Kondisi Pasien yang Mengalami Corona

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Tim Liu Liang, professor forensik di Tongji Medical College, membedah tubuh pasien corona, yang barusan meninggal. Dari pembedahan itu, ada sebuah kebenaran yang mengejutkan. Berikut hasil temuannya.

Laporan pengamatan umum anatomi korban meninggal, karena pneumonia virus corona, yang diterbitkan dalam Journal of Forensik Medicine, ada cairan abu-abu di paru-paru almarhum, lendir putih berbusa di rongga  trakea, dan rongga bronkial paru-paru.

Lendir yang seperti jeli itu, melekat kuat di paru-paru. Cairan kental inilah yang menghalangi alveoli, memblokir saluran udara, memblokir paru-paru interstitial, memblokir tabung bronkial. Akibatnya, secara bertahap membiarkan paru – paru kehilangan fungsi ventilasi, membuat pasien dalam keadaan hipoksia , dan akhirnya mati, karena gagal nafas. Cairan kental tersebutlah yang merenggut nyawa pasien corona, dan membuat mereka menderita pada saat – saat terakhir kehidupan mereka.

Ketakutan si pasien mencapai ekstrem. Mereka berjuang seperti tenggelam dalam sumur, berteriak minta tolong. Mereka dipenuhi dengan keputusasaan dan rasa sakit. Mereka terengah-engah. Bahkan jika mereka memakai masker oksigen dan ventilator, mereka tidak dapat menghirup oksigen. 

Baca Juga:  Tidur yang Sehat

Mengapa mereka tidak dapat menghirup oksigen dengan dukungan ventilator ? Karena cairan kental itu, menghalangi jalur oksigen. Jalannya tidak bisa dilewati. Sejumlah besar oksigen dihirup, tetapi penyumbatannya tambah meningkat. Oksigen tidak dapat disalurkan ke dalam darah, dan akhirnya mereka tercekik oleh cairan kental itu. 

Oleh karena itu, Professor Liu Liang menunjukkan bahwa, penggunaan alat ventilator oksigen secara buta, tidak hanya gagal untuk mencapai tujuan. Tetapi bahkan mungkin menjadi kontra produktif. Tekanan oksigen akan mendorong lendir lebih dalam ke ujung paru-paru. Sehingga semakin memperparah keadaan hipoksia pasien. 

Dengan kata lain, pengobatan Barat, hanya melihat  hipoksia pasien. Tetapi tidak melihat penyebab dibalik hipoksia pasien. Cairan kental itu, disebut dahak, harus ditangani sebelum memberikan oksigen. Jika tidak, berapapun oksigen disalurkan juga akan sia-sia.

Kita hanya perlu membuka saluran udara ini, menghilangkan dahak, menghilangkan kelembaban, membiarkan alveoli mongering, dan membiarkan bronkus halus lancar dan tidak terhalang. Dengan demikian, tidak diperlukan ventilator oksigen sama sekali. Pasien akan pulihkan fungsi paru-paru sendiri, dan dia akan menghirup oksigen dari udara. 

Baca Juga:  Ketahui Usia yang Tepat Anak Diberikan Yogurt, Ini Manfaatnya

Tulisan di atas, ditanggapi secara cerdas oleh Aji Soko Santoso. ‘’Menarik sekali’’, katanya. Temuan tersebut, diperkuat oleh Dr Luciano Gattinoni dari Universitas Kedokteran di Gottingen, Jerman. Dalam laporannya mengenai pasien corona yang menderita gagal nafas di Italia Utara, dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, bulan Maret lalu, Dr Gattinoni menganjurkan untuk meninjau pendekatan yang berbeda untuk pasien corona yang kritis. 

Kemudian Dr. Nathalie Stevenson dan Prof. Gary Mills dari NHF Foundation, Inggris memberikan pandangan bahwa corona merupakan penyakit baru, dan membutuhkan penanganan yang berbeda  dari gagal nafas biasa. Hal ini dicatat dalam interview oleh Medscape UK ( United Kingdom). (P/Ana)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU