OPINI : Idul Adha, Hikmah di Balik Ujian Ketaatan

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Perayaan Idul Adha berawal dari kisah Nabi Ibrahim. Sebagaimana yang tercantum di dalam al-Qur’an surat as-Shoffat ayat 102.
Yang artinya, Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Dan ketika keduanya hendak melaksanakan perintah, setan pun tak hentinya berbisik. “Ibahim kamu orangtua macam apa, bagaimana kata orang nanti? Apa tidak malu? Tega sekali anak satu-satunya disembelih? Anak pintar dan patuh seperti itu malah dipotong. Belum tentu nanti ada lagi yang seperti dia.” Namun Nabi Ibrahim sudah mempunyai tekad, Ia kemudian mengambil batu dan mengucapkan.

“Bismillah Allahu Akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji mengikuti apa yang dilakukan Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan “Bismillah Allahu Akbar”. Dan hal ini menjadi rangkaian salah satu Ibadah Haji yakni melempar jumrah.
Nabi Ibrahim memantapkan niat, Nabi Ismail pun pasrah bulat-bulat seperti ayahnya yang tawakkal.

Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah beseru dengan Firman-Nya, menyuruh menghentikan perbuatannya dan tak usah diteruskan. Allah telah meridhoi keduanya yang telah memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan atas keihlasannya, Allah mencukupkan penyemblihan seekor kambing sebagai korban.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Tragedi penyemblihan ini membuat Malaikat Jibril kagum seraya terlontar darinya suatu ungkapan, “Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian disambung oleh Nabi Ismail “ Allahu Akbar Walillahil Hamdu”.

Berawal dari pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini memberikan makna sebagai pesan simbolik agama yang mengandung pembelajaran penting, paling tidak ada 3 hal:

Pertama Ketakwaan, arti ketakwaan disini ialah keterkaitan diri sebagai hamba dangan sang Khaliq dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Agama Islam mengemas kehidupan ini untuk dunia dan akhirat, tidak berat sebelah. Untuk mendapatkan kehidupan yang baik di akhirat harus melalui kehidupan di dunia yang merupakan tempat untuk memperbanyak amal baik dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Kedua Hablumminannas (hubungan antar manusia), jbadah seluruh umat Islam yang Allah perintahkan mengandung dua aspek yang tidak bisa dipisahkan yaitu hubungan kepada Allah dan hubungan kepada manusia.

Islam sangat memperhatikan solidaritas sosial. Ketika kita sedang berpuasa tentu akan merasakan betapa sulitanya menjadi seorang dhua’fa, untuk kehidupan sehari-hari saja sulit. Kemudian dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada kaum tidak berupaya, hal ini menjadi bentuk kepedulian sosial seorang Muslim kepada sesamanya.

Ketiga, peningkatan kualitas diri, yaitu meningkatkan kualitas diri dengan memperkukuh empati, kesadaran diri serta mengelola diri sebab merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Kita bisa mencontoh akhlak yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. dalam kebaikan, memuliakan tamu, mementingkan orang lain dan menjalankan perintah dan menjauhi semua larangan Allah SWT.

- Iklan -
Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Hari raya Idul Adha 2020 atau 10 Dzulhijjah 1441 H ditetapkan jatuh pada Jumat 31 Juli 2020. Namun sebelum merayakannya, umat Muslim memiliki kewajiban untuk melakukan puasa sebelum Idul Adha yakni puasa sunnah bulan Dzulhijjah. Puasa sunnah sebelum Idul Adha ini diawali dengan puasa Dzulhijjah pada 1 Dzulhijjah hingga 7 Dzulhijjah diikuti puasa Tarwiyah yang dapat menghapus dosa setahun pada 8 Dzulhijjah dan puasa Arafah pada 9 Dzulhijjah yang dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Puasa 1 Dzulhijjah hingga 7 Dzulhijjah dan puasa Tarwiyah dianjurkan bagi umat Muslim yang berhaji maupun yang tidak sedang berhaji. Sedangkan puasa Arafah hanya disunnahkan bagi yang belum melakukan ibadah haji. Sekecil apapun amal yang dikerjakan di sepuluh awal bulan Dzulhijjah merupakan amal yang paling besar. Walaupun merupakan amal yang biasa dan tidak utama, tapi sunnah biasa ini akan menjadi utama di sepuluh awal bulan Dzulhijjah. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw. “Tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal saleh lebih dicintai oleh Allah melebihi sepuluh hari pertama (dibulan Dzulhijjah).” (HR. Muslim). Wallahu a’lam.

Oleh: Melisa (Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU