan tulus ikhlas mau membesarkan Tiara. Ketiga, aku punya simpanan tabungan di Bank.
Rencana untuk tabungan haji kita, Mas. Bila telah sampai waktuku Tuhan ambil, tolong berhajilah dan niatkan buat saya juga, Mas!”
“Kinan.. Dik Kinanti aku dosa….., Dik. Ampuni aku. Aku khilaf… “. Suara Bagas putus-parau tersumbat isak tangis tiada henti.
“Terakhir, aku mohon. Mas Bagas mau menunggu aku hingga tiada nanti. Mungkin hanya beberapa hari, atau beberapa saat lagi. Aku kepenging bersandar di dadamu, Mas. Aku tetap mencintaimu sekalipun aku tiada nanti, Mas”..
Bagas tidak bisa berkata-kata bahkan untuk menjawab sekalipun. Mulutnya tersumbat. Bibirnya mengatup erat bergetar. Mata tiada berhenti menangis tiada henti. Intan masih mendekap Ibunya menangis sejadi-jadinya.
Dokter dan beberapa perawat ikut terharu mengetahui peristiwa itu. hanyut dan ikut mengucurkan air mata. Bagas begitu kecewa dengan tindakannya kemarin yang selalu menyia-nyiakan Kinanti. Dia Iba kepada Tiara.
Ia janji akan membesarkan Tiara dan tidak akan pernah mengambil ibu baru buat Tiara. Ini untuk menebus semua dosa-dosanya. Bagas belum juga bisa menerima kenyataan ini. Kesetiaan Kinanti begitu sempurna.
Penulis : Bambang Susila Jr