FAJARPENDIDIKAN.co.id-Kali Indonesia bersama dunia memperingati Hari Kesetaraan Upah Internasional,namun sayangnya hingga saat ini data global yang dirilis oleh UN Women menunjukkan bahwa perempuan masih di bayar lebih rendah di bandingkan laki-laki,dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen.
Sedangkan di Indonesia sendiri,data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Data yang sama juga menyatakan bahwa perempuan yang sudah memiliki anak,angka selisih gajinya jauh lebih besar dengan laki-laki. Tentu dengan adanya perbedaan upah tersebut berdampak buruk bagi ekonomi perempuan.
Terutama pada masa-masa sulit di tengah pandemic COVID-19 seperti sekarang ini. Selain itu,posisi perempuan di dunia kerja juga masih kurang kuat. Hingga saat ini kebanyakan perempuan masih banyak berada di pekerjaan informal. Sehingga ketika ada pandemic seperti sekarang ini,tak sedikit pekerja perempuan yang harus hidup dalam BPJS dan perlindungan sosial.
Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan menengah ke bawah atau perempuan yang memiliki pendidikan rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa banyak juga perempuan yang memiliki gelar D3/D4 atau Sarjana,tapi upahnya masih lebih kecil di bandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang tinggi tidak mengurangi angka kesenjangan upah berdasarkan gender.
Akan kah Hari Kesetaraan Upah Internasional jawaban akan problem perempuan bekerja? Masalah yang dihadapi perempuan saat ini sangat kompleks,khususnya perempuan bekerja. Mereka tidak hanya dihadapkan pada gaji yang rendah,namun juga eksploitasi pekerjaan. Bagi sistem kapitalis,industri adalah pilar utamanya. Sistem kapitalis akan senantiasa berupaya bagaimana agar industri bisa terus berlansung dan berproduksi.
Salah satu faktor produksi yang terpenting adalah tenaga kerja. Perempuan umumnya tidak memiliki bargaining position yang memadai sehingga mudah diperdaya dengan gaji yang lebih rendah,pengabdian hak pekerja,dan batasan kebebasan dalam berserikat.
Selain itu perempuan adalah pasar yang menggiurkan. Berdasarkan hasil riset tahunan The Asian Parent Indonesia Digital Mums Survey 2018,99% ibu di Indonesia merupakan penentu belanja keperluan rumah tangga. Demikianlah perempuan digiring untuk menjadi pemutar roda industry kapitalis sekaligus target pasar melalui jargon women empowering.
Dalam islam perempuan sangat dipandang mulia dengan segala aktivitasnya,baik di dalam rumah sebagai istri dan ibu bagi keluarganya,atau pun di luar rumah dalam muamalahnya dalam menjalankan kewajibannya yang terikat dengan aturan-aturan syariat. Tidak ada kecemburuan sosial dan ekonomi atas peran laki-laki berbeda dengan perempuan.
Karena islam telah menempatkan keduanya dalam porsi yang proporsional,tidak ada kerugian di dalamnya meskipun sifat dan tabiatnya khusus berbeda pada keduanya. Kekhususan ini bukan bentuk diskriminasi syariat islam terhadap perempuan seperti yang di tudingkan pegiat gender dan kaum liberalis selama ini.
Islam telah memberikan aturan khusus kepada kaum perempuan untuk mengemban tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya. Rasulullah saw,bersabda,sebagaimana yang dituturkan oleh Ibn Umar : “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya,seorang Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya”(HR Bukhari-Muslim).
Ajaran islam telah menempatkan posisi muslimah dan perempuan sebagai pencetak generasi yang gemilang dan merupakan mitra sejajar laki-laki dalam membangun peradaban.
Terkait aktivitas perempuan bekerja ada aturan dan ketentuan hukum syara,sesuai kekhususan peran dan posisinya. Maka ketika bekerja,berlaku hukum syara tentang ijaratul ajir (kontrak kerja) yang secara umum sebagaimana pekerja laki-laki.
Islam juga telah menjelaskan dengan detail kontrak kerja pengusaha dengan pekerja melalui hukum-hukum yang menyangkut jenis pekerjaan,waktu,termasuk besaran gaji. Sehingga penghasilan kerja yang diperoleh tidak berhubungan dengan kecukupan akan kebutuhan hidup, gender dan jaminan hari tua.
Maka dari itu hanya islam yang memiliki jaminan menyeluruh bagi kebutuhan rakyatnya dengan baik,dengan pembiayaan yang murah bahkan gratis. Maka persoalan penghasilan yang tidak sepadan tidak akan menimbulkan masalah.
Maka mesti disadari sebuah kebutuhan yang mendesak agar terhindar dari kesenjangan sosial berupa pendapatan hasil kerja dan gender. Dengan islam sebagai dasar dan keadilan yang membawa rahmat bagi semua umat manusia tanpa membedakan suku, ras, dan agama.
Penulis (Fatma Ummu Tasya)