Mengenal Tarian Tradisional Kuda Lumping dari Jawa Tengah

Artikel ini akan membahas mengenai Sejarah Tari Kuda Lumping , Makna Tari Kuda Lumping dan Pakaian yang dikenakan oleh para penarinya.

Tari Kuda Lumping, atau sering disebut juga Jaran Kepang, adalah tarian tradisional yang berasal dari Jawa Tengah. Tarian ini dikenal karena penggunaan properti berupa kuda buatan dari anyaman bambu yang disebut kuda lumping atau jaran kepang, serta unsur mistis yang kadang melibatkan atraksi kesurupan. Tari Kuda Lumping adalah bentuk seni pertunjukan yang sarat akan makna spiritual dan kepercayaan tradisional masyarakat Jawa.

1. Sejarah Tari Kuda Lumping

Tari Kuda Lumping sudah ada sejak zaman dahulu dan dipercaya merupakan warisan dari budaya prajurit Jawa yang menggambarkan semangat kepahlawanan para prajurit berkuda. Ada berbagai versi mengenai asal-usulnya, namun sebagian besar menyebut bahwa tarian ini terkait dengan pertempuran prajurit Majapahit saat melawan penjajah, atau menggambarkan latihan perang prajurit yang menggunakan kuda sebagai kendaraan perang.

Di masa lalu, tarian ini juga sering dihubungkan dengan ritual magis dan kepercayaan animisme-dinamisme, di mana penarinya bisa mengalami kesurupan atau berada dalam kondisi trans spiritual.

2. Makna Tari Kuda Lumping

Makna Tari Kuda Lumping sangat erat kaitannya dengan keberanian, semangat, dan perjuangan. Tari ini melambangkan semangat pantang menyerah dari para prajurit yang berperang untuk mempertahankan tanah air. Properti berupa kuda-kudaan mencerminkan kendaraan yang digunakan para prajurit dalam pertempuran.

Selain itu, tarian ini juga sering dianggap sebagai simbol dari interaksi antara dunia manusia dengan kekuatan-kekuatan gaib atau spiritual. Atraksi-atraksi yang menunjukkan kesurupan dan kekebalan fisik, seperti makan beling atau berjalan di atas bara api, sering dianggap sebagai bukti kekuatan magis yang turun ke dalam tubuh para penari saat pertunjukan.

3. Gerakan Tari Kuda Lumping

Gerakan dalam Tari Kuda Lumping sangat energik dan penuh semangat. Beberapa ciri khas gerakannya meliputi:

  • Gerakan Menunggang Kuda: Penari memegang kuda lumping (kuda buatan dari anyaman bambu) dan bergerak seolah-olah sedang menunggang kuda. Gerakan ini mencerminkan pergerakan prajurit yang gagah berani di medan perang.
  • Gerakan Lompat dan Berputar: Penari sering kali melakukan gerakan melompat dan berputar yang dinamis, menggambarkan keceriaan dan semangat prajurit.
  • Gerakan Kesurupan: Dalam beberapa versi pertunjukan, penari yang mengalami kesurupan akan menampilkan gerakan-gerakan liar di luar kendali, seperti makan pecahan kaca atau menunjukkan kekebalan terhadap benda tajam.
  • Gerakan Pukulan dan Tarian Perang: Kadang-kadang, penari juga menirukan gerakan bertarung antara prajurit yang menggunakan senjata atau benda tajam, menciptakan suasana pertempuran yang dramatis.
Baca Juga:  Mengenal Narwhal Hewan Unik Di Dunia

4. Properti dalam Tari Kuda Lumping

Properti utama dalam Tari Kuda Lumping adalah kuda-kudaan atau kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu dan dihias sedemikian rupa untuk menyerupai kuda. Properti ini biasanya berwarna-warni dengan hiasan kain dan benang, memberikan kesan meriah dan ceria pada tarian.

Selain kuda lumping, dalam beberapa pertunjukan, penari yang mengalami kesurupan sering kali menggunakan properti lain, seperti:

- Iklan -
  • Pecut (Cemeti): Digunakan untuk menambah dramatisasi tarian, cemeti ini sering kali dipukulkan ke lantai atau digunakan untuk mencambuk udara.
  • Keris atau Benda Tajam: Digunakan oleh penari yang kesurupan untuk menunjukkan kekebalan mereka terhadap benda tajam.
  • Obor: Beberapa pertunjukan menampilkan penari yang berjalan di atas bara api atau melakukan atraksi berbahaya lainnya.

5. Busana Tari Kuda Lumping

Busana dalam Tari Kuda Lumping sangat sederhana dan biasanya mencerminkan pakaian prajurit atau penari rakyat. Penari mengenakan kostum yang terdiri dari:

  • Celana Panjang dan Kain Batik: Penari laki-laki biasanya memakai celana panjang yang dililit dengan kain batik di pinggang.
  • Ikat Kepala atau Blangkon: Blangkon atau ikat kepala tradisional Jawa sering dikenakan oleh penari laki-laki.
  • Aksesoris Prajurit: Beberapa penari mungkin mengenakan atribut prajurit seperti rompi atau perisai, untuk menambah kesan gagah dan berani.
  • Kostum Warna-Warni: Warna-warna cerah sering kali digunakan untuk menciptakan suasana meriah dalam pertunjukan.
Baca Juga:  Simak!! Sejarah, Ciri-ciri, Fungsi Keunikan dan Filosofi Rumah Mbaru Niang

Busana yang dikenakan biasanya disesuaikan dengan tema pertunjukan, dengan unsur keperkasaan prajurit tetap menjadi sorotan utama.

6. Musik Pengiring

Musik pengiring dalam Tari Kuda Lumping biasanya berupa gamelan Jawa yang terdiri dari:

  • Kendang: Berfungsi untuk mengatur ritme dan irama tarian.
  • Bonang, Saron, dan Gong: Alat musik ini menciptakan melodi yang dinamis dan kadang mendayu, menyesuaikan dengan gerakan para penari.
  • Seruling atau Rebab: Beberapa pertunjukan juga menggunakan seruling atau rebab untuk menambah suasana mistis dan magis dalam tarian.

Irama musik dalam Tari Kuda Lumping biasanya cepat dan penuh semangat, mengikuti gerakan penari yang enerjik dan dinamis. Saat penari memasuki fase kesurupan, musik akan berubah menjadi lebih intens dan cepat.

7. Atraksi Mistis

Salah satu hal yang membedakan Tari Kuda Lumping dari tarian lainnya adalah unsur mistis yang sering kali dihadirkan dalam pertunjukan. Dalam beberapa versi, penari dapat mengalami kesurupan atau trance, di mana mereka melakukan tindakan-tindakan di luar kebiasaan, seperti:

  • Makan Pecahan Kaca atau Beling: Beberapa penari yang kesurupan akan memakan pecahan kaca tanpa terluka.
  • Berjalan di Atas Bara Api: Dalam beberapa pertunjukan, penari juga akan berjalan di atas bara api atau menginjak-injak arang panas.
  • Kekuatan Supranatural: Penari sering kali menunjukkan kekuatan supranatural, seperti kebal terhadap benda tajam atau tidak merasa sakit meski melakukan tindakan berbahaya.

Atraksi-atraksi mistis ini membuat Tari Kuda Lumping memiliki daya tarik tersendiri dan sering dikaitkan dengan ritual kepercayaan masyarakat Jawa terhadap kekuatan supranatural.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU