Lorong Waktu

Terasa baru kemarin kabar duka itu menggema ditelingaku.

Namun dua Minggu berlalu di semester genap ini beredar kabar bahwa Rama ingin pindah sekolah. Tanpa alasan yang jelas dia pun pergi menyimpan kegundahan khususnya bagiku. Menyimpan teka-teki dan misteri. Apa sebenarnya yang terjadi, aku bingung dengan anak ini.

Namun saat dia di sekolah barunya, dia ternyata tidak lupa denganku, dia menceritakan semua alasnya mengapa dia harus pindah sekolah. Aku mulai paham semuanya, dan sangat aku sayangkan hal itu .

Tepat dihari ulang tahunnya, lagi-lagi kabar duka yang sampai ditelingaku. Rama mengalami kecelakaan dan tidak sadarkan diri. Histerisku menangis karena rasa sakit yang tidak bisa ku bendung lagi, adanya gumpalan entah apa itu yang tersesak didalam dadaku. Tak peduli dengan siapa yang ada di sekitarku, air mataku yang mengalir deras itu membasahi jilbabku.

Selang beberapa waktu sebagian temanku datang kerumah, dan berencana untuk bergegas ke lokasi kejadian. Namun tak sesuai dengan yang direncanakan kami dapat kabar bahwa Rama dilarikan ke RS di luar kota. Karena luka yang dialaminya sangat serius. Bagian kepala dan kakinya yang terlintas ban mobil itu sangat parah.

Harapan kami untuk dia kembali hidup sangatlah tipis, berbagai fikiran tentangnya pun muncul menusuk hingga ubun-ubun. Berat rasanya jika hanya mendengar kabar tanpa melihat langsung keadaanya. Berbagai anggapan pun muncul mengaitkan kecelakaan yang terjadi di hari kelahiran. Bahwa kemungkinan hidupnya tak lagi lama. Mendengar

kata-kata itu kami kembali histeris.

Kami hanya bisa pasrah dengan kehendak Allah. Bagaimanapun semuanya berjalan sesuai dengan takdir. Kami masih berdoa agar kemudian dia kembali sadar. Kami percaya jika Allah berkehendak maka tidak ada yang bisa membantahnya.

Beberapa dari temanku menunggu kabar Rama dari keluarganya. Terakhir kabar yang kami dapat malam itu bahwa tingkat kesadaran Rama menurun. Keluarga Rama pasrah dengan keadaanya dan mereka selalu memberi kabar tentang keadaan Rama.

Aku hanya bisa menangis dan berharap yang terbaik. Malam itu tidur ku tak lelap seperti biasanya, tak setenang seperti sebelumnya. Pikiranku selalu menuju pada sahabat ku itu. Rasa cemas selalu menyelimuti.

- Iklan -

“Tolong yang dapat kabar segera diinfokan di GB yaa” pesan singkat Ku di Grup WhatsApp.

Baca Juga:  Kisah Perang Tiga Raja yang Meruntuhkan Imperium Portugal

“Siap!”. Balasan salah satu teman.

Setelah sholat subuh, hp ku berdering. Panggilan masuk dari teman sebangkuku. Ku jawab panggilan itu. Hisak tangis yang pertama ku dengar darinya. Ku coba tenangkan diri ku berharapa sesuatu hal buruk tidak terjadi.

“Rama” kata temanku dalam telpon itu.




“Rama telah berpulang kepangkuanya”. Katanya tegas seketika kemudian kembali menangis.

Dengan spontan hp yang ada di genggamanku jatuh, aku tidak mengerti lagi harus bagaimana. Kini dia sudah kembali kepada yang khalik. Semua yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali.

Paginya kami bergegas ke rumah almarhum. Hisak tangis mengiringi jalannya pemakaman. Kami berusaha tegar mengikuti rangkaian proses pemakaman. Berusaha mengikhlaskan kepergiannya meski berat.

Setelah kepergiannya, keadaan di ruang kelas begitu suram, terlihat beberapa teman yang masih terpukul dengan kejadian ini. Tidak mudah bagi ku dan teman-teman menerima kenyataan ini. Selama tiga hari keadaan seperti itu yang terus terjadi.

Hingga ku angkat bicara “sampai kapan kita harus seperti ini? Rama tidak ingin kita larut dalam kesedihan, tidak ada gunanya, kita harus ikhlaskan dia agar dia bisa tenang di pangkuannya”. Kataku mengingatkan kesemuanya.

Aku mengungkapkan isyarat yang kudapat dua hari sebelum kecelakaan Rama. Ku ceritakan dalam mimpiku aku melihat semua teman kelas yang berlari di lapangan dengan satu rute, hal ganjil yang ku lihat mengapa ramah berlari berlawanan arah dengan  kami  semua,  tampak  wajahnya  yang  begitu  bahagia  tersenyum  saat  berlari. Perlahan Rama hanya tampak seperti banyang kemudian menghilang. Mungkin itu isyarat Allah untukku namun apalah dayaku yang tidak mengerti bahasa mimpi.

Aku juga menceritakan alasan mengapa Rama harus keluar dari sekolah. Dia pernah dipanggil oleh salah satu guru, dan diminta untuk berhenti sekolah di sekolah ini, dia diancam untuk tidak naik kelas jika memang dia masih sekolah di sekolah ini. Sungguh tidak baik prinsip guru itu.

Tak sepantasnya guru bersikap seperti itu. Dan jika memang ada hal yang tidak disuka dari sikapnya harusnya gurulah yang berperan mendidik siswanya. Terpaksa Rama harus pindah karena dia masih ingin melanjutkan sekolahnya hingga nanti dia menjadi seorang tentara. Itulah harapan dan cita-citanya.

Baca Juga:  Kisah Rasulullah di Akhir Hayatnya

Ditengah ceritaku, hp ku bergetar. Satu pesan masuk dari akun WhatsApp. Pesan itu dari Kakaknya Rama.

“Tolong lihat video ini dek”. Begitu bunyi pesannya.

Diikuti dengan satu file video. Kubuka file video itu. Terlihat dalam video itu Rama sangat bahagia dan tertawa lepas dengan nada musik yang mendukung. Dibagian kanan atas video itu, suatu kata yang sering diucapkan Rama padaku tertera di sana.

“Hargai aku selagi aku masih ada. Dan jangan tangsi aku ketika aku sudah tiada”.

Senang melihatnya bisa tertawa lepas seperti dalam video itu. Video yang dibuat sebelum kejadian tragis yang merenggut nyawanya. Aku berharap semoga dia selalu bahagia di sana.

Masih kutatap sosok yang mirip Rama tadi. Dia membuatku kembali menelusuri lorong waktu yang pernah kututup serapat mungkin. Lorong waktu yang pernah kulalui. Lorong waktu yang kujadikan kenangan hingga nanti aku bertemu dengan sahabatku itu.

Air mataku pun menetes setelah kuingat semuanya kembali. Sosok yang berada di depanku ini heran dan mulai menegurku.

“Hey, kenapa?”.

Teringat masa lalu?”. Katanya seolah mengerti.

Sontak penjelajahan ku di lorong waktu itu buyar seketika. Ku hapus air mataku dengan ibu jariku. Terdiam ku sejenak.

“Mengapa harus ada, bukan ku membenci yang pernah terjadi tapi aku bingung dengan semua ini. Haruskah aku mengenal dia selayaknya orang yang sama? Aku takut jika semua akan terulang kembali”. Kataku dalam hati.

Kemudian aku tersenyum di hadapan orang itu.

“Maaf  jika  kamu  merasa  aneh  dengan  sikapku,  sosokmu  mengingatkanku  dengan seseorang,” ucapku padanya.

“Jangan canggung,” ucapnya sambil tersenyum.

Tidak ada bedanya, ini memeng Rama kedua yang diciptakan Allah, rupa dan cara bicaranya melihatkan hadirnya Rama kembali. Aku percaya ini cara Allah agar aku selalu mengingat nasehat dari Rama “mengharagai yang ada dan jangan tangisi yang tiada”.

Hingga saat ini nasehat itu kuperlakukan kepada semua orang yang aku kenal. Karena pahitnya kehidupan akan dirasakan setelah orang itu tiada. Itulah yang bisa kupelajari dari hubungan persahabatan yang pernah kualami.


Penulis : Mazlina


BACA CERPEN LAINNYA DISINI

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU