Menuntut Kesempurnaan di Balik Kepura-puraan (Rahasia di Balik Keluh Kesah Pelajar di Masa Pandemi)

Penulis: Regina Claudia

“Semua berjalan baik-baik saja, kok, bapak bupati yang terhormat, tidak perlu risau akan hal apapun, kami sebagai bapak/ibu guru sudah bisa menghandle ini semua…”sahut salah seorang kepala sekolah di salah satu daerah terpencil di Indonesia. Padahal dibalik itu semua, pembelajaran hanya berlangsung selama dua jam dengan tidak efektif disertai dengan pemberian tugas yang tidak tepat guna. Kondisi miris terjadi di wilayah terpencil Indonesia karena keterbatasan akses pendidikan yang layak serta tenaga pendidik yang semakin lama semakin sedikit seiring dengan berkembangnya teknologi.

Pendidikan di sisi lain juga dijadikan suatu ajang adu kehebatan. Bersekolah di SMA Negeri 8 Jakarta dan SMA Negeri 5 Surabaya menjadi suatu harapan dan impian anak-anak Indonesia. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, tetapi apakah esensi dari kegiatan belajar sendiri adalah hanya sekadar mencari nama baik saja? Tentu kualitas pendidikan di sana juga baik. Pertanyaannya adalah mengapa tidak ada pemerataan yang menyeluruh bagi semua jenis pendidikan yang ada di Indonesia?

Sekolah Menengah Kejuruan yang juga dipandang sebelah mata mampu melahirkan banyak siswa-siswi yang unggul di bidangnya, bahkan melebihi anak SMA. Begitu pun dengan stereotipe sekolah negeri dan sekolah swasta. Demi kemudahan masuk ke perguruan tinggi negeri ternama, seseorang rela membeli bangku untuk masuk ke sekolah negeri karena enggan belajar di sekolah swasta. Inikah yang namanya branding untuk pendidikan bukan pendidikan untuk branding.

Sekolah online dan menjadi suatu tantangan yang cukup berat di masa pandemi ini. Hal ini dikarenakan siswa-siswi Indonesia kesulitan untuk memahami materi, menangkap pelajaran, menguasai keterampilan, dan masih banyak lagi. Para siswa harus berusaha memahami setiap mata pelajaran yang banyak kuantitasnya disertai dengan banyaknya tuntutan dalam bentuk tugas dan ujian yang terkadang membuat mereka tertekan dengan kondisi pandemi seperti ini. Pelajar yang seharusnya memahami materi pembelajaran di masa remaja mereka, kini kesulitan untuk mendapatkan pemahaman penuh dikarenakan pembelajaran jarak jauh ini.

Masalah-masalah pendidikan di atas (pendidikan pelosok yang kurang, menjadikan tempat belajar hanya sebagai ajang pamer, serta pandemi yang menambah beban) membuat pendidikan di Indonesia penuh dengan kepura- puraan.

Tidak dapat dipungkiri, kita dapat melihat prestasi yang nyata dari pelajar Indonesia. Akan tetapi, presentase siswa yang berkarya dan bertanggungjawab jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pelajar lain yang kurang bertanggungjawab. Seiring dengan berkembangnya zaman, pelajar dituntut untuk bersikap kreatif dan bisa menciptakan berbagai hal serta ahli dalam segala bidang. Akan tetapi, akankah dengan pendidikan yang semakin lama semakin monoton dan pura-pura, kita dapat mencapai suatu kata kesempurnaan?

Kita perlu melihat perangkat dan sistem apa yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Kita menggunakan kurikulum 2013. Akan tetapi, kondisi pandemi yang tidak memungkinkan membuat kurikulum darurat muncul sebagai jawaban. Kurikulum Darurat adalah kurikulum yang terbentuk dari penyederhanaan kompetensi dasar tiap mata pelajaran dalam Kurikulum Nasional yang tak lain Kurikulum 2013. Diharapkan dengan adanya Kurikulum Darurat siswa maupun guru dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar jarak jauh secara efektif, efisien, dan tepat sasaran sekaligus membantu meringankan beban siswa dan guru agar lebih fokus pada pembelajaran yang esensial dan konstektual.

Kurikulum Darurat merupakan salah satu dari tiga opsi pemerintah bagi para pelaku pendidikan Indonesia diantaranya :

    1. Tetap menggunakan Kurikulum 2013 tanpa penyederhanaan
    2. Menggunakan Kurikulum Darurat pada kondisi tertentu
    3. Melakukan penyederhanaan mandiri

Dengan diberikannya opsi-opsi tersebut diharapkan pelaku pendidikan di Indonesia dapat mendayagunakan secara maksimal semua kesempatan yang ada untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di era pandemi Covid-19. Dalam implementasinya, sesuai dengan yang telah dituliskan pada paragraf awal, daerah pedesaan dan sekolah-sekolah pemerintah di daerah terpencil kurang bertanggung jawab dalam implementasi kurikulum 2013 dalam segala pelaksanaannya. Inilah yang membuat pelajar menjadi enggan dan malas karena kurikulum yang monoton dan sangat text book namun pelajar dituntut untuk memahami semua materi yang ada.

- Iklan -

Dalam proses belajar, siswa diberikan suatu alat untuk melatih kompetensinya. Tugas atau assignment merupakan suatu metode bagi para pelajar untuk dapat memahami suatu materi atau pelajaran baik melalui media cetak maupun elektronik yang bertujuan meningkatkan pemahaman siswa dan memberi pengalaman dan kesan tersendiri saat melalui masa pembelajaran mereka di sekolah. Diharapkan dengan adanya tugas sekolah yang diberikan kepada remaja, mereka dapat memiliki suatu pemahaman yang jauh lebih dalam lagi terhadap suatu materi. Berbagai jenis tugas yang diberlakukan di Indonesia antara lain, tugas merangkum buku paket, mengerjakan soal, membuat video, melakukan presentasi dengan tanya jawab yang kurang aktif, dan berbagai jenis tugas lain. (Samani, 2016).

Dengan adanya berbagai jenis tugas yang diberikan sekolah kepada siswanya, banyak dari mereka yang semakin tidak memahami materi dan malah terbebani dengan banyaknya tugas yang ada. Salah satu sumber mengatakan bahwa negara Finlandia memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik. Mereka berkeyakinan “homework doesn’t make you smart” (Daud, 2019). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tugas sekolah menjadi suatu masalah yang harus segera diatasi baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya.

Perangkat terakhir yang digunakan untuk menguji pemahaman pelajar akan suatu materi adalah melalui ulangan atau ujian. Test atau ujian merupakan suatu alat ukur yang menghitung kualitas pemahaman dan penguasaan konsep serta jalan berpikir kritis yang menggambarkan hasil belajar siswa dalam kurun waktu tertentu. (Rhalmi, 2020). Ujian sejatinya merupakan suatu media pembantu tenaga pendidik untuk dapat mengukur seberapa berhasil mereka mengupayakan adanya pemahaman yang baik bagi para siswanya dalam memahami suatu materi.

Ada berbagai jenis dan bentuk tes yang telah diadakan di Indonesia. Berbagai jenis tes mulai dari skala internasional (SAT, ACT, A Level, O Level, IELTS, TOEFL), nasional (UTBK, SIMAK, UTUL, AKM, EHB BKS), dan skala regional (UTS dan UAS). Jenis tes berdasarkan ciri-cirinya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU