OPINI: Petaka Miras, Berawal dari Penasaran Berakhir Penyesalan

Penulis: dr. Airah Amir (Dokter RSUD Kota Makassar)

Miras kembali menjadi petaka, bukannya reda justru semakin merajalela. Kali ini terjadi di Makassar yang berujung pada kematian 3 pelajar. Para pelajar tewas setelah meracik alkohol 96 persen dengan minuman bersoda.

Sekelumit kasus di atas hanyalah satu contoh dari ratusan hingga ribuan kasus yang terjadi akibat menenggak miras. Juga menunjukkan bahwa miras ternyata banyak dikonsumsi oleh para remaja.

Pola konsumsi miras di kalangan remaja inilah yang disinyalir turut menjadi pemicu perilaku remaja yang kerap terlibat kasus kriminalitas. Remaja yang mengonsumsi miras cenderung berperilaku negatif ditambah dengan mudahnya akses konten kekerasan dan tayangan yang tidak mendidik yang memicu perilaku negatif tersebut.

Malangnya miras malah merebak ke seluruh penjuru dunia seperti halnya minuman ringan yang begitu mudah dijangkau oleh siapa pun. Telah banyak pula yang mengurai kerusakan yang ditimbulkan. Namun mengapa keberadaan miras justru begitu kuat dan seakan mustahil untuk diberantas?

Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan aturan untuk mencegah peredaran miras di setiap minimarket yang diberlakukan sejak 16 April 2015,bersamaan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

Namun ketatnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah tidak otomatis menurunkan minat masyarakat dalam mengonsumsi miras. Harga yang murah dan mudahnya mendapat bahan miras oplosan menjadi alasan mengapa lebih banyak orang yang memilih untuk mengoplos sendiri mirasnya, seperti dari kasus di atas di mana pelaku mendapatkan 2 jerigen alkohol 96% di sebuah rumah kosong lalu mengoplosnya dengan minuman bersoda. Apalagi jika mabuk sudah menjadi kebiasaan sehingga segala macam cara dilakukan.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Alkohol 96 persen yang dicampur dengan minuman bersoda tersebut diracik bergantung pada keinginan pelaku, tanpa aturan dan takaran. Alkohol yang dicampur dengan minuman bersoda mempercepat alkohol mencapai usus halus sehingga makin cepat pula mencapai peredaran darah sampai ke jaringan dan seluruh organ. Inilah yang menyebabkan intoksikasi atau keracunan miras oplosan lebih mungkin terjadi dibandingkan efek miras lainnya.

Mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan dalam tempo yang cepat akan berpengaruh pada detak jantung, pernapasan,refleks muntah dan selanjutnya berpotensi menyebabkan penurunan kesadaran bahkan kematian.

Ketika sesorang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol dalam jangka panjang dapat menyebabkan sirosis hepatis atau jaringan hati yang sehat berganti menjadi jaringan parut. Etanol yang masuk ke dalam tubuh dimetabolisme oleh enzim hati yaitu alkohol dehydrogenase membentuk asetaldehide yang memicu peradangan dan kerusakan hati.

- Iklan -

Padahal hati adalah salah satu organ penting tubuh yang mempunyai fungsi yang penting yaitu fungsi metabolisme, menyaring zat toksik yang beredar dalam darah, dan menghasilkan empedu untuk menyerap lemak.

Menurut data BPS terdapat jumlah konsumsi alkohol per kapita penduduk usia 15 tahun keatas 0,36 Liter per kapita menurun ke 0,33 Liter per kapita dari tahun 2021 ke tahun 2022. Namun sayangnya penurunan ini tidak berdampak signifikan karena masih adanya kasus kematian akibat minuman alkohol oplosan.

Berapa banyak kerusakan yang diakibatkan oleh minuman keras ini? Miras bukan hanya merusak pribadi peminumnya tetapi juga berpotensi merusak orang lain. Mari kita buka datanya, WHO menyebutkan konsumsi minuman beralkohol bertanggungjawab atas satu kematian dari 20 kematian secara global setiap tahunnya.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Penggunaan alkohol berbahaya membunuh tiga juta orang setiap tahun, dan 75 persen pengguna alkohol adalah usia muda antara 15 hingga 29 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat produktif. Bagaimana dengan kasus kecelakaan lalu lintas akibat pengemudi yang mabuk?

Data menyebutkan antara tahun 2019 hingga 2021 terdapat 337.850 kecelakaan lalu lintas akibat pengemudi mabuk yang mencakup 97,48 persen dari keseluruhan penyebab utama kecelakaan.(kumparan.com)

Lantas bagaimana memutus rantai peredaran miras di masyarakat? Sebab miras secara medis tidak layak untuk dikonsumsi di samping karena keharamannya secara mutlak dalam Islam. Faktanya pabrik miras masih terus beroperasi karena memang mendapat izin untuk memproduksi. Sebab selama ada permintaan pasar, menguntungkan bagi pengusaha dan ada pemasukan bagi negara, maka bisnis ini akan terus berjalan meskipun merusak masyarakat.

Negaralah yang punya andil paling besar dalam memutus rantai peredaran miras ini. Segala daya ada pada negara termasuk membuat regulasi apakah miras diperbolehkan beredar di masyarakat atau tidak.

Begitu pun masyarakat dengan kontrol sosialnya berfungsi untuk melakukan pengawasan di masyarakat. Dan secara individu, dengan ketakwaan yang berpondasikan agama akan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang-Nya sebab dalam sebuah hadits Nabi dikatakan bahwa miras adalah ummul khaba’its atau induk dari segala kejahatan.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU