“Hei, kamu tahu berapa kali aku gagal?” tanyaku pada seorang teman yang sedang kehilangan kepercayaan dirinya.
“Aku tebak, pasti gak pernah, kan?” jawabnya, “Iya atuh! Hampir setiap senin selalu ada berita dari amanat kepala sekolah kalau kamu menang banyak lomba! Ahh, aku gak punya bakat seperti kamu. Buktinya aku gagal, hehe.”
Aku tertawa, “Tentu aku pernah gagal! Total kegagalan aku lebih banyak dibandingkan berhasilnya, lho!”
Aku tersenyum dan mempererat genggaman tangan kami, “Aku tahu rasanya kegagalan pertama. Kamu boleh sedih, kok. Tapi ingat, kamu harus berjuang lagi dan terus belajar. Aku percaya kamu bisa. Aku akan selalu dukung kamu. Jangan lupa segera bangkit, ya!”
“Pantas kamu dicintai semua orang di sekolah ini. Aku terharu. Kenapa sih, kamu baik banget?” tanyanya.
Aku tertawa, “Apasih! Ini kan memang tugas seorang teman tahu!”
***
“Mila?” Perempuan itu menghentikan langkahku dan ayah.
Aku tersenyum dan bersalaman dengannya. Kemudian kami bertiga bercakap tentang kabar masing-masing. Hari ini adalah pembagian hasil belajar para siswa di sekolahku. Ayah tersenyum melihat namaku diurutan peringkat pertama. Akhirnya aku bisa membuat orang yang terkasih di hidupku tersenyum hari ini.
“Lho, jadi mama sama Mila sudah kenal?” tanya Rea, teman satu kelasku.
Semesta suka sekali memberi kejutan kecil yang berarti. Perempuan itu kawan lama ayah dan ternyata mama teman sekelasku. Mama Rea mengajak kami semua untuk ke kafe kecil di dekat sekolah. Mama Rea dan ayah saling lempar nostalgia. Aku dan Rea mendengarkan banyak kisah. Sesekali aku tatap wajah ayah ketika mereka berdua membicarakan Dia. Terkadang aku melihat semburat aura biru di wajah ayah.
“Wah, Rea, mama gak menyangka teman baru yang kamu pernah bilang baik dan suka dukung kamu jadi penulis itu, ternyata Mila! Mama selalu penasaran sama teman yang bisa membuat kamu menang lomba dan berkegiatan sehat. Maaf, mama selalu saja lupa karena pekerjaan,” ucap Mama Rea.
“Tapi sekarang sih, mama udah gak heran. Anak dengan sifat dan pesona yang luar biasa, Milla benar-benar mirip dengan Jully Pallas!”
Aku tersenyum kecil. Saat aku menoleh ke kanan, ayah sedang menatapku dengan mata berkaca-kaca.
***
Jully adalah wanita yang memiliki paras cantik. Tidak hanya gerakan menarinya, lembut juga sifat dan perilakunya. Wanita itu selalu terlihat di sebuah tempat sanggar seni. Selalu ada dalam pertunjukkan tarian di gedung kesenian. Penampilan dengan adanya Jully mempunyai warna tersendiri.
Pedulinya dengan seni apa saja, terbukti ia selalu ambil bagian dalam kepanitian suatu pameran atau festival berkaitan dengan seni. Semua dilakukan karena cintanya pada seni. Terlebih pada seni negerinya sendiri, Indonesia. Wanita itu juga mencintai negeri dan para pelestarinya. Terkenal peduli dan baik pada setiap orang juga suka membantu. Multitalenta. Inspirasi banyak orang. Panutan yang patut.
Jully hidup menetap di hati banyak orang. Para penontonnya. Kawan pun semua rekan. Guru, dosen, dan para senior pengajarnya. Negeri yang ia cintai. Pada hati Galih Pallas yang berhasil menambahkan nama belakang yang sama kepadanya.
Jully Pallas hidup abadi.
***
“Halo pendengar setia Radio Milenial! Kembali lagi di acaranya Inspirasi Anak Muda! Kali ini kita kedatangan anak muda yang keren abis, nih! Usia 16 tahun dengan prestasi segudang dan banyak keterampilan. Akrab disapa Mila, punya banyak keterampilan yang hebat. Suka menulis cerita, puisi, dan sajak. Halo, Mila! Kita mau tanya nih, kenapa sih kamu suka sekali menulis?”