Kisah Persahabatan Manusia dan Ikan yang Mengharukan [Resensi Buku]

Judul Buku: Pung Julung-Julung

Penulis: Nurmadia Syam

Penerbit: Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Jumlah Halaman: 54 halaman

Tahun Terbit: 2017

Jenis Buku: Cerita Anak

Diresensi oleh: Tulus Wulan Juni [Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar]

Buku dapat dibaca di: Dinas Perpustakaan Kota Makassar [Koleksi Deposit]

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Buku cerita anak ini adalah salah satu dari tiga buku cerita rakyat Sulawesi Selatan yang menjadi pemenang sayembara literasi se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat tahun 2017 yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Sulawesi Selatan.

- Iklan -

Buku cerita anak yang syarat dengan pesan moral dan kearifan lokal seperti sifat, sikap dan perilaku jujur, sopan santun, cinta kasih dan setia kawan sangat cocok untuk menumbuhkembangkan budi pekerti anak-anak kita dan tentunya untuk menggairahkan budaya membaca mereka dan menyukseskan Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Kisah persahabatan antara manusia dan ikan yang ditulis oleh Nurmadia Syam sungguh mengharukan. Pembaca akan dibawa larut ke dalam cerita yang terbagi dalam sembilan bagian.

Saya menyarankan bagi yang tidak kuat menahan air mata sebaiknya menyiapkan tissu sebanyak-banyaknya..he..he. dan setidaknya bagi Ibu yang menceritakan buku ini kepada anak-anaknya agar melatih nafas dulu agar tidak terlihat sedih di depan anak-anak yang ingin mendapatkan pesan moralnya.

Buku yang dicetak full color ini menggunakan bahan kertas art paper yang memiliki tekstur licin dengan keunggulan tidak mudah rusak atau sobek dan mampu menahan cairan sehingga cocok untuk anak-anak.

Buku ini juga dilengkapi gambar-gambar ilustrasi dengan ilustrator sang arsitek, Melina Jauw sehingga memudahkan anak-anak memahami cerita ini.

Di bagian tengah ada gambar timbul atau pop-up yang menampilkan Pung Julung-Julung sedang menggiring ikan-ikan lain.

Wah, tentunya menambah asyik anak-anak kita menikmati buku yang satu ini walaupun ada limaparagraf tertulis ulang dihalaman 35, 36 dan 37. Berikut ringkasannya.

I Barani adalah seorang anak keluarga nelayan yang tinggal disebuah kampung tepi pantai.

I Barani sangat baik hati dibandingkan tiga saudaranya yakni I Kassa sebagai kakak tertua, I Rewa sebagai kakak kedua dan I Gassing sebagai kembaran I Barani yang hanya berbeda lima menit saat lahir ke dunia.

Setelah ayah dan ibunya meninggal, keempat bersaudara ini mewarisi keterampilan ayahnya untuk berlaut mencari ikan.

Hanya saja, I Barani yang selalu mengingat pesan-pesan Amma’ atau Ibunya dan selalu mengalah menghadapi ketiga saudaranya.

Berikut pesan-pesan mendalam dari Ibunya “Laut adalah sumber hidup kita, ambillah yang kalian perlukan tetapi beri mereka kesempatan untuk kembali menyediakan”.

“Mengalah bukan berarti kalah. Mengalah bisa berarti menunggu kesempatan untuk menang dengan cara yang lebih terhormat.”

Dibanding kakak-kakaknya, I Barani sebagai bungsu selalu mendapatkan bagian ikan-ikan yang lebih kecil dari hasil tangkapan bersama.

Namun ada satu ekor ikan kecil yang aneh yang I Barani tidak makan dan ia memeliharanya dan menjadi teman I Buleng atau ayam betina yang ia pelihara sejak menjadi telur.

Ikan aneh yang hidungnya mirip botol itu diberi nama Pung Julung-Julung dan sesuai mimpinya ikan tersebut diberi makanan berupa nasi dan lauk kadal panggang.

Anehnya, setelah diberi makanan, Pung Julung-Julung bertambah besar hingga akhirnya I Barani membawa ke laut karena tidak ada tempat yang bisa menampungnya di rumah.

Selama Pung Julung-Julung berada di laut, I Barani tidak lupa mengunjungi dan memberinya makan. Namun sebelum diberi makan, I Barani harus bernyanyi dulu sebagai penanda ia datang.

Lagunya adalah “Pung Julung-Julung, Maka naik mako mae, Ti’no dandenu, le’ba’ langga padalle’nu”.

Artinya, “Hai Lumba-Lumba maka naiklah kemari, nasi sudah matang, kadal panggang sudah terhidang.”

Setelah diberi makan, Pung Julung-Julung menggiring ikan-ikan ke arah I Barani.

Mulai saat itu, I Barani tidak kesulitan mendapatkan ikan bahkan ia membagi-bagikan kepada penduduk di kampungnya.

Selain mudah mendapatkan ikan, I Barani selalu diajak oleh Pung Julung-Julung dengan duduk dipunggungnya untuk melihat-lihat berbagai pulau dan belajar disana.

I Barani sangat sayang dengan sahabat barunya itu dan ia memberi julukan Sang Guru Lautan.

Sayang kebahagiaan I Barani direnggut oleh kakak-kakaknya yang iri hati. Mereka menangkapnya dan memakannya.

Sisa tulang-belulangnya dibawa I Barani ketepi laut untuk dikubur dengan sedih dan penuh haru karena telah kehilangan sahabatnya yang sangat baik.

Di atas kuburan Pung Julung-Julung, tumbuh pohon yang batang dan daunnya berupa emas serta buahnya berupa berlian.

I Barani tidak menyangka ternyata Pung Julung-Julung masih memberikan kebaikan kepada dirinya dan akhirnya ketiga saudaranya mengakui kesalahannya.

I Barani memafkan kesalahan saudaranya dan pohon emas yang berbuah berlian itu digunakan untuk membangun desanya.(*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU