OPINI : Polemik PSBB Dan PSBM

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa berimplikasi luas. Termasuk kemungkinan bertambahnya kelompok masyarakat yang terdampak sehingga membutuhkan bantuan sosial (bansos). Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan muncul kebutuhan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak dalam bentuk bantuan sosial, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

Keputusannya adalah menambah bansos sejalan dengan pengetatan PSBB, maka itu bukan keputusan yang mudah. Dibutuhkan kajian mendalam dan koordinasi yang tinggi,” kata Juliari kebijakan PSBB Jakarta disikapi negatif berbagai pihak diantaranya para pengusaha maupun kemenko Perekonomian.

Pasalnya, hal ini dianggap akan menurunkan pergerakan roda perekonomian. PSBB dinilai meniru cara Barat untuk menetapkan ‘blanket lockdown’ yang mematikan ekonomi dan menimbulkan masalah sosial pada area yang luas tanpa jaminan total dari pemerintah.

Orang terkaya di Indonesia versi Forbes, Budi Hartono mengirim surat kepada Presiden Jokowi terkait rencana pemberlakukan PSBB di Jakarta yang rencananya akan dimulai pada Senin, 14 September 2020. Dalam suratnya, Budi Hartono mengungkapkan ketidaksetujuannya pada pemberlakuan PSBB di Jakarta. Surat ini diunggah oleh Mantan Dubes RI untuk Polandia di akun Instagramnya Peter F Gontha pada Minggu, 13 September 2020.

Budi Hartono menilai PSBB DKI Jakarta tidak efektif untuk menurunkan penyebaran dan infeksi virus Corona. Ia juga menilai ada atau tanpa PSBB seharusnya RS di Jakarta memang harus beroperasi optimal. “Hal ini disebabkan seharusnya pemerintah daerah/pemerintah pusat harus terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus,” tulis Budi dalam surat tersebut.

Ia pun memberikan 4 usulan kepada pemerintah untuk perbaikan menekan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia pada umumnya dan di DKI Jakarta untuk khususnya.
“Tugas untuk memberikan sanksi atau hukuman tersebut adalah tugas kepala daerah dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta,” Budi Hartono dalam suratnya.

PSBB yang diterapkan disejumlah daerah selama ini memang tak efektif menekan penyebaran Corona bahkan masih saja terdapat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan masyarakat luas. Hal ini disebabkan banyak hal:

Pertama, tidak adanya jaminan ekonomi masyarakat secara umum. Adapun bantuan sosial yang diberikan pemerintah tak mampu mencakup seluruh masyarakat. Padahal efek pandemi merata hampir ke seluruh lapisan masyarakat tak hanya wilayah zona merah. Sehingga demi alasan ekonomi masyarakat rela berhadapan dengan Corona melanggar PSBB.

Baca Juga:  Transformasi Pendidikan Indonesia Pasca-Kurikulum Merdeka

Kedua, munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis akibat beredarnya berita hoax terkait Covid19. Sehingga masyarakat menganggap pandemi ini hanyalah isu buatan para tenaga medis demi meraih keuntungan materi. Hal ini cermin buruknya pelayanan kesehatan di negeri ini yang tanggungjawab negara bukan hanya para tenaga medis hingga nampak citra buruk di masyarakat.

- Iklan -

Ketiga, ketika PSBB diberlakukan selayaknya pemerintah mempersiapkan segala kebutuhan medis demi Mempercepat penyembuhan pasien covid-19 dan anggaran bantuan demi menyuplai kebutuhan pangan masyarakat terdampak. Namun sayangnya hal ini tak terealisasi maksimal dan masih terdapat banyak kekurangan sehingga PSBB dinilai gagal menekan penyebaran covid-19 dan menghambat laju ekonomi.

Sepanjang sejarah kegemilangan Islam ketika terjadi pandemi di suatu wilayah maka negara Islam memiliki Sejumlah kebijakan yang terbukti mampu menekan penyebaran wabah dan kestabilan ekonomi negara tetap terjaga yaitu dengan cara:

Pertama, memberlakukan lockdown total terhadap wilayah terdampak wabah. Tak akan memberikan akses keluar masuk di wilayah tersebut kecuali pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya para tim tenaga medis ataupun penyuplai bantuan logistik.

Kedua, mendeteksi seluruh masyarakat di tempat terdampak demi mengetahui siapa saja yang telah terjangkiti virus dan yang sehat. Alat ataupun media pendeteksi disediakan oleh negara untuk masyarakat secara gratis dan terjamin keakuratannya.

Ketiga, masyarakat yang sakit akan diisolasi di rumah-rumah mereka atau di rumah sakit dengan pelayanan kesehatan terbaik dan berkualitas. Misalnya penyediaan logistik kesehatan yang cukup dan para tenaga medis yang terpercaya.

Keempat, masyarakat yang sehat akan dipisahkan dari wilayah terdampak. Hal ini dilakukan demi menghindari penularan dan penyebaran wabah lebih luas. Sehingga masyarakat yang sehat tetap bisa beraktivitas (sekolah, bekerja, bepergian) layaknya hari biasa sebelum adanya wabah.

Kelima, Negara akan menjamin kebutuhan pangan seluruh masyarakat di wilayah terdampak dengan bantuan pangan ataupun dana kebutuhan hidup sehari-hari melalui pendistribusian yang mudah dan benar-benar akan dipastikan seluruh masyarakat telah menerima bantuan tersebut. Sehingga masyarakat terdampak tak merasa bingung memenuhi kebutuhan hidup ketika mereka dalam kondisi sakit dan tak bekerja.

Keenam, Negara akan mengupayakan dan memfasilitasi sejumlah riset ilmiah demi menemukan vaksin ataupun obat agar wabah segera berakhir dan masyarakat kembali sehat. Adapun ketika sudah ditemukan vaksin tersebut akan diberikan kepada rakyat secara gratis dan tak boleh dikomersialisasi demi meraih keuntungan pribadi.

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Ketujuh, wilayah yang tak terdampak akan terus dipantau agar tak termasuki wabah. Hal ini bisa dilakukan dengan menjaga kesehatan lingkungan dan melakukan sejumlah tes deteksi bagi seluruh masyarakat baik yang memasuki wilayah tersebut ataupun yang telah menetap. Negara akan memfasilitasi detektor yang akurat dan gratis untuk seluruh masyarakat di setiap wilayah.

Kedelapan.Negara Islam akan selalu mengalami kestabilan ekonomi karena tak bergantung pada sektor non riil layaknya negara-negara kapitalis yang berbasis ribawi. Sehingga memunculkan krisis ekonomi sewaktu-waktu meski tak di masa pandemi.

Kesembilan, Negara Islam memiliki sejumlah pos pendapatan yaitu pos fai, kharaj, zakat maal dan sebagainya yang tak hanya bergantung pada pajak layaknya negara kapitalis. Selain itu tabiat negara Islam mandiri dan tak bergantung negara lain karena melakukan pengelolaan harta (negara ataupun umum) secara tepat dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.

Kesepuluh, Negara Islam benar-benar mengatur pendistribusian harta agar tak hanya dikuasai segelintir orang saja yang memunculkan tingginya angka kemiskinan layaknya sistem kapitalisme. Sehingga akan terjadi kestabilan ekonomi negara Islam dalam segala kondisi meski di masa pandemi.

Demikianlah cara Islam mengatur pembatasan sosial di saat wabah tanpa berimbas pada kestabilan ekonomi negara.Ketika sosok pemimpin di negara islam yang jelas adil maka mungkinkah akan ada surat yang dikirim dan ditujukan ke sang pemimpin sebagai bentuk penolakan PSBB total kala pandemi? Apalagi dengan pertimbangan ekonomi? Tentu tidak.

Tidak akan mungkin ada yang berani untuk mengirim surat tersebut. Karena justru itu merupakan penghinaan terhadap Khalifah sebagai pemimpin, pelayan, penanggung jawab, dan pengayom rakyat secara keseluruhan. Karena ia memimpin atas dasar keimanan dan ketakutan kepada Sang Khalik. Bukan memimpin karena diusung Parpol dan sokong oligarki.

Sayangnya, sosok pemimpin ini hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah. Tanpa Khilafah. Dengan demikian, penegakan Khilafah seharusnya menjadi agenda bersama umat Islam agar wabah segera tertangani dengan baik dan nyawa rakyat bisa diselamatkan.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis (Fatma Ummu Tasya)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU