OPINI : Islam Solusi, Masalah Sistemik LGBT

Umat Islam layak bangga, dan bertekad serta berupaya agar Islam menjadi kepemimpinan berpikir dan bernegara.

FAJARPENDIDIKAN.co.id – “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth” (HR Ahmad).

Kendati (LGBT) adalah perbuatan yang dilaknat, namun tetap saja polemiknya sampai hari ini makin menakutkan, pergerakan komunitasnya terus menyebar, belum mampu dihentikan dan semakin merusak tatanan dan sendi kehidupan.

LGBT yang awalnya muncul dan berkembang di Negara-Negara yang mengadopsi paham liberalisme (kebebasan), kini sudah melebarkan sayap ke penjuru dunia, bahkan pada Negeri yang berpenduduk Muslim terbesar sekalipun. Bukan hanya di kota besar, hubungan seks sesama jenis ini sudah masuk dan menjadi hal biasa di titik terpencil Indonesia, peningkatannya pernah berjumlah ribuan hanya dalam waktu beberapa bulan saja.

Inilah ancaman besar generasi, keluarga dan bangsa. Sebab akhirnya LGBT bukan lagi menjadi suatu aib, malah nyaris bertransformasi menjadi gaya hidup. Orang semakin jarang merasa malu mengakui diri sebagai bagian dari LGBT. Sebab nyatanya, kaumnya telah dianggap menjadi bagian dari kehidupan normal yang harus ditoleransi. Rangkulan pada mereka terus berdatangan, sokongan dana dari lembaga dunia untuk komunitasnya pun mengalir. Apalagi, kaum LGBT berlindung atas nama Hak Asasi Manusia, menjadikannya sangat sulit untuk terpidana.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa gerakan ini tersistematis, dan disokong oleh korporasi dan lembaga dunia sehingga idenya mengglobal. Di dunia Internasional, ratusan perusahaan besar terang-terangan menyatakan dukungan terhadap kaum LGBT. Menurut laporan University of Georgia’s Selig Centre for Economic Growth, hal itu karena kemampuan membeli kelompok LGBT merupakan nomor tiga di antara kelompok minoritas AS lainnya.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Artinya, dengan memiliki keterbukaan pada kaum LGBT, keuntungan bisnis bisa berjalan luas. Maka, meskipun sejumlah masyarakat menyerukan boikot terhadap satu produk perusahaan pendukung LGBT, itu tak akan menjadi solusi tuntas penyelesaian virus kaum pelangi. Sebab masih banyak perusahaan besar lainnya dan lembaga dunia yang berempati.

Lagipula akar masalah LGBT adalah pengadopsian ide kebebasan. Ide kebebasan dalam hidup adalah buah dari paham pemisahan urusan kehidupan dan urusan agama (Sekulerisme). Menjadi wajar apabila Negara-Negara kapitalis yang menganggap urusan agama tak layak menempati ruang kehidupan, menjadi tak peduli dengan urusan penyimpangan seksual seperti LGBT.

Mengerikannya, ide kebebasan ini ikut merasuki kaum Muslim secara massif. pemikiran sekuler semakin terasa biasa, sehingga urusan dunianya diarah-arahkan pada cara pandang kaum sekuler dalam menilai kehidupan. Jelas jurang kekeliruan ini menimbulkan luka. Sebab umat Islam mestinya bangga dan bersyukur dengan aturan Ilahi yang serba lengkap tentang kehidupan, apalagi untuk persoalan penyaluran naluri seksual.

Umat Islam layak bangga, dan bertekad serta berupaya agar Islam menjadi kepemimpinan berpikir dan bernegara.

- Iklan -

Dari berbagai sisi, Islam mengatur sedemikian rupa agar manusia tetap berjalan sesuai fitrahnya. Mulai dari elemen terkecil keluarga hingga terbesar yaitu Negara. Sejak dari rumah, Islam mewajibkan keluarga mendidik anak-anaknya dengan akidah yang kokoh, agar tidak tergerus oleh paham yang merusak. Maka, individu yang bertakwa akan terus tumbuh dan berinteraksi dalam lingkungan sosial.

Membentuk masyarakat yang terus saling menasihati agar menjauhi hal yang dilarang Allah, serta mengajak pada kebaikan. Selain itu, Negara sebagai elemen yang paling berpengaruh akan serius mengurusi umat agar terhindar dari maksiat. Negara akan menyetop penyebaran bentuk pornoaksi baik yang dilakukan sesama atau berbeda jenis. Negara akan memfasilitasi umat dengan media yang mendidik, serta membasmi konten dan propaganda merusak yang disebarkan media seperti LGBT.

Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Tidak hanya itu, sanksi yang diterapkan pada mereka yang melakukan kemungkaran diadopsi dari hukum syara’ bukan sanksi yang dipilah pilih manusia semaunya. Dalam Islam, sistem sanksi pada LGBT dijumpai tiga pendapat, 1. Pelakunya harus dibunuh secara mutlak, 2. Pelaku kena had zina, 3. pelaku diberikan sanksi berat lainnya. Sehingga, dengan hukuman berat ini para pelaku akan berpikir beribu kali untuk mencobanya.

Mengapa Indonesia masih saja memiliki data penyebaran LGBT yang tidak main-main banyaknya? Sementara Negeri ini berpenduduk Muslim terbesar? Sebab ia tidak mengambil Islam sebagai aturan hidup yang lengkap. Bingung dalam menentukan hukuman untuk para LGBT sebab tak memiliki regulasi pasti tentang kaum pelangi. Bahayanya ide-ide kebebasan adalah bukti pasti bahwa manusia butuh hidup dalam naungan hukum. Dan hukum yang terbaik hanya datang dari Yang Maha Tahu atas segalanya, Dia Allah SWT.

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi Keputusan yang terbaik.” (Al An’am: 57).

“Dan Kami turunkan kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (An-Nahl: 89).


Penulis: Arinda Nurul Widyaningrum, Mahasiswi UIN Alauddin Makassar

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU