Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia dengan tegas mengutuk tindakan kriminalisasi yang menimpa anggota Pers Mahasiswa UKPM Catatan Kaki (UKPM CAKA) di Universitas Hasanuddin. KKJ menilai bahwa karya jurnalistik yang dihasilkan oleh lembaga pers mahasiswa harus dipandang sebagai produk jurnalistik yang sah dan dilindungi.
Pada Kamis, 28 November 2024, diketahui bahwa lima pengurus UKPM CAKA ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polrestabes Makassar tanpa menunjukkan surat penangkapan. Empat mahasiswa yang ditahan diperiksa hingga pukul 20.00 WITA, sementara seorang Pimpinan Redaksi, Nisa, terus ditahan dan diinterogasi hingga tengah malam.
Berdasarkan keterangan dari Kuasa Hukum Korban (LBH Makassar), polisi melakukan interogasi terhadap Nisa terkait dengan status hukum UKPM CAKA dan publikasi-publikasi yang diterbitkan, yang mencakup berita mengenai “Dosen pemerkosa kena skorsing, mahasiswa protes kena DO”, “11 Mahasiswa Unhas dijemput paksa oleh kepolisian”, “Aksi protes kenaikan UKT: Melindungi rektor, Mengidentifikasi Mahasiswa”, serta opini berjudul “Eksperimen penghancur Tokoh Bangsa”. Karya-karya ini mengarah pada dugaan pelaporan pelanggaran Pasal 45 ayat 4 jo Pasal 27 huruf A UU ITE terkait pencemaran nama baik Rektor Universitas Hasanuddin.
Selain itu, aparat kepolisian juga diduga menyita telepon genggam milik Nisa secara sewenang-wenang, mengakses akun Instagram CAKA, dan melakukan praktik penyadapan terhadap komunikasi korban. Polisi juga menekan Nisa untuk tidak menjual ponselnya dan meminta agar ia kembali datang ke Polrestabes Makassar pada pertengahan Desember.
Tindakan ini jelas bermasalah baik secara prosedural maupun administratif. Penangkapan, pemeriksaan yang tidak sah, dan intimidasi yang dialami para pengurus UKPM CAKA berpotensi menimbulkan dampak psikologis yang mendalam pada korban.
KKJ juga mengutuk pelaporan pidana yang dilakukan oleh Rektorat Universitas Hasanuddin terhadap UKPM CAKA ke Polrestabes Makassar. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip kebebasan akademik dan kebebasan pers sebagaimana diatur dalam MoU antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) dengan Dewan Pers mengenai Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Perguruan Tinggi (Nomor: 1/PKS/DP/III/2024 dan Nomor: 1955/E2/HM.00.05/2024). MoU ini menegaskan bahwa setiap perselisihan terkait pelaksanaan perjanjian harus diselesaikan secara musyawarah.
Lebih lanjut, pelaporan pidana tersebut juga bertentangan dengan prinsip kebebasan pers yang dijamin dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberi ruang bagi hak koreksi dan hak jawab dalam sengketa atas produk jurnalistik.
Kasus ini juga tidak bisa dilepaskan dari upaya jurnalistik UKPM CAKA yang berfokus pada pengungkapan praktik kekerasan seksual yang melibatkan dosen Universitas Hasanuddin. Jurnalistik mereka mendorong penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia, yang seharusnya dilindungi dalam kerangka pembelaan hak asasi manusia (HAM).
Sesuai dengan Pasal 1 angka (1) Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nomor 5 Tahun 2015, yang menyatakan bahwa pembela HAM adalah individu atau kelompok yang berjuang untuk hak asasi manusia secara damai.
Berdasarkan peristiwa ini, KKJ menilai bahwa perlindungan terhadap kerja jurnalistik telah dilanggar, sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur bahwa siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Empat Poin
Atas dasar itu, KKJ Indonesia menyampaikan 4 poin. Pertama mendesak Kapolri dan jajarannya untuk segera menghentikan segala bentuk intimidasi, represi, dan kriminalisasi terhadap pers mahasiswa, termasuk melakukan penyelidikan terhadap praktik unfair trial terhadap lima pengurus UKPM CAKA di Polrestabes Makassar.
Kedua, mendesak Kapolrestabes Makassar dan Propam Polda Makassar untuk menghentikan dan memeriksa proses hukum yang sewenang-wenang terhadap awak CAKA, termasuk dugaan penyadapan telepon genggam selama pemeriksaan.
Ketiga, mendesak Dewan Pers dan Kemenristekdikti untuk menyelidiki secara mendalam dan memfasilitasi penyelesaian sengketa terkait kriminalisasi terhadap pengurus UKPM CAKA sesuai dengan ketentuan MoU Dewan Pers dan Kemenristekdikti Nomor: 1/PKS/DP/III/2024 dan Nomor: 1955/E2/HM.00.05/2024.
Keempat, mendesak Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan terhadap Pimpinan Redaksi dan pengurus UKPM CAKA yang sedang berjuang untuk mengadvokasi pemecatan dosen predator seksual dan evaluasi terhadap Satgas PPKS Universitas Hasanuddin.
Tentang Komite Keselamatan Jurnalis
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dideklarasikan di Jakarta pada 5 April 2019 dan beranggotakan 11 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).