FAJARPENDIDIKAN.co.id-Studi baru mengatakan bahwa keberadaan protein tertentu di mata adalah faktor kunci dalam sistem navigasi burung.
Navigasi memiliki nilai yang sangat penting pada burung. Mereka dapat terbang dengan durasi panjang, bahkan ke tempat-tempat yang tidak pernah mereka datangi.
Namun, burung dapat kembali ke rumah mereka setelah menghabiskan waktu beberapa bulan bepergian. Bagaimana bisa mereka tidak kehilangan arah, padahal tidak ada petunjuk di langit? Penelitian ini telah menjadi topik serius di kalangan para ilmuwan sejak lama.
Para ilmuwan telah menduga sedari dulu bahwa burung dapat merasakan dan bereaksi terhadap medan magnet Bumi, bergantung pada kompas internal mereka untuk bernavigasi di planet ini.
Tapi dua studi baru yang diterbitkan dalam The Journal of the Royal Society Interface dan Current Biology mengklaim telah mengidentifikasi zat protein spesifik pada spesies burung tertentu (burung pipit zebra dalam studi sebelumnya, robin eropa pada studi terbaru) yang berfungsi sebagai sensor medan magnet.
Meski mekanismenya dasar, namun banyak hal yang belum dapat dipastikan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang menyatakan bahwa kompas ini ditemukan di bagian paruh dan sel-sel kaya zat besi di paruh bertindak sebagai sistem navigasi.
Tetapi teori ini memiliki beberapa kekurangan seperti bagaimana burung menerjemahkan pengindraan di paruh ke sinyal arah.
Kini, para peneliti menyarankan bahwa bukan zat besi di paruh burung, tetapi jenis protein tertentu yang memainkan peran penting dalam navigasi burung. Dalam upaya terbaru, para peneliti juga mencoba untuk mencari tahu di mana sistem navigasi ini berada di bagian kepala. Akhirnya mereka menemukan bahwa protein tersebut mungkin terletak di mata.
Para peneliti sampai pada kesimpulan ini setelah menganalisis protein yang berbeda pada mata burung pipit zebra. Mereka secara khusus mempelajari zat bernama Cry1, Cry2, dan Cry4–protein yang terkait dengan jam sirkadian.
Peneliti menemukan bahwa kandungan Cry1 dan Cry2 cenderung naik dan turun sepanjang hari. Hanya protein Cry4 yang tetap konstan tanpa bergantung waktu dan kondisi pencahayaan. Temuan tersebut membuat para peneliti percaya bahwa protein ini memiliki tujuan lain selain mengatur jam biologis.
“Kami mengukur ekspresi gen Cry1, Cry2 dan Cry4 di retina, otot dan otak dari pipit zebra selama hari sirkadian untuk menilai apakah mereka menunjukkan ritmisitas sirkadian,” kata penulis dalam penelitian ini. “Cry1 dan Cry2 menampilkan variasi harian di retina seperti yang diperkirakan untuk gen jam sirkadian, sementara Cry4 diekspresikan pada tingkat yang konstan dari waktu ke waktu.”
“Kami menyimpulkan bahwa Cry4 adalah calon magnetoreptor yang paling memungkinkan dari kompas magnetik bergantung cahaya pada burung.”
Setelah ditemukan protein apa yang memegang peran, lalu apa yang sebenarnya dilihat burung? Jawabannya masih belum bisa dipastikan. Hingga kini kita belum bisa mengetahui secara pasti seperti apa dunia ini jika dilihat dari mata mata spesies lain, tetapi kita bisa menebak dengan sangat kuat.
Menurut para peneliti di kelompok Theoretical and Computational Biophysics di University of Illinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat, mereka dapat menyediakan “filter” medan magnet layaknya gambaran dari yang dilihat bidang pandang burung–seperti pada gambar di atas.