Mahasiswa Program Doktor FKM Unhas Ikuti Workshop Health Promotion pada APACPH Conference Bangkok

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Program Doktor FKM Unhas kembali mendapatkan kesempatan untuk menghadiri sekaligus menjadi presenter pada konferensi internasional APACPH yang diadakan di Bangkok, 20-22 November 2019.

Sebanyak 10 mahasiswa yang didampingi oleh Prof. Sukri Palutturi, SKM, MKes, MSc.PH, PhD dan Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM,MKes, MSc.PH bersama-sama dengan peserta dari seluruh penjuru dunia menghadiri kegiatan tahunan yang diadakan oleh organisasi non-profit APACPH tersebut.

Tahun ini konferensi tersebut bertemakan SDG’s inReality.

Kegiatan tersebut terbagi menjadi dua bagian besar yaitu, pre-conference dalam bentuk workshop dan international conference dalam bentuk seminar.

Baca Juga:  GenBI Weekend Literacy: Menggugah Minat Baca Generasi Muda melalui Literasi Beragam

Dari lima kategori workshop yang tersedia, mahasiswa dan dosen FKM Unhas mengikuti dua kelas workshop.

Kegiatan workshop pertama bertemakan mengenai promosi kesehatan. Salah satu pembicara dalam workshop tersebut adalah Dr. Masamie Jimba yang merupakan APACPH Presiden dengan topic “Overcoming Diversity and Inclusiveness Challenges for Health Promotion in the Era of Society 5.0”.

Dikatakan oleh Dr. Jimba bahwa dalam praktek promosi kesehatan masih terdapat kesenjangan dan inklusivitas.

Baca Juga:  GenBI Sulawesi Selatan Gelar Seminar “Boost Your Future” untuk Persiapkan Anggota Hadapi Dunia Kerja

“Masih banyak kelompok-kelompok yang dikecualikan dalam kehidupan sosial, lebih khusus dalam pemberian pelayanan promosi kesehatan,” jelasnya.

Yang dimaksud sebagai anggota dalam kelompok tersebut adalah anak-anak, orang dengan disabilitas, tahanan, orang dengan HIV/AIDS, lansia hingga para pengungsi.

- Iklan -

Lebih lanjut dikatakan bahwa sebaiknya dalam praktik pelaksanaan pelayanan promosi kesehatan dilakukan langsung pada populasi vulnerable yang telah disebutkan sebelumnya dengan memegang prinsip “No One Left Behind”.

Prinsip ini sebelumnya telah disampaikan oleh Nelson Mandela pada tahun 1995 bahwa sebuah negara sebaiknya tidak dinilai dari caranya memperlakukan penduduk tertingginya, melainkan penduduk terendahnya. (FP/Rls)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU