Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Laboratorium Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin menggelar Strategic Roundtable Discussion (SOUND) seri ke-3.
Tema yang diangkat adalah “Black Lives Matter dan Eskalasi Politik Amerika Serikat”. Diskusi ini berlangsung secara online melalui aplikasi Google Meet, Rabu (3/6).
Tema ini dipilih sebagai respon terhadap eskalasi situasi politik dan keamanan di Amerika Serikat. Sebagai negara utama (major power) dalam hubungan internasional, dinamika yang terjadi di Amerika Serikat memiliki dampak signifikan terhadap konstalasi global.
Diskusi yang dipandu oleh Nurjannah Abdullah ini menghadirkan pemantik diskusi Pusparida Syahdan, M.S.i.
Turut hadir pula sebagai pembicara dan penanggap adalah Dr Adi Suryadi Culla, MA, Muhammad Nasir Badu, Ph D.; Agussalim Burhanuddin, MIRAP, dan Ishaq Rahman, M Si.
Dalam pengantar diskusi yang diikuti oleh 78 peserta ini, Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unhas, Darwis, Ph.D, menjelaskan bahwa platform SOUND merupakan medium yang dikembangkan oleh Laboratorium HI FISIP Unhas untuk menelaah isu-isu strategis yang berlangsung di lingkungan global.
“Melalui platform ini, setiap peserta yang hadir merupakan nara sumber potensial. Siapa saja dapat mengajukan argumentasi. Saya mengucapkan selamat datang kepada para peserta dari berbagai kampus dan berbagai wilayah. Saya lihat ada dari Jakarta, Sulawesi Barat, bahkan dari Aceh,” kata Darwis.
Pusparida Syahdan yang bertindak sebagai pemantik diskusi memaparkan bagaimana realitas warga kulit hitam di Amerika Serikat, serta praktek diskriminasi yang terjadi.
Meskipun Amerika Serikat merupakan negara demokrasi, namun kesadaran rasialisme belum hilang sepenuhnya.
“Secara statistik, warga kulit hitam di Amerika memang berpotensi untuk memperoleh perlakuan buruk. Sebagai contoh, rasio warga kulit hitam yang dipenjara jauh lebih besar dibanding warga kulit putih. Akibatnya, ada semacam stigma bahwa warga kulit hitam itu jahat dan buruk,” kata Puspa.
Dalam tanggapannya, dosen HI Unhas yang mengenyam pendidikan di Hawaii, Agussalim Burhanuddin, menjelaskan akar kelahiran rasisme di Amerika Serikat.
Menurutnya, ada semacam kondisi alamiah dengan rasisme di negeri Paman Sam tersebut.
“Menurut pandangan saya, Amerika adalah negara yang memiliki cacat bawaan sejak kelahirannya, yaitu kecenderungan rasisme. Itulah sebabnya, negara ini selalu minum obat dalam bentuk situasi sosial yang mendorong rekonsiliasi. Kali ini, obatnya sangat pahit. Tapi ini justru menjadi penyembuh, yang jika berhasil bisa membuat negara ini makin kuat,” kata Agussalim.
Di sisi lain, Adi Suryadi Culla mengaitkan kecenderungan rasisme di Amerika dengan pendekatan teori-teori post-kolonial.
Amerika memang memiliki sejarah pembentukan sebagai bangsa yang cukup panjang, namun proses yang panjang itu bukan jaminan bagi soliditas pada masyarakat yang plural.
“Menurut saya, apa yang terjadi di Amerika hari ini mirip dengan fenomena di negara-negara plural lainnya, yaitu proses pembentukan nation state atau negara bangsa yang belum selesai,” jelas Adi Culla.
Negara-negara itu, katanya, umumnya baru berhasil membentuk infrastruktur bernegara, yaitu state. Tapi belum selesai membangun semangat kebangsaan atau nation.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam ini selanjutnya mengulas bagaimana kaitan antara situasi sosial dengan politik domestik.
Amerika Serikat sedang berada pada tahun politik, dimana kecenderungan kepentingan politik berinteraksi dengan situasi gesekan sosial cukup tinggi.(*/FP)