FAJARPENDIDIKAN.co.id –Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Simposium Nasional: Kesehatan, Ketahanan Pangan dan Kemiskinan sebagai rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 pada Selasa (1/9).
Simposium yang berlangsung melalui zoom dan ditayangkan langsung di channel YouTube FKM Unhas itu dibuka dengan resmi oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Simposiumyang dimoderatori Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas Prof Sukri Palutturi itu, terbagi menjadi dua sesi.
Pada sesi yang pertama diisi oleh beberapa pemateri diantaranya Menteri Dalam Negeri RI Jend Pol (Purn) Prof Drs H Tito Karnavian yang membahas tentang Kesiapan Pemerintah Pusat dalam Proses Adaptasi Kebiasan Baru dan diwakili Drs Benni Irwan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri.
Materi kedua oleh Menteri Kesehatan Letjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto dengan topik pembahasan Kesiapan Kementerian Kesehatan dalam Proses Adaptasi Kebiasaan baru dan diwakili oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Prof. Dr. Abd Kadir Phd., Sp.THT-KL(K), MARS,.
Materi ketiga dibawakan oleh Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang mewakili Gubernur Sulsel. Memaparkan tentang Kesiapan Pemerintah Sulsel Menghadapi Pandemi Covid-19.
Dan yang terakhir Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia Prof. dr. Budu. Ph.D., Sp.M (K). M.Med.Edyang membahas terkait Kesiapan Tenaga Kesehatan Dalam Proses Adaptasi Kebiasaan Baru.
Prof Sukri dalam pengantarnya menjelaskan, adaptasi kebiasaan baru, atau yang sering disebut new normal adalah sebuah dialog antara ekonomi prespektif dengan kesehatan.
“Artinya bahwa kesehatan saja pada satu sisi dipertimbangkan tentu bukan menjadi solusi. Demikian pula sebaliknya, memberikan kelonggaran yang seluas-luasnya kepada masyarakat bukan juga menjadi satu solusi,” jelas Prof Sukri.
Oleh karena itu, kata Prof Sukri, adaptasi kebiasaan baru sesungguhnya adalah sebuah dialog antara ekonomi pada satu sisi dan kesehatan pada sisi yang lain.
Sementara itu, Benni Irwan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri yang mewakili Mendagri mengawali pemaparannya, menampilkan data perbandingan perkembangan covid-19 di bulan Juli dan Agustus.
Indonesia menjadi negera Asia Tenggara yang paling tinggi no dua jumlah positif covid-19 data per 19 Juli. Sementara data per 30 agustus 2020, Indonesia menjadi negera Asia Tenggara yang paling tinggi jumlah positif covid-19.
“Jumlah kasus tersebut diperkirakan masih lebih rendah dari jumlah sebenarnya karena terbatasnya rasio tes PCR di lapangan,” ungkap Benni.
Kata Benni, ada beberapa upaya yang dilakukan dalam penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Yang pertama, pembentukan komite penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo.
Kedua, penyusunan pedoman manajemen (grand strategi pemerintah dalam penanganan covid-19) yang terdiri dari lima program utama yakni: strategi pencegahan penyebaran covid-19, strategi peningkatan sistem kekebalan tubuh, peningkatan kapasitas sistem kesehatan, peningkatan ketahanan pangan industri alkes, memperkuat jaringan pengamanan sosial nasional.
Materi kedua oleh Prof. Dr. Abd Kadir Phd., Sp.THT-KL(K), MARS,.Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan RI mewakili Menkes menjelaskan, masyarakat dapat beradaptasi dan berdamai dengan pandemi Covid-19 atau yang disebut dengan new normal era atau tatanan kehidupan yang baru.
“New era merupakan suatu tatanan perilaku dengan melakukan pola harian atau pola hidup yang berbeda agar masyarakat tetap produktif dan aman selama pandemi ini,” jelas Prof Kadir.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan RI mengharapkan Unhas dapat menjadi edukator dan promotor dalam rangka menerapkan pola kebiasaaan baru sehingga dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas.
Materi berikutnya disampaikan oleh Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia Prof. dr. Budu. Ph.D., Sp.M (K). M.Med.Ed.
Dekan FK Unhas itu, menjelaskan bahwa yang perlu dipersiapakan nakes dalam new normal ini yatu ada 3 yang pertama tracing and testing, KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) dan pelayanan rumah sakit (Re-desain).
“Sedikit penjelasan mengenai tracing and testing bahwa contoh negara yang berhasil mengendalikan penyebaran covid-19 tanpa penguncian wilayah atau lockdown adalah negara Jepang,” ungkap Prof Budu.
“Mengapa demikian? karena upaya yang dilakukan tenaga kesehatan disana sangat tepat yaitu para tenaga kesehatan dilatih secara tepat, cepat dan masif untuk memperdalam ilmu promotif, preventif dan rehabilitatif. Kemudian tenaga kesehatan yang dilatih sudah memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat,” jelasnya.
Untuk re-desain pelayanan rumah sakit dalam menghadapi new normal yaitu diperlukan perencanaan dan manajemen termasuk investasi teknologi untuk pelatihan nakes terkait telemedicine, keselamatan nakes dalam melaksanakan tugasnya seperti penggunaan APD, insentif, karantina, shifting dan lain-lain.
Ketua AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia) itu mengharapkan pemerintah pusat maupun daerah serta institusi pendidikan dapat bahu membahu dengan masyarakat dalam mensupport pencegahan covid-19 khususnya tenaga kesehatan.(FP)