Salah satu hal penting diperhatikan dalam pengembangan dakwah global di luar negeri adalah faktor komunikasi. Di samping itu, faktor inferioritas atau perasaan kurang percaya diri juga menjadi penghambat dakwah bagi komunitas muslim di luar negeri.
Demikian sejumlah poin disampaikan Imam Besar Majid Newyork AS, Ustadz KH Sjamsi Ali ketika bertindak selaku pembicara dalam diskusi zoom, Sabtu (25/2) pukul 20:30 Wita lalu, diselenggarakan oleh DPP IKAJOSS (Ikatan Alumni Jogja Sulselbar) se-Nusantara.
Pimpinan Pesantren modern Nusantara itu berbicara sekitar 30 menit langsung dari New York dengan Panelis, H Awaludin Tjalla bersama H Musyafir Pababbari yang dipandu Pangerang Paita Yunus sebagai host.
Mengusung tema “Komunitas Muslim Indonesia di Luar Negeri dan Dakwah Global”, menurut Imam Sjamsi yang sudah 25 tahun sebagai diaspora dan bermukim di New York, potensi umat Islam asal Indonesia cukup berkontribusi pada pengembangan dakwah global, namun harus meningkatkan kualitas seperti harus mahir berkomunikasi, percaya diri, kompak, bersinergi dan kurang mendapatkan perhatian atau dukungan dari pemerintah dalam hal ini Kedubes RI.
Kelemahan lainnya, kata Presiden Nusantara Foundation ini, adalah faktor pembauran atau sinergitas dengan warga negara lainnya yang masih minim, “Go beyond nation bound” atau mereka lebih enjoy bergaul dengan sesamanya WNI. Hal lain adalah faktor penghasilan, suka berpindah – pindah dan tidak menetap sehingga bisa mengaburkan program dan juga pasif dalam berwawasan.
“Padahal diaspora muslim di luar negeri sangat potensial berkembang dengan bersatunya komitmen kebangsaan dan keagamaan,” ungkap pria asal Kajang, Bulukumba ini yang kiprahnya sangat dikenal sebagai pendakwah internasional.
Sementara itu, panelis I Awaludin Tjalla menekankan pentingnya pelatihan dengan metode dakwah global sebagai bekal diaspora berinteraksi dengan warga muslim lainnya yang multikultural di luar negeri secara holistik dan bukan parsial. Namun juga pentingnya pendidikan yang diawali dari peran keluarga untuk prosfektif ke depan.
Adapun panelis II, Musyafir Pababbari secara gamblang mengurai soal adanya perbedaan madzhab dimana kita dari Indonesia lebih berafiliasi ke Imam Syafe’i, yakni umat Ahlussunah waljamaah. Peranan organisasi besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah yang juga cukup signifikan di AS dapat menjadi pendorong kemajuan dalam dakwah global.
Diskusi zoom yg diikuti sekira 97 peserta yang bukan hanya warga IKAJOSS yang dimotori oleh Muh Hasyir Thaha tapi juga banyak peserta dari daerah lain, seperti Palembang, Jawa dan bahkan dari luar negeri.
Ketua umum DPP IKAJOSS Hasyir Thaha mengatakan, jika pihaknya sering menyelenggarakan diskusi zoom dengan tema soal keagamaan, politik, hukum dan sektor pertanian. Bahkan rencananya usai Ramadan, organisasi para alumni Jogja asal Sulselbar lintas generasi dan universitas serta profesi berbeda akan mengadakan “Tudang Sipulung Nasional” (TSN) semacam seminar dengan tema Kokohnya NKRI Melalui Kemajuan Kebudayaan Nusantara. (*)