Zulmansyah Sekedang, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, menyampaikan pendapatnya mengenai pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) PWI. Dalam pernyataannya, Zulmansyah mengklarifikasi bahwa KLB adalah mekanisme hukum yang diatur dalam Pasal 14 ayat 2 Peraturan Dasar (PD) PWI, yang menyatakan bahwa “Organisasi dapat mengadakan KLB.”
Menurut Zulmansyah, ada dua alasan utama yang memungkinkan pelaksanaan KLB sesuai dengan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI. Pertama, Pasal 10 ayat 7 menyatakan bahwa jika Ketua Umum (Ketum) tidak dapat menjalankan tugasnya secara tetap, maka seorang Plt akan ditunjuk dalam Rapat Pleno untuk mempersiapkan KLB dalam waktu enam bulan guna memilih Ketum dan Ketua Dewan Kehormatan (DK) yang baru.
“Kedua, Pasal 28 ayat 1 dan 2 mengatur bahwa KLB harus diusulkan oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah provinsi jika Ketum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan martabat profesi wartawan,” jelas Zulmansyah, Jumat (2/8).
Zulmansyah menjelaskan perbedaan mendasar antara kedua pasal tersebut. KLB berdasarkan Pasal 10 ayat 7 tidak memerlukan usulan dari 2/3 PWI Provinsi, sementara KLB berdasarkan Pasal 28 harus diusulkan oleh 2/3 PWI Provinsi. Namun, untuk legitimasi yang lebih kuat, minimal 50 persen plus satu dari PWI Provinsi harus hadir dalam KLB.
Saat ini, PWI Pusat terbagi menjadi tiga kelompok: pro-KLB, kontra-KLB, dan kelompok netral. Kelompok pro-KLB, yang dipimpin oleh Sasongko Tedjo dan Nurcholis MA Basyari, telah mengeluarkan keputusan untuk mengeluarkan Hendry Ch Bangun (HCB) dari keanggotaan PWI dan menyerukan pelaksanaan KLB dengan alasan Ketua Umum PWI berhalangan tetap.
“Pemberhentian HCB bermula dari kasus cashback dana bantuan UKW dari Forum Humas BUMN, di mana dana sebesar Rp1,08 miliar telah dikembalikan ke rekening PWI setelah proses panjang. Keputusan ini didukung oleh Dewan Penasihat PWI dan senior PWI lainnya,” kata Zulmansyah.
Zulmansyah menjelaskan bahwa sebaliknya, kelompok kontra-KLB yang dipimpin oleh HCB menegaskan bahwa keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat tidak sah, dan mereka membatalkan pemberhentian HCB melalui Surat Edaran PWI Pusat. Tindakan ini dianggap melanggar Pasal 21 ayat 2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI yang menyatakan bahwa keputusan DK bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.
“Perseteruan semakin memanas ketika kelompok yang dijatuhi sanksi organisasi membawa masalah ini ke ranah hukum. Mantan Sekjen Sayid Iskandarsyah menggugat delapan pengurus DK PWI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sementara HCB melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya,” ungkapnya.
Zulmansyah menegaskan bahwa KLB merupakan solusi terbaik untuk mengakhiri perselisihan ini, dan ia mengajak semua pengurus PWI Provinsi untuk segera menyelenggarakan KLB. “KLB adalah solusi,” tutupnya. (*)