Baru saja melepaskan ketenangan, ibu Kyra memanggil.
“Kyraaa, Ayah sama Ibu ke rumah tetangga sebentar mau jenguk ada yang sakit.”
Tanpa disebutkan, Kyra tahu apa maksud dari perkataan ibunya. Demi menghindari perkataan yang membuat hatinya sakit, dia langsung melarikan diri ke toko sebelah rumahnya. Toko itu kurang lebih tiga meter dari rumah. Toko milik ibunya, yang dititipkan ke anaknya sementara waktu.
Matahari mulai tenggelam, disusul dengan burung-burung yang beterbangan dengan berjamaah. Sesekali Kyra melihat burung-burung itu membentuk seperti sayap burung. Pohon di sekitar menari-nari dengan alunan angin sepoi. Pintu-pintu rumah tetangga Kyra tertutup dan tidak terlihat anak-anak yang sering bermain ke luar rumah.
Perut Kyra mengoceh, suara itu membuat Kyra mewujudkan keinginan perut yang tidak sabar menunggu, sementara toko masih terbuka. Pikirnya akan sebentar saja karena ingin mengambil makanan di dapur rumah. Piring putih kaca ada digenggaman, aroma lauk di meja makan terhirup dari hidung mancung di wajah tirus Kyra untuk mendekatinya. Keheningan jelas sekali dirasakan Kyra. Kursi kosong yang tidak memiliki beban datang tiba-tiba saat seorang perempuan lapar menghampirinya.
Terbetik panggilan seorang laki-laki dari teras rumah. Suara itu membuat pengecapan Kyra terhenti. Firasat buruk membisikkan hatinya. Mengalahkan rasa takut untuk tidak mengabaikan suara yang mendesak hati Kyra. Gelagat pembeli ditunjukkan oleh dua orang laki-laki dewasa itu. Sinyal keburukan semakin membuat hati terus berprasangka buruk. Kelembutan hati masih tersisa untuk berprasangka baik, karena orang itu hanyalah pembeli biasa.
“Mau beli apa?” seru Kyra pada dua laki-laki yang memberi firasat buruk padanya.
“Beli es rasa ini ya.” sahut laki-laki kurus berbadan tinggi dan berkulit gelap sambil menunjukkan rasa es yang diinginkan.
“Ini aja?” Kyra semakin ragu dengan orang asing berkendara roda dua itu, karena hanya membeli es dengan nominal dua ribu rupiah padahal pembeli ada dua orang.”
Mata Kyra memperhatikan dua orang laki-laki itu sedang berdiskusi singkat sembari menunggu jawaban pertanyaanya.
“Aku nggak beli mba.” balas pelan laki-laki gemuk dengan mata merah dan cukuran rambut yang berantakan.
Laki-laki kurus itu sering sekali membuka percakapan, namun Kyra tidak memperdulikannya. Hentakan suara kaki pelan-pelan sangat jelas pada indra pendengar. Kyra semakin yakin dengan firasat di rumahnya. Bisikan hati memberi kesan buruk dari seorang laki-laki gemuk tadi, melirik dengan cepat. Seorang laki-laki gemuk itu ternyata tidak berada di samping temannya. Pertanda kebenaran pada hati membuat diri Kyra merespon tiba-tiba berlari ke rumahnya tanpa peduli dengan laki-laki kurus yang berteriak memanggil Kyra.
“Mba… mba… es aku mba, mbaa mau ke mana?” mimik wajah ketakutan seperti orang yang rahasianya tidak ingin terbongkar sekarang.
“Eh mau ngapain!” pertama kali suara keras dikeluarkan Kyra sambil memasang wajah marah dengan kaki dan hati yang bergetar.
Laki-laki gemuk itu telah berada di depan pintu Kyra, tidak sempat masuk Kyra menahannya tiba-tiba.
Kyra seperti memakai topeng, wajah dan suaranya pertama kali ditampilkan pada laki-laki gemuk itu. Sampai-sampai membuat laki-laki itu membeku dan membisu di hadapannya. Emosi Kyra sangat tidak stabil dan tidak dapat dia kendalikan pada penyamar itu.
Laki-laki gemuk itu berjalan mundur tanpa berbicara satu kata pun di hadapan Kyra. Ini sangat membuat Kyra mudah untuk menakutinya.
“Eh om! Mau ngapain masuk ke dalam rumahku?” mata Kyra tajam ke arah laki-laki gemuk itu.
“Nggak mba, saya cuman mau ini foto dan cek listrik.” suara pelan dan gugup kepada Kyra sambil berpura-pura sedang memfoto.