OPINI : Jejak Khilafah Di Nusantara

FAJARPENDIDIKAN.co.id – 20 Agustus 2020 bertepatan dengan 1 Muharram 1442 Hijriah, yang kita kenal dengan istilah tahun baru islam. Penetapan tahun baru islam sendiri, memiliki sejarah yang agung dalam islam. Tidak hanya dari sisi kehidupan pribadi Rasulullah ﷺ sebagai Nabi dan rasul, tapi juga sisi politis mengapa Rasulullah ﷺ melakukan Hijrah dari Makkah ke Madinah yang kemudian dikenal dengan peristiwa Hijrah dan terhitung sebagai penetapan 1 Hijriah dalam kalender islam.

Peristiwa Hijrah Rasulullah ﷺ ini tidak lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat Jahiliyah yang penuh dengan kegelapan saat itu menjadi masyarakat Islam yang gilang gemilang.

Umar bin Khaththab mengatakan bahwa “Peristiwa hijrah bermakna sebagai pemisah antara al haq wa al bathil.” Sebab pada faktanya, antara kebenaran dan kebatilan, selalu berada pada posisi yang bertentangan. Inilah mengapa Rasulullah mengalami penindasan saat beliau menyampaikan yang haq. Perjuangan Rasulullah terus mengalami penindasan dari orang kafir hingga mendapatkan pertolongan dari tokoh-tokoh Anshar.

Para tokoh-tokoh Anshar/khazraj ini menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah ﷺ. Memereka membaiat nabi ﷺ dalam rangka mendengar dan menaaati beliau sebab hakikat pemimpin adalah untuk ditaati. Itulah mengapa mereka menyerahkan kepemimpinannya kepada Rasulullah ﷺ. Maka semenjak di madinah, kekuasaan ada di tangan Rasul juga kaum muslimin dan menerapkan hokum-hukum islam. Rasul juga memutuskan hokum-hukum termasuk memutuskan kapan perang dan damai. Beliau juga yang mengangkat wali, kepala daerah dll. Itulah bukti bahwa beliau adalah kepala Negara.

Kekuasaan islam tidak hanya di madinah, tetapi juga mencakup seluruh jazirah arab. Begitu Rasulullah ﷺ. wafat, beliau meninggalkan Negara yang diwariskan kepada para sahabat Rasulullah ﷺ. Perlu diketahui bahwa wilayah Daulah tidak berhenti di jazirah arab saja. Kaum muslimin terus memperluas wilayah Daulah. Mesir ditaklukkan demikian pula wilayah Syam dan yang lainnya ditaklukkan. Selama 13 abad lamanya umat islam memiliki Negara. Setelah masa Khulafaur rasyidin, terus berlanjut ke masa Umawiyah, Abbasiyah hingga, Utsmaniyah yang diruntuhkan oleh Mustafa Kemal attaturk pada tahun 1924.

Istilah Jejak Khilafah Di Nusantara, jika ditelusuri sejarahnya dapat ditemui sejak masa kerajaan Demak, Pajang dan Mataram islam. Khilafah dengan istilah khalifah hanya menjadi gelar atau pengakuan raja saat itu.

Tak bisa dipungkiri pengaruh Turki Ustmani sangat besar dalam kazanah sejarah Islam di Jawa. Jejak ini terlacak dan tampak sangat jelas pada sosok ekspresi budaya yang ada di Keraton Mataram baik yang kini ada Yogyakarta maupun Surakarta.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Sultan Hamengku Buwono X pun secara terbuka telah lama mengakui adanya pengaruh dan jejak kekuasaan Otoman Turki. Dalam pembukaan Munas MUI beberapa tahun silam, Sultan mengatakan jejak itu ada pada bendera yang di Keraton Demak dan kemudian Mataram, yakni pada pusaka Tunggul Wulung. Dan benda ini sebetulnya adalah lembaran kain kiswah Ka’bah. Dan ini dahulu di bawa dari Makkah yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Turki Utsmani.

Dalam literatur yang lain dijelaskan, bahwa sejak Islam masuk Raja Sriwijaya Jambi bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah pada tahun 100 H (718 M).

- Iklan -

Salah satu isi suratnya berbunyi, “Dari Raja di Raja (Malik al amlak) yang adalah keturunan seribu raja; yang beristeri juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu nan harum, bumbu-bumbu wewangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya mer upakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Dengan setulus hati, saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Ini adalah surat dari Raja Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang baru saja diangkat menggantikan Khalifah Sulaiman (715-717 M).

Lalu, keberadaan Kesultanan Cirebon (1430 – 1666), Kesultanan Demak (1500 – 1550), Kesultanan Banten (1524 – 1813 ), Kesultanan Pajang (1568 – 1618), Kesultanan Mataram (1586 – 1755), Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, (1755-sekarang), Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1755-sekarang), hingga kesultanan Ternate, Tidore, Bacan hingga Raja Ampat, mendapat gelar kesultanan, semua itu karena peran Khilafah sampai ke Nusantara.

Kehadiran para Wali, bukanlah pedagang biasa yang mencari kehidupan dunia melalui perniagaan sambil mengemban misi dakwah Islam. Bukan. Justru, hijrahnya para Wali (Wali Songo) dari daerah asalnya ke Nusantara adalah dalam rangka mengemban misi dakwah Islam. Adapun berniaga, hanyalah aktivitas tambahan untuk mencukupi kebutuhan.

Para Wali bukan hijrah ke Nusantara demi dunia, demi mencukupi kebutuhan nafkah. Akan tetapi, para wali mengemban misi dakwah Islam, misi pembebasan manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju menghamba hanya kepada Allah SWT semata.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.

Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 7 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultant Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.

Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).

Integrasi Islam dan kekuasaan, telah berhasil dilakukan secara gemilang oleh Wali Songo. Secara akidah, penduduknya memeluk akidah Islam. Secara pemerintahan, penguasanya menerapkan hukum Islam dan mengintegrasikan kekuasaannya dengan Daulah Khilafah di Turki.

Khatimah

Adanya bukti Jejak Khilafah Di Nusantara, menunjukkan akan kedigdayaan islam sebagai negara super power di masanya. Yang tak hanya menguasai jazirah Arab, tapi meliputi benua Asia dan sebagian benua Eropa. Kemakmuran masyarakat dan luhurnya rasa saling peduli antara sesama muslim tanpa melihat sekat wilayah dan warna kulit, karena umat islam layaknya satu tubuh yang saling menjaga satu sama lain. Disaat itu pula, gelar umat islam sebagai Khairu Ummah (umat terbaik) dapat terwujud. Wallahu’alam

Oleh : Juniwati Lafuku, S.Farm.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU