Beberapa hari lalu, sebanyak 90 siswa SMPN 4 Mrebet Purbalingga, Jawa Tengah, terkonfirmasi positif Covid-19. Sehari kemudian, menyusul 61 siswa SMPN 3 Mrebet Purbalingga yang dinyatakan positif Covid-19. Hasil di SMPN 4 Mrebet diketahui usai dilakukannya rapid test antigen massal oleh. Dinas Kesehatan (Dinkes) Purbalingga pada Senin, 20 September 2021. Padahal, seharusnya pembelajaran tatap muka (PTM) belum dilakukan.
Namun begitu, Kepala Dinkes Purbalingga Hanung Wikantono mengatakan, SMPN 4 Mrebet sempat memulai pembelajaran tatap muka selama satu sampai dua minggu sebelum ada keputusan Satgas Covid-19.
Lalu, Hanung menyebutkan terdapat anak yang bergejala dan mengalami demam, flu. Dari temuan ini, pihak sekolah berinisiatif menghubungi dinkes untuk melakukan rapid test antigen secara massal.
Dari 350 sampel usap, sebanyak 90 siswa menunjukkan hasil positif Covid-19. Dengan segera pada hari itu juga, Dinkes memutuskan membuat isolasi terpusat di gedung sekolah untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Satgas Covid-19 juga akan melakukan tracing kontak erat hingga lingkungan keluarga siswa.
Sementara itu, di SMPN 3 Mrebet ditemukan 61 siswa yang terkonfirmasi positif Covid-19, sedangkan guru dan karyawan dinyatakan negatif. Ini merupakan hasil tes rapid antigen yang dilakukan pada 392 siswa dan 37 orang Guru serta Karyawan.
Akhirnya, Pemkab Purbalingga memutuskan untuk menunda uji coba PTM di wilayahnya. Padahal sebelumnya, Pemkab Purbalingga berencana akan menggelar uji coba PTM mulai pekan ini.
Kluster baru
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat sebanyak 2,8% atau 1.296 sekolah melaporkan klaster penyebaran Covid-19 selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.
Direktur Jenderal (Dirjen) PAUD dan Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan jumlah itu berdasarkan hasil survei yang pihaknya lakukan terhadap 46.500 sekolah hingga 20 September.
Dalam paparan Jumeri, klaster penyebaran Covid-19 paling banyak terjadi di SD sebesar 2,78 persen atau 581 sekolah. Disusul, 252 PAUD, SMP sebanyak 241 sekolah.
Kemudian SMA sebanyak 107 sekolah, SMK 70 sekolah, dan terakhir Sekolah Luar Biasa (SLB) sebanyak 13 sekolah. Tetapi, Jumeri tak mengungkap sekolah tersebut tersebar di daerah mana saja.
Jumlah kasus positif terbanyak, baik guru maupun siswa, terjadi di lingkungan SD. Untuk guru dan tenaga kependidikan, kasus positif mencapai 3.174 orang dari 581 klaster sekolah. Sementara itu, peserta didik yang positif Covid-19 mencapai 6.908 orang.
Selanjutnya di tingkat SMP terdapat 1.502 guru dan 2.220 siswa positif Covid-19. Lalu di tingkat PAUD, ditemukan kasus positif tenaga pendidik sebanyak 2.007 orang, dan siswa 953 orang.
Sementara itu di tingkat SMA, sebanyak 1.915 guru positif Covid-19 dan siswa sebanyak 794 orang. SMK 1.594 kasus positif pada guru dan 609 pada siswa. Terakhir SLB, 131 kasus positif pada siswa dan 112 pada guru.
Jumeri menyebut sampai saat ini sebanyak 42% sekolah atau sekitar 118 ribu sekolah di wilayah PPKM level 1-3 telah menggelar belajar tatap muka secara terbatas. Namun, jumlah itu masih relatif rendah.
Saran ahli
Sebenarnya, para ahli telah mengungkapkan kekhawatiran terjadinya penyebaran kasus Covid-19 seiring dengan pembukaan kembali sekolah. Menurut epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, persoalan buka dan tutup sekolah menjadi hal yang kompleks di tengah pandemi Covid-19 ini.
Dia mengatakan di satu sisi penutupan sekolah tatap muka dikhawatirkan dapat meningkatkan potensi learning loss atau kehilangan minat belajar satu generasi. Di sisi lain, pembukaan sekolah tanpa mitigasi yang matang juga ditakutkan menyebabkan sekolah menjadi klaster baru.
Oleh karena itu, Dicky telah menerangkan sejumlah persiapan yang harus dipenuhi sekolah sebelum dapat kembali melakukan kegiatan PTM, yakni menyiapkan SOP bersama Dinkes, infrastruktur pendukung, dan penerapan protokol kesehatan secara ketat sesuai standar WHO.
Sementara itu terkait kasus penularan di sekolah-sekolah yang tengah terjadi, Dicky juga memberikan masukan agar penularan tidak semakin meluas. Sebagai jaring keamanan, lanjut dia, sekolah sebaiknya tutup ketika menemukan klaster minimal dua kasus.
Lalu, pihak sekolah harus melakukan desinfeksi serta penguatan 3T, termasuk melacak ini dari mana asal klaster penularan ini. Dicky mengatakan pelaksanaan PTM ini tidak boleh hanya berdasarkan leveling PPKM atau data indikator epidemiologi saja.
Menurutnya masih banyak hal yang harus diperhatikan, di antaranya kesiapan keluarga dan siswa. Artinya, orangtua dan siswa wajib memahami protokol kesehatan. Selain itu, orang tua juga mayoritas sudah divaksinasi. Harapannya, penyebaran Covid-19 dapat dihentikan.