OPINI: Relawan Desa, Jadilah Contoh Penanganan Covid-19 yang Baik!

Seiring perkembangan Covid-19 diberbagai negara, Indonesia menjadi salah satu negara yang terus melakukan stategi taktis untuk mencegah penyebaran virus yang dikenal dengan Coronavirus Disease atau Covid-19.

Sejak dikabarkan muncul pertama kali di Wuhan, Tiongkok, pada akhir 2019 tersebut hingga kini masih menjadi fokus pemerintah dalam penanganannya. Berbagai macam langkah dilakukan sebagai upaya-upaya pemerintah dalan memutus rantai penyebaran virus corona.

Awal di temukannya kasus di Indonesia, pemerintah terus mengeluarkan himbauan agar mencegah dengan menerapkan physical distancing, tetap di rumah saja, menggunakan masker jika ke luar rumah, larangan berkumpul dan menggelar hajatan hingga penyemprotan disinfektan di berbagai tempat umum dan rumah-rumah warga.

Tentu menjadi tantangan besar pemerintah dalam menangani Covid-19, apalagi hingga kini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah penularan Covid-19.

Upaya-upaya pemerintah tidak berhenti di situ saja, tempat-tempat umum dan tempat ibadah juga ditutup, perbatasan antar daerah dijaga ketat petugas relawan pencegahan Covid-19 dan pembagian masker, handsanitizer hingga sembako kepada masyarakat. Hasilnya tentu tidak instan, meski tidak menyelesaikan semua masalah tetapi setidaknya upaya tersebut dapat mencegah peningkatan kasus Covid-19.

Seperti yang berseliweran di media massa, kini kasus paseien yang sembuh lebih banyak dibanding dengan kasus kematian. Dilansir oleh detiknews, kasus Covid-19 di Indonesia hingga 24 April 2020 mencapai 8211 positif, 1002 sembuh dan 689 meninggal dunia.

Masyarakat dituntut untuk ikut andil dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan mengikuti himbauan-himbauan pemerintah secara disiplin. Gerakan himbauan dilakukan pemerintah pusat hingga pemerintah desa kepada masyarakat melalui platform-platform yang tersedia hingga memberikan dampak terhadap informasi persuasif yang dibagikan pada masyarakat.

Namun, terpantau dari berbagai flatform media sosial seperti Facebook, masih ada saja hal-hal yang tidak diterapkan oleh relawan Covid-19 yang merupakan perangkat desa. Relawan Covid-19 melakukan penyemprotan dan pembagian sembako kepada masyarakat dengan tidak menerapkan physical distancing atau bahkan ada yang tidak menggunakan pelindung diri seperti sarung tangan ketika membagikan sembako kepada masyarakat.

Postingan-postingan berbau laporan atau dalam Ilmu Komunikasi dapat dikaitkan dengan branding image (Pencitraan) sekarang menjadi bukti bagaimana foto-foto penyerahan bantuan dilakukan dengan tidak menerapkan physical distancing.

Sekiranya upaya-upaya tersebut bukanlah sekadar menjalankan kewajiban yang diturunkan pemerintah pusat, seakan dijadikan ajang untuk ‘memperlihatkan’ hal yang sunggu seharusnya tidak dilakukan dengan barbar. Kita tidak pernah tau bagaiaman riwayat kontak fisik seseorang dengan orang lain sehingga perlu untuk selalu berhati-hati.

Himbauan secara tertulis bukan satu-satunya teks yang dapat diinterpretasi secara pasti oleh masyarakat lalu diterapkan dengan perilaku. Gambar-gambar yang diposting di media sosial akan menjadi bacaan yang diinterpretasikan sesuai dengan kapasitas intelektual dan sosial budayanya.

Para relawan Covid-19 di pedesaan yang sebagian masyarakatnya masih awam, perlu menciptakan efek behavioral, di mana dalam efek behavioral ini merupakan salah satu efek komunikasi massa yang dibahas dalam Ilmu Komunikasi.

Efek behavioral merupakan akibat yag ditimbulkan pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan ataupun kegiatan. Artinya, dalam melakukan kegiatan relawan Covid-19 harus selalu menerapkan himbauan-himbauan yang sekarang berlaku yang kemudian di posting pada platform media sosial sehingga khalayak dapat menjadikan hal tersebut sebagai contoh yan diterapkan melalui perilaku.

Tentunya menjadi bahan pertimbangan para relawan Covid-19 di desa untuk selalu menjaga produksi-produksi postingan di sosial media agar dapat menjadi contoh perilaku yang baik bagi khalayak media sosial.

Kita ketahui bahwa media massa yang di dalamnya juga ada media sosial menjadi salah satu sarana masyarakat kekinian memeroleh informasi secara cepat dan mudah. Sejalan dengan hal tersebut, kita tidak dapat menahan khalayak untuk menginterpretasikan sebuah pesan komunikasi melalui media massa.

Entah itu diinterpretasikan sesuai dengan apa yang diproduksi komunikator maupun tidak sesuai. Intervensi terhadap pesan komunikasi tidak dapat dilakukan begitu saja untuk memaksa khalayak mengerti sesuai dengan keinginan komunikator.

Dari situ khalayak akan menerapkan pesan komunikasi yang diperoleh melalui bentuk perilaku. Oleh karena itu, dalam hal pelaksanaan relawan Covid-19 di desa, perlu dilakukan dengan baik sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Dunia maya merupakan revolusi besar yang mampu mengubah perilaku manusia saat ini. Relasi pertemanan dapat dilakukan melalui internet yang dioperasikan melalui situs-situs jejaring sosial (Soeparno dan Sandra, 2011).

Memang kadang postingan di media sosial tidak disadari bagaimana dampaknya terhadap orang lain. Tapi perlu diketahui bahwa media sosial kini menjadi alat yang dapat digunakan dalam melakukan hegemoni terhadap khalayak. Jelas bahwa dampaknya dirasakan setelah menginterpretasikan pesan-pesan yang ada di media sosial sehingga menimbulkan tindakan perilaku.

Tidak hanya melihat dampaknya pada masyarakat luas sebagai resiko yang menghantui, tetapi juga para relawan sendiri yang tentunya tidak terlepas berinteraksi dengan keluarga inti di rumah. Mereka perlu menjaga diri ketika melakasanakan penyaluran sembako yang diharuskan mendatangi rumah-rumah warga.

Tapi sangat penting untuk diterapkan selalu melindungi diri dengan masker dan sarung tangan, menerapkan physical distancing dan juga tidak menyalurkan bantuan dengan cara berkelompok.

Melalui media sosial, relawan Covid-19 yang dihadapkan oleh masyarakat awam yang tidak sedikit menggunakan media sosial, perlu memberikan contoh yang baik dengan penerapan pencegahan Covid-19 yang diposting di media sosial, bukan sekadar mengimbau secara lisan dan tulisan tapi tidak menjadi contoh secara perilaku nyata maupun maya.


Penulis: Qudratullah, S.Sos., M.Sos. (Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Bone)



Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU