Ragam pengetahuan terkandung di dalam buku. Bahkan romantisme membolak-balik halaman selalu mengundang rindu. Kata orang tua, buku menjadi jembatan awal meraih cita-cita. Kurang membaca buku, berarti minim juga pengetahuan maupun daya kritis.
Oleh: IZABELLA MARCHE
Membaca seharusnya menjadi kebiasaan yang dipupuk terus menerus. Di sisi lain, kebiasaan membaca perlu ditunjang dengan keberadaan buku.
Di kota besar, buku gampang ditemui di toko buku, sejumlah perpustakaan maupun taman baca menyediakan beragam buku. Namun, keadaan itu sulit ditemui di kota kecil. Bahkan, buku menjadi barang mewah karena keberadaan wilayah yang jauh dari pusat pemasaran buku maupun kelompok taman baca.
“Keresahan melihat kondisi pendidikan sekarang. Kurang minatnya anak muda zaman sekarang untuk membaca buku. Bahkan orang yang pegang buku itu merasa malu, minder. Oleh karena itu, kami berpikir untuk membentuk komunitas ini. Di sisi lain, buat teman-teman yang hobi membaca, tetapi terkendala di buku, kami akan fasilitasi,” jawab Ahmad Mamang ketika ditanya apa yang menjadi latar belakang dia dan kedua temannya mencetus lahirnya Komunitas Djelajah Buku.
Pada 3 Oktober 2018, Ahmad, Sandi dan Hadri mendeklarasikan lahirnya Komunitas Djelajah Buku. Belum genap setahun komunitas ini lahir. Namun, semangat untuk membangkitkan dunia literasi sudah menggaung ke mana-mana.
“Kami ingin menghidupkan literasi di Makassar, walau pun sudah banyak komunitas serupa,” tutur Alumni Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar itu.
“Membaca buku tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang tersaji di dalamnya. Ada makna sosial yang lebih dalam. Membaca buku dapat melatih daya imajinasi maupun daya kritis,” tambah Ahmad.
‘Membaca, Menulis dan Aksi’ adalah slogan yang selalu dikumandangkan para pengurus Komunitas Djelajah Buku. Aksi di sini bukan seperti demo. “Tapi aksi dalam mengamalkan ilmu yang dimiliki,” terang Ahmad.
Sementara yang menjadi kegiatan rutin dari Komunitas Djelajah Buku adalah buka lapak dan juga mengaji isi buku. Kata Ahmad, buku yang dikaji beragam. Mulai dari buku pengetahuan hingga novel.
Makna Nama
Kepada FAJAR PENDIDIKAN, Ahmad membeberkan makna di balik pemberian nama yang diberikan kepada komunitas yang ia inisiasi bersama kedua temannya itu, Djelajah Buku. “Karena manusai itu sifatnya selalu bergerak, jadi kami memaknai kata bergerak dengan menjelajah,” bebernya.
“Menjelajah aksara-aksara buku. Dari buku satu ke buku yang lain. Dari pemikiran satu, ke pemikiran lain,” katanya.
Buku, kata Ahmad, identik dengan pengetahuan. Pikiran intelektual seseorang. “Jadi Djelajah Buku ini juga, kami maknai sebagai menjelajahi pemikiran-pemikiran orang yang tertera dalam buku,” terangnya.
“Karena kita sekarang mengindikasikan diri sebagai milenial. Tetapi perilaku, itu tentang kebiasan dulu yang bagus-bagus bahkan dihilangkan,” jawab Ahmad ketika ditanya kenapa menggunakan ejaan lama.
Ia pun menaruh harapan kepada pemerintah agar menaruh perhatian khusus terhadap dunia literasi. “Semoga ada tempat khusus untuk pengembangan literasi,” harapnya. (*)