Di kehidupan dunia, sebagian orang ada yang hidup dalam kemiskinan. Namun ketika dia mampu bersabar atas kondisi tersebut, maka dalam hadits disebut dirinya akan masuk surga 500 tahun lebih dahulu dari orang kaya.
Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Ketahuilah! Kemiskinan adalah penyakit. Siapa saja tertimpa kemiskinan lalu bersabar, dia mendapat pahala atas kesabarannya. Itulah kenapa orang-orang fakir masuk Surga 500 tahun lebih dahulu (sebagaimana hadits riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi) sebelum orang-orang kaya, yaitu karena kesabaran mereka menghadapi ujian.
Harta adalah nikmat dan nikmat itu perlu disyukuri. Orang kaya, meski lelah dan menanggung resiko, laksana mufti dan mujahid. Sementara orang fakir laksana orang yang menyendiri di sudut kamar.
Abu Abdurrahman as-Sulami dalam kitab Sunanush Sufiyah, di Bab “Karahiyah an Yukhalifal Faqir Syai-an” (Seorang Fakir Makruh Mewariskan Sesuatu) menyebut hadits ihwal seorang Ahlush Shuffah yang meninggal dunia dan meninggalkan dua dinar, lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “(Dua dinar itu merupakan) dua setrika (baginya).” (Hadits riwayat Ahmad dari Ali)
Ibnul Jauzi berkata, Ini adalah hujjah orang yang tidak memahami kondisi. Sebab orang fakir itu turut menerima sedekah bersama orang-orang fakir lain, namun dia malah menyimpan uang sedekah yang didapatkan. Itulah alasan kenapa Rasulullah bersabda: “(Dua dinar itu merupakan) dua setrika (baginya).”
Apabila yang dilarang di sini memang mengumpulkan harta, tentu Rasulullah ﷺ tidak bersabda kepada Sa’ad: “Sungguh, bahwa kamu meninggalkan ahli warismu dalam kondisi berkecukupan adalah lebih baik bagimu daripada kamu meninggalkan mereka dalam kondisi miskin, dan (hingga mereka) meminta-minta kepada orang lain.” Dan, tidak akan ada seorang pun di antara para Sahabat yang mewariskan harta, sedikit pun.
Umar bin al-Khathab mengatakan: “Rasulullah ﷺ mendorong kami agar bersedekah, kemudian aku datang dengan membawa separuh harta milikku. Rasulullah ﷺ pun bertanya: ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ ‘Sebesar yang aku sedekahkan itu’,” jawabku. Beliau ﷺ tidak mengingkarinya.”
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan bathilnya ucapan para sufi bodoh, bahwa siapa pun tidak diperkenankan menyimpan harta hari itu untuk esok hari, maka yang berbuat demikian berarti dia telah berburuk sangka kepada Allah dan tidak bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benarnya.”
Ibnu Jarir berkata: “Begitu pula halnya sabda Nabi ﷺ: ‘Milikilah kambing, karena ia (kambing) berkah.’ (HR Al-Khatib)
Sabda ini menunjukkan kekeliruan kaum sufi yang berpendapat tidak sah tawakal para hamba kepada Rabb kecuali dia memasuki pagi hari tanpa memiliki barang apa pun, lantas memasuki sore hari dalam kondisi yang sama. Bukankah beliau ﷺ menyimpan bahan makanan selama satu tahun untuk (sebagai persediaan) istri-istri beliau?” (HR Bukhari dan Muslim)