OPINI : Lathi Challange, Antara Normal Style dan Normal Life

Lathi Challenge adalah tantangan untuk merias wajah menyerupai karakter wanita seram dalam video klip lagu Lathi karya grup musik Weird Genius dan rapper Surabaya, Sara Fajira.

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Media sosial tengah diramaikan oleh tagar #LathiChallenge. Orang yang melakukan tantangan ini, melalui video, tampil dalam busana tradisional dan kemudian berubah menjadi menyeramkan layaknya iblis. Lathi Challenge adalah tantangan untuk merias wajah menyerupai karakter wanita seram dalam video klip lagu Lathi karya grup musik Weird Genius dan rapper Surabaya, Sara Fajira.

Dilansir Kompas.com, Jumat (5/6/2020), #LathiChallenge dipopulerkan oleh seorang beauty vlogger asal Indonesia, Jharna Bhagwani. Setelah itu orang-orang di Indonesia mengikuti jejaknya dengan membuat kreasi make up dengan pakaian tradisional. Ada juga yang hanya menggunakan aplikasi di handphone.

Menurut Psikolog Klinis Adityana Kasandra Putranto mengatakan, menurutnya ada beberapa alasan. “Banyak perempuan merasa memiliki koneksi dengan lagu ini, lalu ditambah kreativitas para MUA yang menyajikan unsur keindahan tambahan sehingga lengkap menjadi sebuah Music Beauty Fashion yang artistik,” ujar dia pada Kompas.com, Selasa (9/6/2020).

Menurut Kasandra, challenge itu juga mewakili sebagian masyarakat Indonesia karena visualisasinya kreatif. Menampilkan sisi kegelapan dan unsur mistik yang nyata.

Sudah menjadi kebiasaan umum bagi masyarakat khususnya anak-anak milenial, ketika ada ‘sesuatu’ yang mendadak viral, yang isinya berupa tantangan, mereka pun berbondong-bondong menerima tantangan tersebut tanpa memperhatikan mereka masih dalam tataran normal style atau tidak.

Dengan alasan mengisi kekososngan di masa pandemi yang entah kapan akan berakhir. Ada juga yang beralasan saking jenuhnya tinggal di dalam rumah berbulan-bulan akhirnya tertarik mengikuti challange tersebut. Mirisnya, kebanyakan perempuan muslim ikut-ikutan melakukan lathi challange tersebut.

Hanya karena ramai memenuhi jagad maya, mereka pun tidak mengetahui asal usul dari video klip lagu Lathi karya grup musik Weird Genius dan rapper Surabaya, Sara Fajira. Dalam video klip tersebut, terlihat seorang remaja yang tengah mengalami kekerasan terhadap sang kekasih, hingga hampir sekujur tubuh bersimbah darah. Singkat cerita, remaja tersebut berubah menjadi menyeramkan, bak berhembus roh hitam yang merasuki tubuhnya yang membuat penampilannya seperti iblis.

Setelah ditelusuri ternyata lagu itu mengandung makna yang dalam tentang dampak kekerasan terhadap perempuan, berupa penderitaan, sakit fisik, sakit hati, ketidakberdayaan, dan amarah maupun dendam. Namun hal ini tidak bisa dipungkiri, kekerasan dan kekerasan seksual masih sering terjadi di Indonesia dengan berbagai faktor, mulai dari pernikahan dini, toxic relationship, kekerasan seksual, perdagangan manusia, dan lain-lain.

***

- Iklan -

Ada hal menarik yang perlu dikupas tuntas dari lathi challange ini menurut sudut pandang Islam.

Pertama, perempuan menjadi ikon korban kekerasan. Ini fakta, perempuan yang seharusnya dilindungi dan dimuliakan, namun berbanding terbalik dengan realita saat ini. Dalam laporan Komnas Perempuan dalam 2 tahun terakhir: tercatat 406.178 kasus pada tahun 2019; dan tercatat 348.466 kasus pada tahun 2018.

Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Kekerasan terhadap perempuan menjadi sesuatu yang lumrah dalam sistem kehidupan yang kapitalistik. Sebab kapitalisme tidak menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Kapitalisme hanya menjadikan perempuan sebagai sekrup-sekrup hegemoni mereka, yang bisa dieksploitasi kapan saja.

Padahal Islam dengan seperangkat aturannya telah menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Perempuan harus diberi perlindungan dan dijaga kehormatannya, termasuk di dalamnya terhadap kekerasan. Islam memuliakan perempuan dengan posisinya sebagai ummun warabbatul bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga). Dengan pengaturan yang jelas seperti ini, perempuan akan terlindungi dari kekerasan di ruang publik, karena kesehariannya adalah di rumah.

Kedua, remaja hari ini kebanyakan menghabiskan waktunya dengan hal sia-sia. Berbagai aplikasi norak bertebaran dengan kemudahan akses, mereka lebih memilih belajar bagaimana cara agar mendapat ketenaran dan popularitas meski meninggalkan kebiasaan normal style nya mereka dalam sekejap daripada mempelajari ilmu agama mereka, yakni Islam.

Dalam lathi challange ini terlihat banyaknya dari kalangan anak milenal muslim yang pula kerudungan mengikutinya. Akibat kurang ilmu mereka dengan entengnya merias wajah mereka bak iblis, dilengkapi dengan gelagat yang sangat tidak mengindahkan muru’ah perempuan.

Padahal Islam dengan terang melarang wanita muslimah berdandan menyerupai wanita jahiliyah dan kaum kafir. Saat ini banyak sekali para muslimah yang mengidolakan kaum kafir dan mengikuti style idolanya agar dianggap modis dan kekinian. Padahal, Allah jelas-jelas melaknat tasyabuh atau menyerupai suatu kaum. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Barang siapa yang bertasyabuh (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Ahmad dan Abu Daud).

Apalagi berdandan menyerupai iblis. Bukankan penyembah para iblis adalah dari kalangan jahiliyah dan kuffar.

Ketiga, dalam kondisi pemerintah yang menerapkan kebijakan new normal life, masyarakat ramai mencari hiburan, ada yang mulai mendatangi tempat-tempat wisata yang beberapa telah dibuka kembali namun tidak lagi menerapkan social distancing.

Adapun bagi mereka yang tetap physical distancing, mereka mencari hiburan di dunia maya, salah satunya dengan melakukan aksi lathi challange ini. Apapun yang dilakukan oleh rakyat Indonesia saat ini tidak terlepas dari aturan dan kebijakan yang di terapkan oleh penguasa negeri. Sehingga penguasa wajib bertanggung jawab dalam hal keamanan dan kenyamanan rakyatnya, khususnya di masa pandemi ini.

Menurut Imam Al-Mawardi, dalam kitab Al-Ahkam Ash-Sulthaniyah, pemimpin memiliki tugas yang harus diperhatikan dan dilaksanakan selama menjalankan kepemimpinanya;

Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Pertama, memelihara agama sesuai dengan prinsip prinsip yang kokoh dalam artian benar benar terwujud kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat. Agama bukan dijadikan sarana untuk melakukan rekayasa, manipulasi dan intimidasi. Bukan pula agama dijadikan sebagai legitimasi kekuasaan yang hanya untuk kepentingan sesaat (pragmatis).

Kedua, melindungi rakyat dari berbagai ancaman dan gangguan yang datang baik dari internal maupun eksternal baik yang menyangkut harta , jiwa dan raga. Pemimpin harus mampu memberikan kepastian keamanan dan kenyamanan bagi rakyatnya. Konsekuensinya semua rakyat benar-benar bisa menjalankan aktivitas secara optimal tanpa dilandasi kekhawatiran.

Ketiga, menegakkan aturan dan hukum agar tidak terjadi saling tindas, saling mengkhianati satu dengan yang lain. Aturan yang berubah hukum atau regulasi lainnya secara fitrah diciptakan dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan diantara manusia bisa saling menghormati dan menghargai, karena dengan aturan dan hukum tiap tiap manusia akan menjalankan tugas dan perannya sesuai dengan hak dan kewajiban yang dimiliki.

Keempat, memerangi atau melawan semua kelompok yang bermaksud melakukan kerusuhan atau perbuatan yang melanggar aturan dan norma. Ketegasan seorang pemimpin terhadap para pengacau, pengganggu dan perusuh menjadi salah satu indikasi keberhasilan dalam memimpin. Oleh sebab itu pemimpin harus bertindak cepat dan tepat kepada siapapun yang menjadi aktor kekacauan di negara, termasuk di dalamnya memasarkan aplikasi dan konten-konten yang tidak mendidik.

Kelima, ,mengangkat orang orang yang jujur dan profesional untuk di tempatkan di posisi yang tepat agar mampu melakukan pelayanan optimal kepada rakyat. Artinya pemimpin harus selalu komitmen kepada orang orang yang memiliki integritas, kapabilitas. Pengangangkatan pejabat tidak boleh didasarkan pertimbangan suka sama suka dan kelompok melainkan benar-benar didasarkan pertimbangan profesionalisme.

Keenam, rajin turun langsung ke lapangan agar mengetahui, memahami dan mampu mengurai semua persoalan yang dialami oleh rakyatnya. Kedekatan dengan rakyat merupakan keniscayaan bagi setiap pemimpin. Dengan turun langsung ke masyarakat akan lebih mengetahui persoalan secaar detail, sehingga akan cepat dan tepat dalam membuat solusi.

Terlebih point keenam, masyarakat sangat membutuhkan kedekatan pemimpin negeri ini. Di tengah kondisi pandemi hari ini, rakyat serba kekurangan. Kekurangan fasilitas kesehatan bagi tenaga medis dan pasien covid-19, kekurangan bahan pokok bagi masyarakat yang terdampak covid-19 dan kekurangan rasa aman dan nyaman bagi yang tetap melakukan physical distancing. Sehingga munculnya Lathi Challange ini menjadi salah satu bukti penguasa negeri ini gagal menciptakan kenyamanan bagi rakyatnya.

Penulis: Miladiah Al-Qibthiyah, Aktivis Muslimah Papua

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU