Masa Kecilku yang Terenggut

Disaat 1 jam terakhir di hari latihan terakhir, adikku datang,”Assalaamu’alaikum, Bu. Kak Fsylqie,kakak disuruh ibu pulang!”, kudengar     perkataan     adikku,     sedangkan     Firzha berusaha menahan tangisannya.

“Ada apa, Fan?”, tanyaku. “Kenapa Ibu nyuruh kakak pulang?”,tambahku.

Firzha    menjawab,   “Uwa meninggal, Fsyl!”, serunya    dengan    suara sedikit bergetar. Aku terkejut dan langsung berlari menuju rumah, kulihat Ayah sudah berbaring dengan dilapisi kain kafan, setelah itu aku memeluknya sambil meneteskan air mata.

“Ayah, kenapa engkau begitu cepat meninggalkan kami?”, ujarku sambil meneteskan air mata. Hatiku berkata, “Ya Allah, siapa yang akan menggantikan peran ayah dalam keluargaku”. Ibuku menangis tanpa suara, begitupun aku.

Adikku, Fannie yang baru sampai ke rumah, segera memeluk Ibuku dengan erat, begitupun aku. Aku tahu, ini adalah cobaan yang berat untuk keluarga kami.

Keluargaku hanya pasrah terhadap apa yang sedang terjadi, kulihat dua orang adik terkecilku yang bahkan belum memiliki dosa, harus rela ditinggalkan oleh Ayahnya pada usia yang baru menginjak 3 dan 4 tahun.

Sejak aku kecil, aku selalu bermain bersama Ayahku di pos ronda depan rumahku. Hanya itulah salah satu kenangan yang sangat berharga bagiku. Biaya pemakaman Ayah telah dilunaskan oleh Ibuku dengan uang tabungannya yang selama ini ia kumpulkan untuk biaya pendidikan anak-anaknya.

Hari ini adalah hari yang kutunggu- tunggu semenjak orangtuaku masih lengkap. Namun, saat ini tidak berarti apa-apa. Acara perpisahan berjalan dengan meriah, hanya saja para penonton menyayangkan performa tariku yang turun drastis.

Pada awalnya, setelah lulus SD aku akan melajutkan pendidikan ke jenjang SMP, tetapi karena biaya pendidikanku sudah tidak tersisa, maka aku tidak memiliki kesempatan untuk mencari ilmu ke jenjang selanjutnya.

- Iklan -

Disaat anak-anak kecil seusiaku menikmati masa kanak-kanaknya, aku harus bekerja untuk membantu Ibuku memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kami. Aku dan Ibuku bekerja sebagai kuli cuci dan setrika, serta pembersih kebun.

Aku dan Ibuku bekerja secara bergilir, Ibuku bekerja di pagi hari, sedangkan aku bekerja di siang hari. Alhamdulillah, gaji dari pekerjaan kami berdua dapat memenuhi kebutuhan   keluarga kami.

“Seengaknya, aku saja yang tidak melanjutkan sekolah,adikku jangan sampai”, aku bersyukur kepada Allah, berkat nikmatnya, kebutuhan adik-adikku masih dapat terpenuhi.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU