OPINI : Intervensi Asing Menguat, Negara Semakin Terjerat

Indonesia dan Cina semakin sulit dipisahkan. Indonesia semakin menegaskan posisinya di hadapan negeri Tiongkok. Namun, dibalik kerjasama berbagai bidang dengan Indonesia sebenarnya Cina tengah mengukuhkan dominasinya sebagai penguasa kawasan Asia.

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Hubungan diplomatik China-Indonesia sudah terjalin selama 70 tahun. Menteri Luar Negeri China, Wang pun berharap kedua negara dapat memperkuat kerja sama di berbagai bidang seperti vaksin, e-commerce, intelegensi artifisial (kecerdasan buatan) serta pertukaran budaya dan masyarakat. Untuk itu, Indonesia dan China diharapkan dapat segera menandatangani dokumen kerja sama Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra serta Poros Maritim Dunia juga menjunjung multilateralisme (kompas.com, 10 Oktober 2020).

Melansir Xinhua News, Sabtu (10/10/2020) yang masih dikutip kompas.com, Menko Luhut yang didaulat sebagai utusan khusus Presiden Indonesia sekaligus berperan sebagai Koordinator Kerja Sama Indonesia dengan China. Memberikan tanggapan terhadap hubungan Indonesia dengan China. Luhut menjelaskan ada 3 alasan mengapa Indonesia sangat membutuhkan Cina.

Pertama, 18% pergerakan ekonomi dunia dikontrol China. Meskipun terdampak COVID-19, Tiongkok mampu mengontrol 18% ekonomi dunia. Menurut Luhut jika banyak yang tidak menyukai Cina, keberadaannya tidak bisa disepelekan. Pasti punya dampak ke negara lain. Apalagi bagi Indonesia yang wilayahnya berdekatan.

Kedua, selain Amerika Serikat (AS), China juga memiliki pengaruh kuat terhadap pergerakan ekonomi dunia. Pengaruh AS sebesar 25%. Sehingga kekuatan negara ini sangat besar. Sehingga posisinya sangat kuat di tengah pertarungan ekonomi dunia.

Ketiga, Indonesia menganut sistem bebas aktif. Menurut Luhut dari pandanban ini kita boleh berpikir sempit, karena dalam UUD 1945 pun kita bebas aktif. Sehingga harus bisa berhubungan sama semua negara di dunia untuk membuat negara lebih kuat (detikfinance.com, 27 Juni 2020)

Indonesia dan Cina semakin sulit dipisahkan. Indonesia semakin menegaskan posisinya di hadapan negeri Tiongkok. Namun, dibalik kerjasama berbagai bidang dengan Indonesia sebenarnya Cina tengah mengukuhkan dominasinya sebagai penguasa kawasan Asia.

Di sisi lain, Indonesia sudah terlalu tergantung kepada Cina. Bersamaan dengan kondisi dalam negeri yang tidak berdaya akibat corona, kondisi politik pun semakin lemah. Fakta membuktikan bahwa Indonesia tidak mampu menolak gempuran TKA yang datang secara bergelombang. Ironisa, kondisi tersebut terjadi di saat ribuan tenaga kerja pribumi justru mendapat perlakuan tidak layak hingga berujung pada PHK di berbagai wilayah.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Besarnya potensi sumber daya alam di Indonesia serta konsumen pasar yang melimpah, menjadi salah satu infikator China begitu “menjaga” Indonesia. One Belt One Road (OBOR) yang sudah lama dicanangkan merupakan proyek besar China untuk menguatkan jwringannya di berbagai negara. Dan Indonesia termasuk salah satu wilayah yang dicaplok. Proyek ini memiliki rancangan terbesar berupa pembangunan jalur strategis termasuk pelabuhannya.

OBOR adalah salah satu bentuk dari fenomena globalisasi yang menciptakan efek borderless bagi setiap negara yang dilaluinya. OBOR merupakan proyek konektivitas ambisius Tiongkok melalui pembangunan infrastruktur dan jalur transportasi darat dan laut yang menghubungkan negaranya dengan kawasan Asia, Eropa, dan Afrika (jkw.psdr.lipi.go.id, vol.9, tahun 2018)

Pada bidang lain, peneliti senior dari LIPI, Siti Zuhro merespons kabar bahwa China yang sempat merayu organisasi masa Islam di tanah air seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, untuk bungkam terkait ketidakadilan yang dialamai muslim Uighur di Xinjiang, China. Ia menegaskan bahwa China tidak boleh intervensi Indonesia dalam perdamaian dunia. Menurutnya, hal ini telah menjadi amanah konstitusi untuk bertanggung jawab dan aktif menyuarakan perdamaian (wartaekonomi.co.id, 13 Desember 2019).

- Iklan -

Sementara itu konflik yang sempat memanas dan masih menghagat adalah terkait konflik natuna. Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Aan Kurnia mengatakan Natuna, salah satu yang akan terdampak jika tensi AS-China terus meningkat. Karena letaknya berdekatan dengan area konflik.

Ada kekhawatiran penduduk di Natuna yang merasa terisolir akan bergerak dan ikut terjun dalam konflik panas AS-China. Serta memungkinkan krisis ekonomi karena terhentinya aktivitas ekonomi kelautan yang terkait langsung dengan Laut China Selatan. Indonesia seharusnya tidak hanya mengklaim memiliki wilayah perairan Natuna atau Laut China Selatan. Semuanya akan sia-sia jika tak dibarengi aksi nyata berupa kehadiran simbol negara di wilayah tersebut.

Maka tidak salah jika posisi Indonesia saat ini sedang terjajah. Padahal pernah ditegaskan bahwa Indonesia akan menjadi macan Asia khususnya pada sektor pertahanan dan keamanan. Yang terjadi sebaliknya. Indonesia makin terpuruk karena telah memberi ruang terbuka bagi penguasaan negeri ini oleh asing dan aseng.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Kerjasama dalam Islam memiliki karakter yang khas. Kerjasama dengan negara lain diatur dalam politk luar negeri yang tujuan utamanya menyebarluaskan dakwah ke seluruh alam. Asas ini meliputi bidang politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Negara akan memastikan bahwa dakwah Islam bisa disampaikan kepada seluruh umat manusia dengan cara yang terbaik.

Adapun hubungan dengan negara-negara kafir maka perlakuannya adalah pertama, negara yang menduduki wilayah Islam, atau negara yang terlibat secara aktif memerangi umat Islam ditetapkan sebagai kafir harbi fi’lan. Tidak boleh ada hubungan diplomatik maupun ekonomi dengan negara-negara musuh ini.

Kedua, negara-negara kafir yang tidak menduduki wilayah Islam, atau tidak sedang memerangi umat Islam, akan tetapi mereka mempunyai niat menduduki wilayah Islam. Khilafah tidak menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara kafir seperti ini. Tapi warga negara-negara tersebut diizinkan memasuki wilayah Daulah Khilafah dengan visa sekali jalan.
Ketiga, negara-negara Kafir selain kedua kategori di atas. Terhadap negara-negara seperti ini, Khilafah diizinkan membuat perjanjian. Sambil terus mengamati skenario politik internasional, Khilafah diperbolehkan menerima atau menolak perjanjian demi kepentingan dakwah Islam. Di samping itu, perjanjian diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara kafir jenis ini harus dilakukan sesuai dengan syariah Islam.

Dalam Islam, negara akan menguasai sumberdaya minyak, gas dan aneka mineral yang melimpah. Selain itu mengupayakan semaksimal mungkin untuk memiliki kekuatan militer yang tangguh, kedudukan yang strategis di dunia, visi politik yang cemerlang, pemahaman tentang situasi politik internasional yang mendalam serta umat yang dinamis, akan mampu menghindari isolasi politik internasional dan terus berupaya meraih kedudukan sebagai negara terkemuka di dunia.
Dengan strategi seperti ini, negara bukan lagi menjadi pembebek dan lemah di hadapan negara lain. Selain itu kehidupan masyarkat akan lebih baik. Karena penerapan Syariah dan pelaksanaannya sesuai dengan fitrah, memuaskan akal dan menetramkan hati manusia. Sekaligus menjadi problem solving pada seluruh aspek permasalahan.

Wallahu a’lam


Oleh : Aridha Nur Salim, S. E. I
(Anggota Komunitas Muslimah Inspiratif, Makassar)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU