Mengenal THR, Penjelasan dan Cara Menghitung Besaran yang Diterima

Jelang hari raya, banyak pegawai mulai memikirkan perhitungan pada tunjangan hari raya (THR) mereka. Termasuk mereka yang juga ingin mulai mencari lowongan kerja baru. Tak jarang, mereka mencari tahu cara menghitung THR tersebut.

Setiap perusahaan memang memiliki kewajiban membagikan THR setiap pegawainya. Kebanyakan, perusahaan akan membagikan THR secara merata saat hari Lebaran.

Namun, banyak juga beberapa perusahaan membagikan THR sesuai dengan hari raya yang mereka rayakan, lho!

Nah, semua pegawai memang selalu mendapatkan THR, tapi kok jumlahnya berbeda? Sebenarnya, apakah nominal THR selalu rata? Atau ada cara perhitungan THR tersendiri?

Apa Itu THR?

Tunjangan Hari Raya atau yang biasa disebut dengan THR merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang.

Hari Raya Keagamaan di sini adalah Hari Raya Idulfitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katolik dan Protestan.

Selain itu, ada juga Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.

Apakah THR itu wajib diberikan kepada setiap pekerja? Tentunya wajib.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan.

- Iklan -

Nah, perlu diketahui juga bahwa, dilansir HukumOnline, aturan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Perppu Cipta Kerja yang disahkan menjadi undang-undang pada tanggal 21 Maret 2023, tidak mengatur spesifik mengenai THR karyawan.

Sesuai dengan dengan yang tertera di Permenaker No.6/2016 Pasal 2, pengusaha atau perusahaan wajib memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan atau lebih secara terus-menerus.

Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.

Walaupun karyawan atau pegawai masih berstatus kontrak, THR ternyata wajib dibayarkan oleh perusahaan

Dilansir dari Hukum Online, definisi karyawan kontrak ternyata diatur dalam Pasal 81 angka 15 Undang-Undang Cipta Kerja.

Di sana, disebutkan kalau PKWT atau kontrak hanya dapat dibuat (diperjanjikan) untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

Namun, ada perbedaan mengenai timbulnya hak THR terkait dengan jangka waktu saat terputusnya atau berakhirnya hubungan kerja.

Jika hubungan kontrak antara pekerja dan perusahaan berakhir sebelum 30 hari dari tanggal Hari Raya, maka karyawan tidak mendapatkan THR.

Sebaliknya, jika pekerja tetap yang mengundurkan diri sebelum 30 hari kerja dari tanggal Hari Raya, mereka masih berhak mendapatkan THR-nya secara penuh. Hal ini diatur dalam Pasal 7 Ayat 1 Permenaker 6/2016.

Lalu bagaimana perhitungan atau cara menghitung THR bagi setiap karyawan?

Baca Juga:  Surat AHU PWI Diblokir, Hendry Ch Bangun Tak Punya Legal Standing

Nah, untuk memahami perhitungan THR, kamu harus memahami terlebih dahulu besaran tunjangan hari raya yang berhak diraih pekerja.

Pada dasarnya, aturan mengenai besaran THR pekerja tertera dalam pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan (Permenaker 6/2016) ditetapkan.

Di dalamnya, disebutkan bahwa besaran tunjangan hari raya untuk pekerja adalah sebagai berikut:

Pekerja yang sudah memiliki masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih, berhak diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.

Pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan akan diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan pro rata: (masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah).

Tak hanya melihat aturan di atas, kamu juga harus memerhatikan regulasi dan keterangan yang terdapat di dalam Permenaker 6/2016.

Aturan tersebut menegaskan, apabila perusahaan memiliki perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kebiasaan yang memuat ketentuan jumlah THR lebih besar dari ketentuan 1 (satu) bulan upah, yang berlaku adalah THR yang jumlahnya lebih besar tersebut.

Cara Menghitung THR

Apakah setiap pegawai memiliki jumlah nominal yang sama terhadap THR yang diterima? Ternyata cara menghitung THR telah diatur dalam Pasal 3 Ayat 1 Permenaker No.6/2016 yang berisi:

pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih sebesar 1 bulan upah

pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secra proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 bulan upah

Nominal yang diterima setiap pekerja sudah dapat dipastikan berbeda jika perusahaan menghitungnya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan di atas.

Namun, jika perusahaan ingin memberikan nominal yang lebih dibandingkan cara perhitungan yang sudah ditetapkan pun tidak apa-apa.

Hal yang perlu diingat bahwa perhitungan yang diatur dalam perundangan merupakan jumlah minimal yang wajib kamu terima.

Agar kamu tidak bingung dalam menerima tunjangan, mari hitung bersama besaran tunjangan minimal dengan contoh kasus di bawah ini.

1. Karyawan tetap

B telah bekerja sebagai karyawan di PT. B selama 5 tahun, B mendapatkan gaji dengan rincian berikut:

Upah pokok: Rp. 4.000.000
Tunjangan anak: Rp. 450.000
Tunjangan perumahan: Rp. 200.000
Tunjangan transportasi dan makan: Rp. 1.700.000.
Berapa THR yang seharusnya didapat oleh B?

Rumus dalam perhitungan THR bagi pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan adalah 1 x upah/bulan. Upah yang dimaksud adalah jumlah gaji pokok ditambah tunjangan tetap.

Gaji pokok: Rp. 4.000.000

Tunjangan tetap: Rp. 450.000 + Rp. 200.000 = Rp. 650.000
Tunjangan transportasi dan makan merupakan tunjangan tidak tetap sehingga tidak masuk dalam perhitungan.

Baca Juga:  Kick-Off HPN 2025, Dirut TMII Kenalkan Wajah Baru TMII

Mengapa tunjangan ini dikatakan sebagai tunjangan tidak tetap? Karena tunjangan tersebut diberikan sesuai dengan kehadiran pekerja di kantor atau sesuai dengan absensi.

Jadi, tunjangan tersebut dikategorikan sebagai tunjagan tidak tetap. Lalu, bagaimana perhitungan THR yang berhak didapat oleh B?

1 x (upah pokok + tunjangan anak + tunjangan perumahan)
1 x (Rp. 4.000.000 + Rp. 450.000 + Rp. 200.000) = Rp. 4.650.000
Baca Juga: Berbagai Bonus Tahunan Yang Perlu Kamu Ketahui
2. Karyawan kontrak
M telah bekerja sebagai karyawan kontrak di PT. X selama 7 bulan. Rincian dari gaji M adalah sebagai berikut:

Upah pokok: Rp 2.500.000
Tunjangan jabatan: Rp 300.000
Tunjangan transportasi: Rp 500.000
Tunjangan makan: Rp. 500.000
Berapa THR yang bisa didapatkan oleh M?

Rumus dalam perhitungan THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan adalah perhitungan masa kerja/12 x upah 1 bulan (gaji pokok + tunjangan tetap).

Tunjangan transportasi dan makan dikategorikan sebagai tunjangan tidak tetap karena hanya dibagikan sesuai dengan kehadiran si pekerja.

Maka dari itu, tunjangan transportasi dan makan tidak dihitung dalam proses penghitungan THR. Jadi, perhitungan THR yang berhak M dapatkan adalah:

Masa kerja/12 x Upah 1 bulan (gaji pokok + tunjangan tetap)
7/12 x (Rp. 2.500.000 + Rp. 300.000) = Rp. 1.633.333
Baca Juga: Cara Menghitung Gaji dengan Mudah dari 5 Situs Ini
Apakah Perusahaan Boleh Memotong THR?
cara menghitung THR
© Pixabay

Apakah kamu pernah memiliki pengalaman tunjangan yang kamu terima dipotong? Apakah boleh perusahaan memotong THR yang diberikan kepada pekerjanya?

Dilansir dari Hukum Online, berdasarkan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, THR sebagai pendapatan pekerja bisa saja dipotong oleh pengusaha atau perusahaan.

Hal itu dapat terjadi karena pekerja memiliki utang di perusahaan. Dengan catatan, pemotongannya itu tidak boleh melebihi 50% dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima.

Hal ini bertujuan agar pekerja yang bersangkutan tetap dapat merayakan hari raya keagamaannya.

Satu hal yang perlu diingat juga bahwa utang yang belum dibayar ke perusahaan harus memiliki bukti secara tertulis bukan hanya sekadar omongan saja.

Jadi, jika kamu dianggap memiliki utang ke perusahaan dan terjadi pemotongan dalam tunjangan yang diberikan, segeralah meminta bukti tertulis agar semuanya, termasuk perhitungan THR menjadi jelas.

Jadi, sudah tidak bingung dong dengan perhitungan THR yang semakin jelas? Saat ini kamu tak perlu lagi menerka-nerka berapa banyak tunjangan yang akan kamu terima setiap tahunnya.

Nah, selain pemaparan di atas, pelajari ragam informasi dengan topik yang serupa pada kanal Ketenagakerjaan Glints Blog.

Di sana, tersedia pembahasan lainnya mengenai THR serta hak dan kewajiban pekerja yang sudah Glints ringkas hanya buat kamu.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU