Sebuah pelajaran yang patut dicontoh adalah kisah Nabi Ibrahim bersama istrinya, Sarah.
Impiannya untuk memiliki anak, setelah sekian lama, akhirnya terwujud. Padahal ada tiga hal yang menjadi penghalang ketika itu.
Sarah sudah sangat tua. Ibrahim juga sudah tua. Sedangkan Sarah juga wanita yang mandul. Ada ulama berpendapat ketika anaknya Ishaq lahir, Sarah berumur 90an tahun, dan Ibrahim berumur 100an tahun.
Di usianya yang sudah sangat tua itu, Allah Taala memberi kemudahan memiliki anak. Yaitu Ishaq yang akhirnya juga menjadi seorang Nabi.
Kisah Nabi Ibrahim bersama istrinya Sarah, tertuang dalam dua surat di dalam Al-Quran. Kisahnya, Allah menceritakan, mereka kedatangan tamu (para malaikat). Ibrahim dan istrinya menjamunya dengan sangat baik. Malaikat tersebut, membawa kabar kepada Ibrahim dan istrinya Sarah atas kelahiran Ishaq.
Disuguhi makanan, malaikat itu tidak mau makan. Ibrahim lalu merasa takut. Malaikat itu berkata, “Janganlah kamu takut.” Lalu mereka memberi kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang alim bernama Ishaq.
Kemudian Sarah memekik, lalu menepuk mukanya sendiri dan berkata, “Aku adalah perempuan tua yang mandul”. Malaikat itu pun menimpali.
“Demikianlah Tuhanmu memfirmankan, sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Megetahui” (QS. Adz.Dzariyaat : 24 -30).
Allah Taala juga menceritakan dalam surah Huud, “Dan istrinya (Sarah) berdiri dibalik tirai, lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishaq dan dari Ishaq, akan lahir putranya, Yaqub.”
Sarah berkata, “Sesungguhnya mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan ini suamiku dalam keadaan yang sudah tua pula. Sesungguhnya benar-benar suatu yang sangat aneh” (QS. Huud :71 – 72).
Impian Sarah dan Ibrahim memiliki anak, baru terwujud setelah mereka berada di usia yang sangat tua. Ketika menyebutkan kisah ini, Allah Taala pun mengatakan di akhir kisah bahwa Allah itu Al Alim (Maha Mengilmui) dan Al Hakim (Maha Bijaksana).
Artinya, memiliki ilmu yang sempurna. Sedangkan Allah itu Al Hakim, menunjuklan bahwa Allah memiliki kehendak, keadilan, rahmat Ihsan, dan kebaikan yang sempurna.
Di samping itu, Allah Taala betul-betul menempatkan sesuatu pada tempatnya. Inilah pelajaran di balik nama Allah Al Alim dan Al Hakim. Suatu yang mustahil dapat terjadi, jika Allah menghendaki. Suatu impian yang sulit terwujud dapat dicapai dengan kekuatan Allah.
Allah Taala berfirman, “Dan Allah berkuasa terhadap urusanNya” (QS. Yusuf :21). Maha Mulia Allah Taala dengan sifat-sifatnya yang maha sempurna.
Tercatat di Lauhul Mahfuzh
Pahamilah takdir Ilahi. Ketahuilah setiap yang terjadi di muka bumi ini, sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh, sejah 50.000 tahun yang lalu. Sebelum penciptaan langit dan bumi.
Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun. Sebelum penciptaan langit dan bumi” (HR. Muslim no. 2653, dan Abdullah bin Amr bin Al Ash).
Jika seseorang mengimani takdir ini dengan benar, maka ia pasti akan memperoleh kebaikan dengan teramat banyak. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki, pasti terjadi. Dan setiap yang Allah tidak kehendaki, tidak akan terjadi” (Al Fawaid, hal 94) (4).
Yang Allah takdirkan tidaklah sia-sia. Pasti ada hikmah di balik itu semua. Allah Taala berfirman, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya. Tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan yang mempunyai Araay yang mulia” (QS. Al Mu’minun 115 -116).
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada antara keduanya, dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq” (QS Ad Dukhan 38 – 39).
Oleh karena itu, jika impian itu belum terwujud, maka perlu kita pahami bahwa itulah ketentuan Allah. Allah menjanjikan himah di balik itu semua. Karena sifat hikmah yang sempurna yang Dia miliki. (Ana)