Kisah Nabi: Sejarah Pembangunan Kakbah di Masjidil Haram

Kakbah merupakan tempat suci umat Islam di seluruh dunia. Bangunan yang juga menjadi kiblat arah sholat ini ternyata memiliki sejarah yang panjang. Seperti apa kisahnya?

FAJARPENDIDIKAN.co.id-Kisah pembangunan Kakbah pun tertulis dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 96. Dalam surat tersebut Allah SWT berfirman, Kakbah merupakan tempat ibadah pertama yang dibangun di muka bumi.

اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ

Artinya: Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.

Bangunan yang diberkahi ini dibangun oleh Nabi Ibrahim sesuai dengan perintah Allah SWT. Ia turut dibantu oleh sang sang anak, Nabi Ismail. Hal itu tertulis dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 127, yang berbunyi:

وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Selepas dibangun, Allah SWT berfirman bahwa Kakbah merupakan tempat suci bagi umat Islam. Selain itu, Kakbah diperintahkan untuk menjadi tempat sholat, tawaf dan iktikaf.

Dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 125, Allah SWT berfirman,

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Minggu, 20 Oktober 2024: Adakah Kehendak Allah Menjadi Kehendakku?

وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

- Iklan -

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikan lah maqam Ibrahim itu tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkan lah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”

Dikutip dari buku ‘The Great Episodes of Muhammad SAW’ karya Dr Al Buthy, bangunan Kakbah awalnya memiliki tinggi 7 hasta dengan panjang 30 hastam dan lebar mencapai 22 hasta tanpa atap. Selain itu, ada pendapat lain yang meriwayatkan tinggi Kakbah mencapai 9 hasta.

Sementara itu, Kakbah telah direhab sebanyak empat kali hingga dengan saat ini. Pertama saat dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Kedua dilakukan kaum Quraisy sebelum Islam dan Nabi Muhammad SAW ikut serta.

“Mereka (kaum Quraisy) meninggikan bangunan Kakbah sehingga mencapai 18 hasta, tetapi mengurangi panjangnya. Sehingga, bagian yang panjanganya sekitar 6 hasta setengah, mereka biarkan dalam area Hijir Ismail,” tulis buku tersebut.

Rehab ketiga dilakukan setelah terjadi kebakaran di Kakbah. Kala itu, pasukan di bawah kekuasaan Yazid bin Muawiyah datang dan menyerbu Mekkah. Mereka melempari ketapel raksasa dan menyebabkan dindin Kakbah roboh dan terbakar.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Senin, 4 November 2024: Kuasa Kebenaran

Kakbah pun dibangun kembali oleh Ibu Az-Zubair dengan menambah 6 hasta yang dulu dikurangi oleh kaum Quraisy dan tinggi 10 hasta serta dua pintu masuk dan keluar. Terakhir, pembangunan Kakbah dilakukan setelah terbunuhnya Ibnu Az-Zubair.

Pemuka Mekkah berselisih atas pembangunan Kakbah yang dilakukan oleh Ibnu Az-Zubair karena dinilai tidak seperti semula. Maka dari itu, Al-Hajjaj meruntuhkan Kakbah dan membangunnya kembali seperti sedia kala sebelum diubah oleh Ibnu Az-Zubair.

Diriwayatkan juga bahwa Malik bin Anas radhiyallahu anhu pernah berkata kepada Harun Ar-Rasyid untuk tidak menjadikan Kakbah sebagai objek permainan. Sebab, Harun Ar-Rasyid mengaku ingin meruntuhkan dan membangun Kakbah seperti yang dilakukan Ibnu Az-Zubair.

“Dengar lah wahai Amirul Mukminin, jangan sampai kau menjadikan Kakbah ini objek perminan bagi para raja sepeninggalanmu. Setiap kali mereka ingin mengubahnya pasti mereka ubah sehingga keagungan dan kewibawaannya hilang dari hati manusia,” jelas Malik bin Anas radhiyallahu anhu. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU