FAJARPENDIDIKAN.co.id – Pada tanggal 2 Maret, Presiden RI Joko Widodo telah mengonfirmasi bahwa virus COVID-19 telah masuk ke Indonesia dengan ditemukannya dua pasien yang positif virus.
Masyarakat diminta untuk tidak panik dan terus melakukan upaya pencegahan. Sebagai salah satu cara cegah COVID-19, banyak ahli kesehatan yang menyarankan untuk menghindari sentuhan kontak secara langsung dengan orang lain seperti jabat tangan atau salaman.
Bentuk Salaman
Seiring merebaknya COVID-19, berbagai langkah pencegahan yang tepat pun terus diperbarui bersama dengan semakin banyak informasi tentang virusnya yang mulai terkuak satu persatu.
Salah satu himbauannya adalah tidak berjabat tangan dengan orang yang sedang sakit. Meski ketika kedua pihak sedang sehat, Anda juga sebaiknya tidak melakukannya dengan tangan yang tidak higienis.
Imbauan tersebut bukanlah tanpa alasan. Tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang paling banyak bekerja dan kerap menyentuh berbagai permukaan. Apalagi jika Anda berjalan-jalan di tempat umum, tidak ada yang bisa memastikan bahwa pegangan tangga atau tombol lift yang Anda sentuh bebas dari virus dan bakteri.
Jika Anda menyentuh permukaan yang telah terkontaminasi, virus atau bakteri tersebut bisa saja berpindah ke mata, hidung, atau mulut jika setelahnya Anda menyentuh bagian-bagian tersebut tanpa mencuci tangan.
Dari sanalah virus bisa masuk ke tubuh dan akan membuat Anda sakit.
Pencegahan ini pernah dijadikan sebuah eksperimen oleh Dr. Mark Sklansky, seorang profesor pediatrik di Sekolah Kedokteran David Geffen, UCLA.
Sebelum merebaknya COVID-19, masalah penularan penyakit yang dipicu dari jabatan tangan di rumah sakit masih menjadi sebuah kekhawatiran. Meski telah ada aturan ketat dalam mencuci tangan, hanya 40% tenaga kesehatan yang benar-benar mematuhi aturan tersebut dengan baik.
Oleh karenanya, Dr. Slansky melakukan percobaan dengan membuat sebuah tanda bergambar jabatan kedua tangan pada lingkaran yang diberi garis di tengahnya. Gambar tersebut ditempel di dinding rumah sakit. Area yang ditempeli gambar tersebut tidak memperbolehkan pengunjungnya untuk melakukan salam dengan berjabat tangan.
Meski tidak secara langsung menunjukkan penurunan jumlah orang yang terinfeksi, percobaan yang dilakukan selama enam bulan tersebut setidaknya membuat banyak tenaga kesehatan dan pengunjung rumah sakit mulai menyadari pentingnya menghindari kontak tangan untuk mencegah penyebaran virus dan bakteri. Artinya, menghindari salaman juga bisa cegah penularan COVID-19.
Skema penyebaran virus COVID-19
Karena COVID-19 merupakan virus yang baru ditemukan, masih harus diteliti lebih lanjut lagi untuk mengetahui bagaimana pastinya dan apa saja faktor yang bisa memicu penyebarannya.
Awalnya, COVID-19 dianggap sebagai airborne virus yang bisa menyebar di udara. Namun, baru-baru ini WHO menyatakan bahwa penyebaran virus COVID-19 terjadi melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut dari orang yang terinfeksi.
Umumnya, terdapat dua cara penyebaran, yaitu dari manusia ke manusia atau bisa juga dengan menyentuh benda yang telah terpapar virus di permukaannya.
Pada antar-manusia, virus ditularkan ketika seseorang menghirup tetesan yang keluar dari orang dengan COVID-19 setelah mereka batuk, bersin atau buang napas. Penularan juga bisa terjadi ketika seseorang berada di dekat orang yang terinfeksi dengan jarak kurang dari dua meter.
Sedangkan seperti yang sudah dijelaskan, orang bisa tertular dengan bersentuhan pada benda-benda yang terkena tetesan yang mengandung virus, lalu orang tersebut menyentuh wajah tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Biasanya orang yang mudah menularkan virus COVID-19 merupakan orang-orang yang sudah menunjukkan gejala. Namun pada beberapa kasus, virus ini juga bisa ditularkan bahkan sebelum gejala pada orang tersebut terlihat.
COVID-19 adalah jenis virus yang sangat mudah ditularkan, terutama jika virus sudah disebarkan oleh superspreader. Superspreader adalah seseorang yang menginfeksi orang lain dengan jumlah yang banyak melalui kontak sekunder. Jika biasanya virus ini ditularkan kepada dua sampai tiga orang dari satu pasien, superspreader bisa mengenai sampai belasan orang.
CDC juga menyebut penyebaran ini sebagai community spread. Artinya, penyebaran virus penyakit ini sering kali tidak diketahui sumber infeksinya.
Karena itulah pemerintah pun akhirnya mengeluarkan imbauan pada masyarakat untuk tidak pergi ke tempat-tempat dengan kasus COVID-19 yang tinggi untuk sementara waktu sampai wabah mereda. Tidak hanya itu, menghindari jabat tangan untuk cegah COVID-19 adalah salah satu cara yang bisa dilakukan
Tak hanya jabat tangan, hal-hal berikut bisa Anda lakukan untuk salam
Jabat tangan adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang sudah menjadi tradisi sejak lama. Jabat tangan sering dilakukan sebagai penyambutan, sapaan dua orang kala bertemu, dan saat kedua pihak telah mencapai sebuah persetujuan.
Terutama di Indonesia, jabat tangan juga dianggap sebagai tanda hormat dari yang muda terhadap yang lebih tua. Jabat tangan ini diikuti dengan mengecup punggung telapak tangan, biasanya juga kerap disebut ‘salim’ atau ‘salam’.
Dengan adanya kasus pasien COVID-19 belakangan ini, banyak masyarakat yang jadi khawatir akan kemungkinan penularan dari jabat tangan. Namun di sisi lain, menolak jabatan tangan pun dianggap sebagai hal yang tidak sopan sehingga hal ini masih terus dilakukan.
Padahal, menghindari jabat tangan sebagai langkah untuk cegah COVID-19 tidak sepenuhnya buruk. Lagi-lagi, virus dan bakteri bisa tersebar di mana saja, kita tidak pernah tahu pasti risiko apa yang mengintai.
Masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memberi salam. Beberapa di antaranya adalah melakukan namaste yaitu mengatupkan kedua tangan di depan dada atau membungkukkan tubuh. Ketika bertemu dengan seorang teman, Anda bisa menyapa dengan lambaian tangan.
Sayangnya, belum semua orang benar-benar menyadari akan pentingnya langkah pencegahan ini. Oleh karena itu, jika Anda memang harus berjabatan, sebaiknya cuci tangan sebelum dan sesudah melakukannya. Hindari juga menyentuh area wajah. (WLD)