Traveling; salah satu cara saya bersyukur dan mengagumi ciptaan Tuhan.
Oleh: SRIYANTO – Ende, NTT
Perjalanan menjelajah Flores kini telah memasuki wilayah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka, saya dan 11 traveler dari berbagai wilayah di Indonesia, menuju Ende dengan menyewa mobil pick-up.
Dengan menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, akhirnya saya bersama tim Jala Mana Nusantara tiba di Kampung Nuapaji, Desa Jopu, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende. Siang itu, jam tanganku menunjukkan pukul 13:35 Wita.
Kami mampir di Ola Ngari, sebuah rumah singgah bagi para traveler. Rumah singgah ini berada persis di kaki Gunung Kelimutu, jalan poros Ende – Maumere.
Menginap di Ola Ngari adalah agenda kami, sebelum mengunjungi Gunung Kelimutu. Selain bisa beristirahat dan mengumpulkan energi yang terkuras, saya dan tim bisa melihat secara langsung kehidupan masyarakat, termasuk salah satu rumah adat di kampung ini.
***
Menuju Puncak
Pukul 03:00 dini hari, dingin masih menyelimuti kampung Nuapaji. Disaat warga kampung masih terlelap, saya dan tim Jala Mana Nusantara sudah harus melakukan perjalanan menuju Kelimutu.
Kelimutu merupakan gabungan dari kata “keli” yang berarti gunung, dan “mutu” yang berarti mendidih. Gunung ini terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT.
Jalanan menuju Kelimutu lumayan berliku. Tikungan-tikungan tajam bisa membuat celaka jika tidak berhati-hati. Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam.
Sebelum memasuki area Taman Nasional Kelimutu, kami berhenti sejenak di pos untuk mengurus perizinan. Tidak susah mengurusnya di gerbang Kelimutu ini.
Cukup membayar karcis seharga Rp5000 per orang, wisatawan domestik sudah bisa memasuki kawasan Taman Nasional Kelimutu. Namun untuk wisatawan mancanegara dikenakan tarif Rp150ribu per orang.
Selesai mengurus perizinan, saya dan tim bergegas menuju titik awal pendakian. Terdapat beberapa rute yang dijelaskan dengan papan pengumuman.
Pohon-pohon cemara yang menjadi vegetasi utama di area ini juga seolah masih tertidur. Saya terus berjalan walau dada mulai terasa sesak disebabkan efek belerang yang terkandung di gunung ini.
Suasana gunung Kelimutu pagi itu cukup ramai. Selain wisatawan domestik, banyak juga turis mancanegara yang ingin menyaksikan sunrise (matahari terbit).
Setelah berjalan kaki menapaki anak tangga selama lebih dari setengah jam, akhirnya kami menjejakkan kaki di puncak Kelimutu. Ku lirik jam tanganku, pukul 05:25 Wita.
Menunggu beberapa saat, cakrawala mulai terlihat memerah. Tanda-tanda matahari sesaat lagi akan keluar menyinari bumi. Cahaya yang dinanti oleh semua umat manusia di bumi, terlebih bagi kami para penikmat matahari terbit di puncak Kelimutu ini.
Dan akhirnya, semua usaha dan rasa lelah terbayar. Sang surya keluar dari peraduannya. Ada rasa syukur. Ada rasa kagum. Perjalanan yang sulit dan berliku, mengantarkan kita kepada keindahan alam yang luar biasa.
***
Keunikan Kelimutu
Selain matahari terbit, berada di puncak gunung dengan ketinggian 1641 mdpl ini, pengunjung juga dapat melihat keunikan danaunya. Danau Kelimutu sering pula disebut dengan Danau Tiga Warna, karena memiliki tiga warna yang berbeda.
Keunikan warna itulah yang membuat para wisatawan mengunjungi obyek wisata ini. Uniknya, warna air danau berubah-ubah dalam waktu yang tidak pasti.
Di balik warnanya yang berbeda-beda, ketiga danau ini masing-masing memiliki cerita yang berbeda-beda pula. Konon menurut kepercayaan penduduk, danau-danau tersebut adalah tempat berkumpulnya jiwa-jiwa manusia yang telah meninggal.
Danau berwarna biru yang bernama Tiwu Nuwa Muri Koo Fai merupakan tempat dimana arwah anak-anak muda dikumpulkan. Danau berwarna hitam (dapat berubah menjadi warna merah) yang bernama Tiwu Ata Polo, merupakan tempat dikumpulkannya arwah orang-orang yang berbuat kejahatan semasa hidupnya. Sementara danau selanjutnya yang disebut Tiwu Ata Mbupu merupakan tempat bersemayamnya arwah orang-orang tua.
Hingga saat ini, Kelimutu merupakan kawasan gunung berapi yang masih aktif. Inilah yang menjadi alasan mengapa warna air danau Kelimutu dapat berubah.
Perbedaan warna-warna ini disebabkan adanya aktivitas vulkanik yang terjadi, beberapa kandungan kimia yang memengaruhi; berupa garam besi, sulfat dan mineral lainnya, serta tekanan gas dan sinar matahari.