OPINI : Listrik Pun Mencekik Rakyat Di Masa Pandemi

Oleh : Nurlinda/ Pemerhati Sosial

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Padahal masyarakat telah menghemat penggunaan listrik, dan pemakaiannya sama seperti bulan sebelumnya. Namun PLN mengelak telah menaikkan listrik selama masa pandemi. Kenaikan tagihan listrik dianggap wajar karena penggunaan yang meningkat karena WFH dan BDR.

Direktur Human Capital Management PT PLN (persero), Syofvi F. Roekman menegaskan, bahwa pihaknya tidak pernah melakukan manipulasi dalam penghitungan tarif. Penghitungan dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga dilakukan oleh pelanggan sendiri.

Disisi lain, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahri mengatakan, perhitungan yang dilakukan PLN secara transparan. Oleh sebab itu masyarakat yang tagihannya mengalami kenaikan bukan karena manipulasi atau kenaikan tarif melainkan karena pembatasan sosial.

Menurut Bob, selama pandemi Covid-19,masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik untuk kegiatan bekerja hingga sekolah. Dimana tidak hanya orang tua tapi anak dan anggota keluarga lainnya harus dirumah. Maka otomatis penggunaan listrik akan bertambah sehingga ada kenaikan.

Apalagi selama ada kebijakan pembebasan sosial oleh pemerintah, PLN tidak melakukan pencatatan meter lansung ke pelanggan karena mempertimbangkan kesehatan. Oleh karenanya penghitungan tagihan pada Maret dan April dilakukan menggunakan rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir. Namun ada beberapa masyarakat yang tercantum di meteran berbeda dengan yang tercantum di struk pembayaran. Sehingga membuat masyarakat merasa heran dan bertanya-tanya kenapa bisa berbeda. Bahkan ada rumah yang kosong hanya lampu yang menyalah namun juga mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

Menyusul banyaknya keluhan masyarakat terkait lonjakan tagihan listrik. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto meminta PLN segera membuka posko pengaduan baik secara online atau langsung. Dia juga menegaskan, PLN harus bisa menjelaskan secara rinci penyebab kenaikan tagihan listrik masing-masing per pelanggang.

Kenaikan tagihan listrik yang terus mengalami kelonjakan ini tidak bisa dipisahkan dari liberalisasi kelistrikan yang sudah dimulai sejak UU Ketenagalistrikan No. 20 tahun 2002 disahkan. UU ini adalah salah satunya yang mengatur masalah unbundling vertikal, yang memisahkan proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha. Yaitu pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, distribusi listrik, dan penjualan tenaga listrik.

Unbundling vertikal inilah yang diduga akan berdampak pada liberalisasi listrik, dikarenakan UU juga mengatur pembukaan ruang yang luas bagi terlibatnya pihak swasta.

Sementara disaat yang sama pihak pemerintah diwakili oleh PT PLN sebagai BUMN yang seharusnya bertanggung jawab atas penyedia listrik, Namun PLN hanya bertindak sebagai regulator. Bagaimanapun aturannya UU ini tetap tidak bisa menjamin bahwa rakyat bisa memperoleh haknya terhadap energy listrik dengan mudah dan murah. Karena dari dulu cara pengelolaannya hanya mencari keuntungan.

- Iklan -

Ini menegaskan pemerintah tidak peduli terhadap kesulitan rayatnya. Dimana PLN sebagai sektor pelayanan publik tidak menyesuaikan pelayanannya dengan meringankan kesulitan yang dihadapi masyarakat dimasa pandemi.

Sebagaimana kita ketahui di Indonesia penduduknya mayoritas muslim namun faktanya mereka belum mengatahui bahwa islam mempunyai solusi dalam masalah ini. Dimana islam diturunka Allah SWT tidak hanya mengatur perkara ibadah saja, islam pun mengatur segala aspek kehidupan, termasuk masalah kelistrikan.

Dalam islam listrik termasuk kedalam kepemilikan umum, listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk kedalam kategori api atau energy. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api (energi)”. (HR. Ahmad).

Sumber energy pembangkit listrik sebagian besar berasal daribarang tambang, seperti migas dan batu bara, yang merupakan kepemilikan umum. Karena masuk kepemilikan umum barang tambang migas dan batu bara tidak boleh dikomersilkan pengelolaannya dan juga hasilnya. Barang tambang harus dikelola oleh penguasa dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan rakyat.

Negaralah yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan listrik setiap rakyatnya, baik yang kaya maupun miskin, baik yang tinggal di kota ataupun di desa. Islam pun memandang bahwa negara dan pemerintah sebagai pelayang rakyar. Yaitu pemimpin yang bertanggung jawab yang mengurusi semua urusan rakyatnya, bukan pedagang dengan prinsip untung rugi.

Oleh : Nurlinda/ Pemerhati Sosial

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU