Misteri Deddy Corbuzier :Tinggalkan Zona Nyaman YouTuber Rp.5 M Perbulan

Mentalis ternama Indonesia, Deddy Corbuzier Selasa (10/8) kemarin bikin kejutan. Di halaman Instagramnya, ia mengumumkan berhenti di media sosial. Sampai Rabu (11/8) pagi tidak ada penjelasan yang bisa diperoleh dari Deddy.

Catatan : Ilham Bintang

Telpon maupun pesan WA, tak direspons oleh presenter 17 program televisi dalam kurun sekitar 23 tahun karirnya di layar kaca.
” Saya juga telpon, tapi tidak diangkat. Kirim pesan lewat WA, belum dijawab juga. Mudah-mudahan dia baik- baik saja,” kota Helmy Yahya yang saya kontak kemarin sore.

” Untuk beberapa alasan, saya sekarang memilih off dari semua media sosial, podcast dan whatsapp, tulis pria berkepala plontos itu di Instagramnya..Dia juga menutup kolom komentarnya.

Gimmick?
” Setahu saya, Deddy bukan type orang seperti itu, ” ujar Helmy.

Pesulap Dufan 

Pengunduran diri Deddy Corbuzier secara mendadak merupakan sebuah misteri. Meninggalkan tanda tanya besar. Ada apa? Sampai kemarin posisinya sebagai pegiat media sosial dan YouTuber Indonesia bertengger di puncak tiga besar, bersama Raffi Ahmad dan Boim Wong. Ia punya 9,9 juta pengikut di Instagram dan 15,3 juta subscriber di YouTube.

Lebih kurang 3 tahun berkiprah di media sosial, Deddy bukan cuma meraih poin — popularitas dan berpengaruh — tetapi juga koin ( penghasilan besar). Pendapatannya mencapai Rp. 5M / bulan.

Deddy meninggalkan lahan yang memberinya nafkah miliaran rupiah di masa sulit pekerjaan dan penghasilan sekarang. Di masa banyak orang “dikomisaris BUMN kan ” untuk menolong kawan- kawan penguasa yang terpuruk karena pandemi.

Banyak keahlian 

- Iklan -

Deddy multi talenta. Ia tidak hanya mentalis. Ia memiliki banyak keahlian. Penulis 5 buku ini juga main film dan menjadi presenter belasan program televisi, di hampir semua stasiun televisi Nasional. Pertama kali dengan “Impresario 008″ (1998) di RCTI.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Programnya yang paling terkenal ” Hitam Putih” di Trans 7, di situ Deddy menampakkan kemampuan sebagai pewawancara yang komunikatif dan berwawasan luas. Bekal itulah yang mengantarnya di media sosial dan melontarkannya sebagai YouTuber papan atas di Tanah Air. Konten- konten yang disuguhkan di channelnya menarik. Sumbernya hampir semua tokoh penting di Indonesia.

Dari wartawan kawakan Karni Ilyas hingga Prabowo Subianto. Jangan lupa ia pun menetapkan standar baku : wawancara sumber hanya dikakukan di studio. Tamu yang diundang harus ke sana. Dia tidak seperti YouTuber kebanyakan yang kompromistis, bisa mendatangi sumbernya.

Di hampir semua bidang yang ditekuni Deddy memang selalu menetapkan standar tinggi. Dia total. Tidak mengenal standar yang tanggung- tanggung. Maka di bidang apapun hasil karyanya optimal.

Kontroversi Siti Fadillah

Ada beberapa konten Channel YouTubenya yang menarik perhatian luas masyarakat. Salah satu, wawancaranya dengan mantan Menkes DR Siti Fadilah. Mengulas soal pandemi virus Covid19. Penontonnya lebih sepuluh juta. Siti Fadillah waktu itu masih dalam penguasaan Kementerian Hukum dan Ham karena statusnya masih menjalani hukuman ketika diwawancara Deddy.

Wawancara itu menimbulkan kontroversi.
Sempat dimasalahkan oleh Kemenkumham. Tapi Siti Fadillah sedang dirawat di RSPAD waktu Deddy mewawancarainya di kamar perawatan RS. Tentu itu menjadi hak pribadi Siti Fadilah, dan wawancara dengan Deddy atas
persetujuannya. Clear.

Lepas dari situ, legalitas Deddy dimasalahkan sebagai pewawancara oleh berbagai pihak di media. Dianggap melanggar UU Pers karena Deddy bukan wartawan dan saluran YouTube nya bukanlah media pers.

Betulkah? Ketika ditanya wartawan, saya mencoba menerangkan. Deddy memang bukan wartawan dan dan saluran Youtubenya bukan media pers sesuai kriteria resmi di Dewan Pers.
Format wawancaranya memang masuk kategori karya jurnalistik.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Tapi tidak ada pelanggaran aturan, walau Deddy bukan wartawan. Menyalurkan informasi ke masyarakat bukan monopoli wartawan. Pasal 17 UU Pers 40/99 mengakomodasi peran serta masyarakat dalam berpendapat dan menyalurkan pendapat berbagai pihak yang berkompeten.

Adapun YouTube atau rumpun media sosial lain seperti Instagram, Twitter, dan Facebook— adalah “saluran lain ” informasi sesuai Pasal 1 UU Pers yang sama. Yang penting dijaga, saluran itu tidak digunakan menyalurkan informasi bohong, fitnah, ujaran kebencian, pornografi, dah mengadu domba golongan masyarakat, agama, etnis, atau SARA — aman. Jika pelanggaran itu dilakukan siapapun akan berhadapan dengan jerat hukum UU ITE, UU Pornografi, dan sebagainya. Wartawan saja pun jika melanggar ketentuan itu di media sosial akan berhadapan dengan UU itu. Bukan UU Pers.

Media sosial sesungguhnya tidak bebas nilai, seperti dikira oleh sebagian penggiat medsos. Rumpun media sosial itu memiliki aturan ketat. Kapan mengancam perpecahan suatu bangsa, otoritas medsos itu akan take down. Presiden AS Donald Trump saja kena sanksi itu.

Saya mengenal Deddy seumur karirnya di televisi. Saya sering menulis dan menayangkan aksi spektakuler di tabloid maupun di program televisi C&R di RCTI. Penerima Merlin Award untuk Mentalis Terbaik Dunia dua kali berturut-turut itu, juga berbakat sebagai penulis buku. Dia sudah menulis 5 buku. Semacam ” pertanggungjawaban” ilmiah atas aksi – aksi spektakulernya.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU