Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, perjalanan saya kali ini tidak menggunakan pesawat udara, melainkan menggunakan kapal Pelni KM Lambelu. Ini adalah pengalaman pertama saya naik kapal sebesar dan selama ini.
Selasa siang, 30 Agustus, pukul 12:00 Wita, akhirnya saya menginjakkan kaki di tanah Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama 24 jam pelayaran dari Makassar menuju Larantuka, inilah titik start saya memulai petualangan menjelajah Flores.
Larantuka. Mungkin banyak orang yang belum mengenal tentang kota kecil ini. Larantuka merupakan ibukota dari Kabupaten Flores Timur. Secara geografis, letak kota Larantuka ini dibangun dengan bentuk memanjang dari arah Barat ke Timur, dikarenakan kota ini diapit oleh laut dan juga gunung.
Meskipun termasuk kota kecil, di sepanjang jalan utama di Kota Larantuka ini terdapat banyak kantor pemerintahan yang berjajar. Ada juga pertokoan, pasar, rumah penduduk, serta hotel di sana. Namun biasanya untuk rumah penduduk di kota Larantuka ini berada di sebuah gang-gang yang terhubung dengan jalan utama.
Mengawali perjalanan menjelajah Flores, saya jalan-jalan dulu ke Taman Doa Mater Dolorosa yang berada tak begitu jauh dari pelabuhan. Taman ini berada di pinggir pantai, di Jalan Basuki Rachmat.
Terdapat 12 bangunan berbentuk rumah mini berjajar di sepanjang bibir pantai. Di tiap bangunan terdapat pahatan gambar berwarna emas yang menceritakan Prosesi Jalan Salib.
Di ujung sebelah utara terdapat sebuah patung besar berwarna putih menghadap altar dengan tulisan Mater Dolorosa (artinya Bunda Dukacita). Patung itu menggambarkan Bunda Maria yang sedang duduk sambil memangku Yesus dengan raut wajah yang sedih.
Di seberang jalan, berdiri sebuah kapel (gereja kecil) dengan arsitektur bangunan yang cantik dan menarik, yang tak lain adalah Kapel Tuan Ana. Nun jauh di belakang kapel, berdiri menjulang Gunung Ile Mandiri.
Taman Doa Mater Dolorosa beserta Kapel Tuan Ana ini merupakan salah satu ikon (landmark) Kota Larantuka. Tak heran kalau tempat ini selalu menjadi tujuan utama sekaligus obyek foto favorit para turis yang berkunjung ke Larantuka.
Sebenarnya masih banyak kapel-kapel cantik lainnya di Larantuka. Kota ini memang mempunyai julukan sebagai “Kota Seribu Kapel.”
Di Larantuka, semua fasilitas yang ada juga sangatlah memadai. Mulai dari persediaan air bersih, listrik, hingga alat telekomunikasi pun sudah tersedia.
Dan biasanya, para wisatawan berkunjung ke Larantuka ini adalah saat hari raya keagamaan berlangsung, yakni ketika Jumat Agung serta Paskah. Memang sudah menjadi tradisi sejak lama, jika saat hari raya keagaamaan akan ada prosesi arak-arakan kapal menelusuri selat di pinggiran kota saat pagi hari, dan saat malam harinya banyak para peziarah yang akan mengikuti kegiatan jalan salib mengelilingi sebagian besar kota Larantuka.
Semana Santa yang Mendunia
Salah satu tradisi yang sangat membumi di Larantuka adalah Semana Santa. Semana Santa merupakan salah satu tradisi umat Katolik.
Semana Santa sendiri sudah berlangsung lebih dari 500 abad. Dan sampai saat ini Semana Santa masih tetap hidup.
Banyak sekali pengunjung yang datang ke kota kecil ini. Larantuka seketika ramai dengan para peziarah dari berbagai kota dan negara. Jumlah hotel yang tidak memadai bukan menjadi masalah untuk para peziarah. Mereka yang tidak mendapat penginapan bisa menginap di rumah-rumah warga.
Mengenal Semana Santa
Jika ada yang belum tahu tentang Semana Santa, berikut penjelasannya singkatnya. Umat Katolik di Larantuka Flores Timur, merayakan perayaan Paskah yang dimulai dari Rabu TREWA.
Kemudian Kamis PUTIH, di mana perayaan berpusat di Kapela TUAN MA (Lohayong) Dan Kapela TUAN ANA (Pohonsirih).
TUAN ANA sebutan untuk Yesus Kristus, sedangkan TUAN MA sebutan untuk Maria, ibunda Yesus dalam bahasa Nagi (bahasa Melayu Larantuka). Di kedua Kapela dilakukan Upacara MUDA TUAN: Pengurus Kapela membuka Pintu sehingga Umat diperkenankan berkunjung.
Di Kapela TUAN MA tersimpan patung Bunda Maria setinggi dua meter, sedangkan di Kapela TUAN ANA tersimpan sebuah peti berisikan patung Yesus. Tak sembarang orang yang boleh melihat patung hanya CONFRERIA yang sudah diangkat sumpah serta beberapa suku tertentu dan pihak kerajaan yang dapat melihat isi dari peti maupun di balik jubah Maria.
Umat dan peziarah wajib membuka alas kaki, berjalan dengan lutut, tangan terlipat di dada di depan patung dan peti. Umat bersujud dan mencium bagian kesemek dan sisi bawah peti TUAN ANA. Adapun ibu-ibu (MAMA MUJI) melantunkan lagu-lagu pujian dan doa dalam bahasa Portugis.
Kamis Putih
Umat masih diberi kesempatan untuk berziarah di kedua Kapela. Umat datang dari berbagai kawasan di Tanah Air. Bahkan peziarah dari mancanegara berdatangan ke Larantuka untuk mengikuti prosesi Semana Santa, esok harinya.
Jumat Agung
Hari Puasa dan Pantang Wajib Umat Katolik. Inilah puncak devosi peninggalan para paderi Portugal abad ke-16 yang disebut Semana Santa.
Warga Larantuka sibuk mempersiapkan Armida atau stasi atau perhentian Jalan Salib. Warga juga membuat pagar bambu (turo) di sisi kiri dan kanan jalan, klien untuk membuka posisi prosesi berlangsung. Di atas turo itu dipasang lilin yang akan menyala sepanjang malam.
Semana Santa bukan merupakan devosi untuk memperingati sengsara Yesus Kristus wafat, tetapi janji keselamatan Allah. Di mana patung Bunda Maria dan Yesus Kristus akan diarak mengelilingi Larantuka. (*)
Penulis: Sriyanto