Niat Puasa Mutih Tradisi Jawa, Tata Cara Beserta Doanya untuk Pengasihan

Puasa mutih merupakan tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan untuk menyucikan batin dengan tujuan agar hajatnya terkabul dan berjalan lancar. Puasa mutih ini lazimnya dilakukan oleh calon pengantin terutama kaum perempuan jelang pernikahan.

Tata cara puasa mutih dalam ajaran Islam memang tidak ada syariatnya. Tidak seperti puasa wajib Bulan Ramadhan maupun puasa sunnah lainnya yang sudah ditentukan tata caranya maupun rukun dan syaratnya.

Berikut tata cara puasa mutih, niat & doa

1. Makan Sahur

Sama seperti melakukan puasa yang disyariatkan, puasa mutih juga dianjurkan untuk makan sahur dengan hanya nasi putih dan air putih.

2. Membaca Niat

Membaca niat puasa mutih boleh dilakukan saat sahur. Kalau terlupa sahur, boleh membaca niat pagi harinya sebelum masuk waktu zuhur.

Berikut bacaan niat puasa mutih:

Niat ingsun puasa mutih supados putih batin kulo, putih awak kulo, putih kaya dining banyu suci karena Allah Ta’ala.

Artinya: Saya berniat puasa mutih supaya putih batin saya, putih badan saya, putih seperti air suci karena Allah Ta’ala.

3. Menghindari amal buruk

Saat melakukan puasa mutih dilarang untuk berkata yang tidak baik, berbohong dan amalan buruk lainnya yang bisa merusak nilai puasa.

4. Memperbanyak amal ibadah

Selain menghindari hawa nafsu, dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah saat melakukan puasa mutih baik dengan membaca Al Quran, berdzikir maupun sholawat.

- Iklan -

5. Membaca Doa

Doa orang puasa itu mustajab. karena itu, dianjurkan untuk berdoa kepada Allah SWT agar hajat yang akan dilakukan bisa dikabulkan dan berjalan sesuai yang dikehendaki Allah SWT.

Baca Juga:  Sedekah: Amalan Paling Dahsyat

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Allahumma Innaka ‘afuwwun tuhibbul’afwa fa’fu ‘annii

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf suka memberi maaf, maka maafkanlah daku”.

6. Menyegerakan Berbuka Puasa

Jika waktu magrib tiba, dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa.

Berikut doanya

اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Allahumma laka shumtu wabika aamantu wa ‘ala rizqika afthartu dzahabadhdhomau wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah.

Hukum Puasa Mutih

Istilah puasa mutih ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu mutih yang bermakna memutihkan. Jadi secara filosofisnya, seseorang yang melakukan puasa mutih adalah untuk membersihkan hati dan jiwanya serta mendapatkan keberkahan di dalamnya.

Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, dalam Bahtsul Masail LBM NU Surabaya pada tahun 2009 menjelaskan bahwa setiap puasa yang diilakukan sesuai dengan ketentuan hukum syara’ yang tidak ada tuntunan pelaksanaannya maka termasuk dalam kategori puasa sunnah mutlak dan niatnya ialah puasa mutlak.

وتكفي نية مطلقة النفل المطلق ) كما في نظيره ) من الصلاة ( ولو قبل الروال لابعده) لأنه صلى الله عليه وسلم قال لعائشة يوماهل عندكم من غداء قالت لاقا فإني إذا أ صوم قالت وقال لي يوما آخر أعندكم شيء قلت نعم قال إغذذاأفطروإن كنت فرضت الصوم

“Dalam puasa sunnah mutlak ( yang tidak terkait dengan puasa wajib dan sunnah), cara niatnya cukup dengan niat mutlak (umum), sebagaimana niat pada sholat sunnah mutlak. Meskipun letak niatnya sebelum dzuhur. Karena Rasulullah Saw suatu hari berkata pada Aisyah : “ Aapa tidak ada sarapan pagi?” Aisyah menjawab: “ Tidak ada.” Nabi Saw berkata : “Kalau begitu saya puasa”. Aisyah menyebutkan suatu hari Nabi bertanya pada saya : “Apa ada sarapan pagi?”, saya menjawab :” Ada”. Nabi Saw berkata :” Kalau begitu saya tidak berpuasa, meskipun saya perkirakan berpuasa.” (Asna almatholib V/281).

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Minggu, 24 November 2024: Fokus Perhatian

Dengan demikian, hukum puasa mutih bukan termasuk dalam perkara sunnah ataupun wajib, melainkan puasa mutlak dan di perbolehkan dalam Islam selama niatnya karena Allah SWT dan bukan karena hal-hal yang dilarang oleh syariat agama.

Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA dalam kajiannya di konsultasi fiqih menjelaskan, puasa tiga hari sebelum pernikahan atau yang kerap disebut puasa mutih tidak ada dalil yang shahih dan sharih tentang adanya sunnah berpuasa menjelang akad nikah.

“Dalam kitab-kitab fiqih yang kami telusuri, puasa sunnah itu terbatas pada puasa Senin Kamis, puasa hari Asyura dan Tasu’a, puasa Daud, puasa hari Arofah dan tarwiyah, puasa ayyamul biidh, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa di bulan Sya’ban dan beberapa puasa sunnah lainnya,” ujarnya.

Meski demikian, masyarakat yang ingin melakukan puasa mutih tidak dilarang karena padi hakikatnya puasa adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah serta menyucikan batin. Lafaz niat puasa mutih ini pun bebas karena tidak ada dalil khusus tentang niat puasa mutih.

Wallahu A’lam

Sumber: iNews.id

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU