OPINI : Hukum Daluwarsa, Bukti Lemahnya Hukum Manusia

Daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau terhapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Akhir-akhir setidaknya terdapat kasus yang sangat menarik sekaligus penting dalam sejarah hukum Korea Selatan. Karena dari kasus ini, perubahan hukum terjadi. Hukum yang berhasil dirubah disebut daluwarsa, yang dulunya daluwarsa untuk kasus pembunuhan adalah 25 tahun telah dihapuskan.

Daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau terhapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.

Kasus ini terjadi di kota Daegu, Korea sela Selatan pada tanggal 25 Mei 1995. Seorang anak laki-laki bernama Kim Taewan yang waktu itu masih berusia 6 tahun sedang bermain di halaman rumah bersama temannya. Setelah itu ia siap-siap untuk pergi ke tempat les. Namun sejenak Taewan mendengar namanya dipanggil, sontak ia menoleh kearah sumber suara. Saat Taewan menoleh, muncul seorang pria yang menyiramkan suatu cairan kearahnya.

Cairan ini adalah air keras, alhasil membuat kedua mata Taewan terbakar dan karena air keras tersebut juga dipakasakan kepada Taewan untuk diminum maka teggorokan dan kerongkongannya mengalami luka bakar yang cukup serius.

Tak lama kemudian ibunya menemukan Taewan sudah tidak sadarkan diri dan segera dibawa ke rumah sakit dengan kondisi yang sudah sangat parah. Pada saat itu seluruh tubuhnya dipenuhi perban. Namun 5 hari kemudian, perban yang ada pada tubuh Taewan harus diganti. Namun saat Dokter melepas perbannya, ternyata kornea mata Taewan juga ikut terlepas.

Dalam kejadian ini diketahui bahwa tidak ada saksi mata, dan di tahun 1995 teknologi masih belum secanggih hari ini jadi tidak terdapat CCTV. Karena itu orangtuanya terpaksa meminta agar Taewan mau membuat video kesaksian dalam kondisinya yang masih memprihatinkan, hal ini dilakukan untuk membantu pihak kepolisian yang kesulitan mendapat bukti. Hingga akhirnya video kesaksian tersebut selesai dengan durasi 300 menit.

Salah satu yang dikatakannya adalah bahwa ia tidak melihat wajah pelaku namun mengenal suaranya. Dan suara yang Taewan maksud adalah tetangga yang ikut membantunya saat Taewan akan dipindahkan ke rumah sakit. Namun menurut pihak kepolisian, pernyataan Taewan tidak memberi bukti kuat.

Baca Juga:  Hari Pahlawan, Merdeka atau Mati, Prabowo "The Last Emperor"

Setelah semua orang merasa kehilanngan titik terang, ternyata muncul seorang saksi mata yang melihat kejadian tersebut. Orang itu adalah teman Taewan yang ia ajak bermain dihalaman rumah sebelum berangkat les. Dan kesaksiannya merujuk pada orang yang sama, yakni tetangga Taewan sendiri.

Mendengar pernyataan keduanya, polisi segera mencari tahu dan ternyata tetangganya ini sempat memiliki urusan dengan keluarganya perihal meminjam uang namun tidak berhasil mendapatkan pinjaman. Setelah mendengar kesaksian Taewan dan temannya disertai dukungan motif, maka orang tuanya merasa yakin bahwa orang tersebut adalah pelakunya sebagai bentuk balas dendam.

- Iklan -

Anak kecil yang tidak tau apa-apa ini ternyata meninggal setelah 49 hari berada di rumah sakit. Sementara pihak kepolisian mengatakan bahwa kesaksian Taewan tidak bisa dipercaya karena usianya yang masih 6 tahun. Hal tersebut berlaku pada temannya yang juga berusia 6 tahun sekaligus karena penderita tunarungu. Sebelumnya ia dan temannya juga mengatakan cairan yang dibawa pria tersebut dibungkus dengan kantong plastik hitam. Polisi berpendapat bahwa tidak mungkin air keras bisa dibawa hanya dengan menggunakan kantong plastik.

Waktu terus berjalan hingga satu minggu sebelum daluwarsa kasus ini, yang artinya usia kasus ini sedikit lagi menghampiri 25 tahun. Sementara orangtua Tewan sangat ingin menangkap pelakunya dan dihukum sesuai perbuatan yang dilakukan. Namun kembali lagi, bahwa individu tidak bisa mengalahkan instansi atau badan negara. Beruntung orangtuanya tidak berhenti, di sisa hitungan hari kasus tersebut akan ditutup, video kesaksian Taewan yang berdurasi 300 menit dan semua informasi yang dimiliki disebarluaskan dibeberapa media.

Usahanya berhasil membuat berbagai program TV menyiarkannya dan tersebar luas hingga membuat fakta terus bermunculan. Dari berbagai ahli seperti ahli psikolog, ahli analisa kesaksian ternama di Korea berkumpul dan menganalisa semua bukti. Dan para ahli menyimpulkan bahwa kesaksian dari Kim Taewan kredibilitasnya sangat tinggi karena penjelasannya cukup detail. Begitupula dengan kesaksian dari teman Taewan, para ahli menuturkan bahwa benar anak ini tunarungu dan pendengarannya sedkit berkurang. Namun bukan berarti kemampuan intelektualnya rendah sehingga kesaksiannya juga memiliki kredibilitas tinggi. Satu hal yang juga kembali dibuktikan bahwa air keras dapat dibawa menggunakan kantong plastik.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Sekarang dengan semua bukti dan hasil analisa para ahli, tetap tidak bisa membuat pelaku tertangkap karena aturan daluwarsa dimana usia kejahatan pelaku sudah melebihi 25 tahun. Melalui kasus ini masyarakat Korea menyadari betapa kejamnya daluwarsa. Sehingga parlemen korea mengajukan revisi untuk pasal daluwarsa. Pada tanggal 24 juli 2015 parlemen Korea meloloskan undang-undang yang isinya adalah mencabut daluwarsa untuk kasus pembunuhan. Dan undang-undang ini dinamakan undang-undang Taewan.

Di Indonesia berlaku hukum yang sama dan sampai hari ini hukum tersebut juga masih terterapkan. Seperti dalam kasus pembunuhan seorang wartawan di Yogyakarta Fuad Muhammad Sjafruddin yang dianiaya oleh orang yang tidak dikenal. Sebelum kejadian tersebut Udin kerap kali menulis kebijakan pemerintahan Orde Baru dan militer. Hingga hari ini kasus pembunuhan Udin belum terungkap meski banyak petunjuk yang bisa digunakan. Apakah kasus ini juga menunggu untuk daluwarsa?

Inilah wajah hukum buatan manusia, jelas timpang dan sangat berbeda dengan penerapan uqubat (sanksi hukum) tegas yang digunakan dalam Islam. Islam memandang uqubat (sanksi hukum) tersebut sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (pemaksa). Disebut pencegah karena dengan diterapkannya sanksi, orang lain yang akan melakukan kesalahan dapat dicegah sehingga tidak muncul keinginan untuk melakukan kemaksiatan serupa serta bertindak sebagai pencegahan.

Adapun yang dimaksud dengan pemaksa adalah agar orang yang melakukan kemaksiatan atau kejahatan bisa dipaksa untuk menyesali perbuatannya. Tidak memandang lamanya usia kejahatan, sebab yang bersalah akan tetap bersalah terkecuali mendapat maaf dari yang di dzolimi. Namun uqubat tersebut hanya bisa terterapkan dalam naungan Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam.

Oleh: Melisa (Aktivis Back to Muslim Identity)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU