Mengenal Arti Semboyan Tut Wuri Handayani dari Ki Hajar Dewantara

Lantas, seperti apa konsep Tut Wuri Handayani? Mengutip laman Kemendikbud, semboyan "Tut Wuri Handayani" mengandung pesan agar setiap pendidik tidak memaksakan kehendak kepada anak didiknya.

Peringatan Hardiknas sendiri tidak dapat dilepaskan dari sosok Ki Hajar Dewantara, yang merupakan pelopor pendidikan bagi bangsa Indonesia di era kolonialisme.

Tanggal 2 Mei dipilih sebagai peringatan Hardiknas, karena merupakan hari kelahiran sang Bapak Pendidikan Nasional. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang dijadikan semboyan pendidikan adalah “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.

Semboyan itu dapat diartikan sebagai, “di depan, seorang pendidik harus bisa menjadi teladan, di tengah murid, pendidik harus bisa memberikan ide, dan di belakang, seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan”.

Salah satu penggalan semboyan itu, “Tut Wuri Handayani”, digunakan dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penghargaan bagi Ki Hajar Dewantara.

Lantas, seperti apa konsep Tut Wuri Handayani? Mengutip laman Kemendikbud, semboyan “Tut Wuri Handayani” mengandung pesan agar setiap pendidik tidak memaksakan kehendak kepada anak didiknya.

Baca Juga:  Eks Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Diperiksa Polisi

Tut Wuri Handayani berarti mengikuti dari belakang dengan mempengaruhi. Maksudnya yaitu, jangan berusaha menarik anak didik dari depan. Anak-anak yang masih belajar sebaiknya dibiarkan mencari jalannya sendiri. Jika anak didik salah jalan, barulah pendidiknya boleh mengarahkan.

Sekilas tentang Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Dia lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, dan merupakan keturunan bangsawan.

Beliau adalah anak dari Pangeran Suryaningrat dan cucu dari Sri Paku Alam III. Dia mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institur Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Pendidikan di Taman Siswa bertujuan menanamkan rasa kebangsaan mencintai tanah air untuk berjuang memperoleh kemerdekaan.

- Iklan -

Selain itu, semua anggota keluarga Taman Siswa berniat untuk tidak memandang sesama berdasarkan kedudukan pangkat atau garis keturunan. Mereka yang berada di Taman Siswa melepaskan sebutan-sebutan dari zaman feodal, seperti raden, raden mas, raden roro, raden ajeng, raden ayu, dan sebagainya.

Baca Juga:  FTBI Tanah Papua 2024, Ciptakan Generasi Muda Penjaga Bahasa Ibu

Ki Hajar Dewantara termasuk orang yang melakukan hal tersebut. Dia mengganti nama aslinya, Suwardi Suryaningrat, menjadi Ki Hajar Dewantara dan menanggalkan gelar Raden Mas (RM) agar lebih dekat dengan rakyat. Untuk diketahui, “Ki” merupakan kata sapaan kepada orang tua atau guru laki-laki (yang menjadi anutan).

Sedangkan “Nyi” sebagai kata sapaan kepada orang tua atau guru perempuan (yang menjadi anutan), dan Ni adalah kata sapaan untuk perempuan yang belum kawin.

Selain menginisiasi berdirinya Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara juga aktif menulis dengan tema pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisannya tersebut, dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU