OPINI: Mencintai Haters Adalah Mencintai Masa Depan dan Diri Sendiri

Saat ini masyarakat tidak dapat terlepas dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Seiring perkembangan internet, perkembangannya tersebut diikuti oleh perkembangan berbagai macam media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube dan sebagainya.

Media sosial kini menjadi kebutuhan masyatakat sebagai alat untuk berkomunikasi secara cepat dan mudah. Media sosial yang beragam tentunya tidak memiliki kesamaan yang persis, ada hal yang memiliki daya tarik tersendiri dengan fitur layanan yang disediakan. Di Instagram, penggunanya dapat memposting foto yang terlebih dahulu dapat dilakukan proses editing oleh fitur yang disediakan pihak Instagram.

Selain itu, ada dapat pula memposting insta story dalam bentuk foto dan video degan durasi terbatas. Begitupun dengan Facebook yang memiliki banyak ftur lainnya, di antaranya fitur berbagi pesan teks, video, maupun gambar.

Komunikasi antarindividu sebelumnya hanya dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) atau menggunakan telepon. Namun, saat ini komunikasidapat dilakukan melalui media sosial dalam bentuk suara, video call dan sebagainya. Kemudahan komunikasi melalaui sosial media tentunya harus didukung dengan keberadaan internet.

Sebagaimana diketahui bahwa media sosial merupakan cyberspace. Cyberspave adalah segala medium atau benda yang menjadi tempat berkomunikasi antara individu secara elektronik dan kerap dikaitkan dengan akses internet (Holmes, 2005).

Sosial media menjadi alat komunikasi yang mudah dijangkau saat ini seiring dengan penyebaran jaringan internet yang semakin meluas, bahkan sampai pada pelosok pedesaan. Dengan keberadaan media sosial, penggunanya dapat menyebarkan kegiatan sehari-hari dan perasaannya melalui media soaial. Baik dalam bentuk postingan teks, gambar maupun video.

Layanan media sosial tidak selamanya menimbulkan kesukaan terhadap penggunanya. Ada konsekuensi yang harus diterima ketika menggunakan media sosial, salah satunya adalah adanya haters. Haters yang dimaksud dalam konteks ini adalah akun pengguna media sosial yang postingannya mengandung unsur mejelek-jelekkan dan kebencian.

Fenomena kemunculan haters menimbulkan banyak keresahan di Indonesia karena menyerang mental dan psikis. Bahkan fenomena tersebut pun diikuti dengan Undang-Undang yang dikeluarkan pemerintah melalui UU ITE Pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1.

Namun, kemunculan Undang-Undang tersebut tidak serta-merta membuat haters berhenti melakukan syahwatnya untuk menebar kebencial dan menjelek-jelekkan pengguna lain di media sosial. Keinginan verbal agresif terus dilakukan di media sosial dengan cara menyerang dan bertahan dengan pola pikir dan perilakunya sendiri.

Littlejohn mengemukakan bahwa memahami peran komunikasi agresif dalam sebuah konflik memberikan pengetahuan untuk perilaku komuniakasi seseorang yang terlihat saat muncul ketidaksetujuan. Seseorang cenderung berperilaku komuniakasi yang agresif seringkali menggunakan mode menyerang (attack) dan bertahan (defend) dalam berpikir dan berperilaku (Littlejohn, 2009). Kondisi tersebutlah yang banyak jadi pemandangan miris di media sosial. Seolah tindakan yang dilakukannya tersebut adalah sebuah kebenaran yang waji dilakukan. Padahal, perilaku komunikasi agresifnya tersebut bisa saja membuat orang lain stress karena gangguan mental.

Di sisi lain, secara umum pengguna media sosial ingin menunjukkan kepada orang-orang di media sosial gambaran diirnya yang dapat diterima oleh orang lain. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mengundang interaksi yang sehat dan relasi yang luas dalam menjalin komunikasi yang efektif dan harmonis.

Namun respon pengguna lain tentu akan beragam, ada yang berada pada posisi menerima dan ada pula yang menolak lalu melakukan penyerangan. Tindakan tersebut menurut Goffman disebut impression management (pengelolaan pesan), yaitu teknik yang digunakan pengguna untuk memupuk kesan tertentu pada situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Kuswanto, 2009).

Seseorang akan melakukan cara-cara tertentu dengan menimbulkan sebuah kesan, mempresentasikan dirinya melalui sebuah tindakan dan perilaku. Saat melakukan komuniaksi dan berinterakasi, ia akan melakukan pengelolaan pesan agar dapat memberikan kesan yang dikehedakinya di mata orang lain.

Tindakan yang dilakukan haters tentu tidak selamanya dimanfaatkan dengan semakin menimbulkan konflik yang besar dan berkepanjangan. Dengan adanya haters, kita dapat menjadikannya sebagai sebuah motivasi untuk melakukan impression management dengan baik sehingga melahirkan kesan yag semakin baik di mata masyarakat banyak.

Haters juga dapat akan semakin membuat kita semakin berusaha untuk memperlihatkan diri dengan citra yang positif dan mendapatkan pencapaian yang membanggakan. Tidak selalu konotasi haters itu tidak baik, kembali lagi bagaimana tindakan kita untuk memanfaatkan respon-respon orang yang bertindak sebagai haters.

Sifat attack dan depend mereka akan rubuh seiring pencapaian kita dengan mempresentasikan diri sebagai individu yang semakin baik dan lebih baik. Mengambil motivasi dari perlakukuan dan tindakan haters adalah bagian dari menyayangi haters itu sendiri. Tapi tentunya perlu untuk melatih diri dalam mengontrol emosi dan keseimbangan diri. Mencintai haters sama halnya mencintai diri dan masa depan.


Penulis: Qudratullah, S.Sos., M.Sos. (Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Bone)


Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU