Memperkenalkan hak-hak anak kepada murid-murid sekolah dasar bisa dengan cara ringan dan riang.
Sebagaimana dilakukan penggiat literasi yang tergabung dalam LISAN, di SD Inpres Banta-bantaeng I, Kamis, 24 Maret 2022.
Dalam kegiatan Sosialisasi Sekolah Ramah Anak (SRA) itu, murid-murid diajak bernyanyi dengan syair dan pesan bermuatan hak-hak anak.
Misalnya, mereka diajarkan “Tepuk Hak Anak” dan lagu “10 Hak Anak”, yang mudah diingat dan langsung dapat dipraktikkan oleh peserta.
“Ini metode sederhana memperkenalkan hak-hak anak kepada murid-murid biar mereka mudah mengingatnya,” terang Rusdin Tompo, penggiat literasi yang hadir sebagai narasumber.
Penulis buku yang ikut mendirikan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan di tahun 1998 itu, memandu langsung anak-anak bernyanyi.
Supaya mereka bersemangat, sesekali anak-anak yang terdiri dari murid kelas 3-6 itu diajak bertepuk tangan.
Dia memulai materinya dengan memperkenalkan pengertian hak secara sederhana.
Juga tentang batasan usia anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni 0 sampai 18 tahun.
Hak anak berupa hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak perlindungan dan hak partisipasi disampaikan dengan sesekali melontarkan pertanyaan.
Anak-anak tampak antusias menjawab, termasuk ketika ditanya tentang siapa saja yang pernah mengalami kekerasan.
Dengan polosnya, beberapa anak mengacungkan tangan.
Ketika materi tentang peran laki-laki dan perempuan mau disampaikan, Rusdin Tompo kembali menggunakan metode tanya jawab.
Pendiri LISAN tersebut mengemukakan, materi dengan pendekatan interaktif ini berkaitan dengan pemahaman gender di kalangan anak-anak.
Dia lantas mengajukan pertanyaan singkat ke anak laki-laki, siapa yang biasa membantu ibunya? Lalu satu-satu mereka menjawab.
Ada yang bilang, dia bantu ibunya mencuci piring, ada yang bantu mengepel, bantu merapikan tempat tidur, bahkan ada yang bantu ibunya mengangkat jemuran.
Dari jawaban itu, tampak bahwa anak laki-laki tidak sungkan menjalankan peran yang biasa diasumsikan sebagai pekerjaan perempuan.
Pada sesi perkenalan, digunakan metode menggambar wajah.
Pada bagian ini, Rusdin Tompo secara bergantian memandu kegiatan dengan pendongeng Mami Kiko.
Anak-anak diminta menulis nama lengkap dan nama panggilan, serta cita-citanya pada kertas yang dibagikan.
Metode ini punya beragam tujuan. Yakni mengajak anak mengenali dirinya, tahu ciri yang ada pada dirinya.
Selain itu, juga membangun keberanian dan rasa percaya diri anak untuk tampil di depan banyak orang, mengajar anak berkomunikasi dengan baik (public speaking), melihat kreativitas anak, serta mengetahui apa yang jadi impian anak ke depan lewat cita-citanya.
Rupanya, cita-cita anak-anak sangat beragam. Ada yang bercita-cita ingin menjadi ustazah, jadi guru, dokter, tentara, juga polisi dan polisi wanita (polwan) bagi anak perempuan.
Ada pula yang ingin menjadi pramugari, jadi pilot, arsitek, serta petugas pemadam kebakaran.
“Nama saya, Muhammad Isra. Nama panggilan, Isra. Murid kelas 6B SD Inpres Banta-bantaeng I. Cita-cita saya jadi profesor,” kata Isra saat memperkenalkan diri sambil memperlihatkan gambarnya.
Mami Kiko lalu mengajak anak-anak mengaminkan cita-cita yang baru disampaikan itu. Semua anak yang tampil juga diaminkan, begitu mereka menyampaikan cita-citanya.
Sosialisasi SRA ini dilakukan setengah hari, dengan menggunakan dua ruang kelas yang disatukan. Guru-guru SD Inpres Banta-bantaeng I juga hadir saat kegiatan dilakukan.
Hadir pula mahasiswa yang tengah mengikuti program Kampus Mengajar.
Rusdin Tompo dan Mami Kiko saat penyampaian materi didampingi oleh St Nurhabibah, salah seorang pendongeng AyoBerCerita (ABC).
Kepala UPT SPF SD Inpres Banta-bantaeng I, Hj Baena, S.Pd, M.Pd telah menjadwalkan kegiatan Sosialisasi Sekolah Ramah Anak ini.
Setelah kegiatan dengan murid-murid, akan dilanjutkan sosialisasi kepada guru dan orangtua. Setelah itu diadakan Deklarasi Sekolah Ramah Anak, di pengujung Maret 2022 ini. (*)