Hari Gizi Nasional 2022 ke-62 diperingati pada 25 Januari 2022 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengampanyekan aksi Cegah Stunting dan Obesitas.
Sejarah Hari Gizi Nasional 2022
Ditinjau dari sejarah gizi Indonesia, sejak tahun 1950 telah dimulai upaya memperbaiki gizi masyarakat. Menteri Kesehatan Dokter J Leimena mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR). LMR waktu itu lebih dikenal sebagai Instituut Voor Volksvoeding (IVV), bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman.
Prof. Poorwo Soedarmo dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia. Hari Gizi Nasional (HGN) diselenggarakan untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR pada tanggal 25 Januari 1951.
Sejak saat itu pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Kemudian disepakati bahwa tanggal 25 Januari di peringati sebagai Hari Gizi Nasional Indonesia.
Tema Hari Gizi Nasional 2022
Dalam peringatan kali ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil tema Hari Gizi dan Makanan Nasional 2022 yaitu “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas” di Indonesia. Stunting masih menjadi permasalahan yang belum selesai di Indonesia. Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Dr. Dhian Probhoyekti mengatakan permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di dunia.
Bahkan permasalahan ini menjadi fokus secara global. Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14 persen.
Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik. Ini adalah upaya yang sangat besar dan cukup sulit.
Pada saat anak stunting maka terjadi gagal tumbuh ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat. Dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak pada gangguan metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.