Memesona

“Karena setiap cerita yang aku tulis, ada surat cinta,” jawabku. “Surat cinta?”

“Cerita, puisi, sajak, yang ditulis oleh hati adalah surat cinta. Surat cinta yang ingin aku berikan. Kepada yang dituju, orang yang aku kenal atau tidak sama sekali, surat cinta ini untuk siapa saja. Aku menulis tiap kata dengan cinta. Ketika ada yang membaca dan menghargai karyaku, cintaku terbalaskan. Cinta yang terbalaskan itu rasanya bahagia, kan?”

“Ya ampun! Bahasanya sudah tinggi sekali, ya! Kita jadi terharu! Oh, ya, Mila ini juga turut mengajak orang-orang sekitarnya untuk mencintai Indonesia lewat seni, budaya, dan bahasa! Mila mempunyai Rumah Baca dan juga merupakan pendiri dan pemimpin sebuah komunitas pemuda, lho! Kenapa sih Mila mau semua orang mencintai Indonesia? ”

“Aku ingin mengenalkan pada semuanya bahwa negeri kita sangat mencintai rakyatnya. Maka itu, generasi penerus dan pelurus negeri ini harus mencintainya juga. Negeri kita menghadiahkan berbagai seni indah kepada kita. Maka harus kita nikmati. Budaya yang cinta damai, negeri ingin kita hidup aman dan tentram. Maka mari kita saling mencintai. Negeri kita punya satu bahasa yang mempersatukan, mari gunakan dengan baik!”

Baca Juga:  Kisah Rasulullah di Akhir Hayatnya

“Wahh, anak Indonesia ini! Milenial Indonesia harus mencontohnya! Milla, siapa sih orang yang menginspirasi kamu? Atau kamu ingin menjadi seperti siapa?”

Pertanyaan itu langsung membuatku teringat padanya, “Namanya Jully Pallas. Dia adalah penari dan pelestari tradisi negeri. Dia dicintai semua orang. Karena ia juga mencintai semuanya. Aku ingin bisa punya hati penuh cinta dan kasih sepertinya.”



***

Hatiku tidak sabar. Di perjalanan, aku bermonolog dalam hati. Perjalanan yang membuat hati berdesir. Rasa bernama rindu yang membuatnya begitu. Jully Pallas penyebab rindu itu. Aku akan menemuinya hari ini.

- Iklan -
Baca Juga:  Kisah Perang Tiga Raja yang Meruntuhkan Imperium Portugal

Aku teringat kata-kata Mama Rea. Tentang pesonaku yang mirip dengan seorang Jully Pallas. Meski aku hanya mempunyai waktu yang terlampau sedikit bersamanya, tidak seperti ayah maupun Mama Rea.

Aku membayangkannya. Wanita cantik berambut panjang dengan bulu mata lentik yang suka sekali memakai daster bermotif batik di rumah. Aku mengingat-ingat senyum dan harumnya. Aku tidak sepertinya. Pesona Jully Pallas tidak pernah tergantikan. Ia abadi dan selalu di hati.

“Sayang, kita telah sampai di makam,” bisik Ayah lembut.

Meski yang kutemui hanya batu nisan bertulis namanya, biarkan rindu dan segala cinta di harinya ini kami nyatakan dalam doa.

‘Ibu, selamat ulang tahun. Aku selalu mencintaimu.’


Penulis : Natania Luvena Lais


Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU