Oleh Akhuukum Fillaah
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
ZAKAT MAL AL-MUSTAFAD
Di antara syarat wajib zakat mal (harta) dan perdagangan adalah tercapainya nishab dan di miliki selama setahun (haul).
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan hal ini:
Di antaranya, hadits dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘anhu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا ، فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
“Jika kamu punya 200 dirham dan sudah mengendap selama setahun maka ada kewajiban zakat 5 dirham. Dan kamu tidak memiliki kewajiban zakat untuk emas, kecuali jika kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu memiliki 20 dinar, dan sudah genap selama setahun, maka zakatnya ½ dinar. Lebih dari itu, mengikuti hitungan sebelumnya.” (HR. Abu Daud 1575 dan dishahihkan al-Albani)
Kesimpulan dari hadits:
Jika ada orang yang memiliki harta yang belum mencapai satu nishab, tidak ada kewajiban zakat.
Ketika harta itu bertambah, hingga mencapai nishab, baru mulai dilakukan perhitungan 1 haul. Artinya di tunggu selama setahun.
Jika selama setahun, ternyata tidak kurang dari satu nishab, maka wajib mengeluarkan zakat.
Nishab zakat emas = 20 dinar = 85 gram emas.
AL-MAL AL-MUSTAFAD
Sebagai ilustrasi, kita anggap, 85 gram emas itu senilai 50 juta. Misalnya si A memiliki tabungan 50 juta di bulan Rajab 1436 H, dengan berjalannya waktu sampai satu tahun, harta si A bertambah. Pertambahan inilah yang disebut *”al-Mal al-Mustafad.”
Bagaimana cara menghitung Al-Mal Al-Mustafad…?
Hukum terkait Al-Mal Al-Mustafad di bagi 3:
Mal Mustafad (harta berkembang) itu sejenis dengan harta pokoknya dan hasil dari perkembangan harta pokoknnya.
Misalnya: keuntungan dari dagang atau pertambahan tabungan uang. Al-Mal Al-Mustafad semacam ini wajib di gabung dengan harta pokoknya. Sehingga mengikuti perhitungan haul pokoknya.
Misalnya: di awal bulan rajab 1437, si A memiliki memiliki harta satu nishab (Rp 50 Juta). Perhitungan haul di mulai. Jika dalam perjalanan menuju rajab 1438 harta si A bertambah, maka zakat si A di hitung dengan akumulasi dari harta si A 50 juta, berikut penambahannya.
Mal Mustafad tidak sejenis dengan harta pokoknya.
Harta semacam ini, memiliki perhitungan sendiri, tidak mengikuti harta pokoknya.
Misalnya: si A memiliki emas 85 gram di ramadhan 1347. Selama perjalanan ke ramadhan berikutnya, si A memiliki perak 50 gram. Perhitungan zakat perak 200 gram tidak di satukan dengan emas, tapi di hitung sendiri. Jika perak ini kurang dari satu nishab, maka tidak wajib di zakati.
Mal Mustafad sejenis dengan harta pokok yang sudah satu nishab, namun bukan dari hasil perkembangan harta pokok.
Misalnya: si A memiliki uang 50 juta di ramadhan tahun 1. Ketika sya’ban tahun 2 (sebulan sebelum haul) dia mendapat warisan senilai 100 juta.
Apakah yang 100 juta ini mengikuti perhitungan haul yang 50 juta atau di hitung sendiri…?
Dalam hal ini Ada 2 pendapat:
Dia memiliki perhitungan sendiri. Sehingga ketika ramadhan tahun 2, si A hanya memberikan zakat untuk uang 50 juta. Sementara uang warisan 100 juta, zakatnya Sya’ban tahun depan (tahun 3). *(Ini adalah pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambali)
Perhitungannya di gabungkan dengan harta yang sudah satu nishab. Sehingga harta warisan itu di zakati ketika ramadhan tahun 2. (Ini merupakan pendapat Hanafiyah) (*)