FAJARPENDIDIKAN.co.id – Pandemi Covid-19 saat ini masih belum usai, selama hampir 4 bulan lebih Indonesia Lockdown yang berarti segala aktivitas seperti sekolah, perkuliahan, perkantoran, dan aktivitas yang lainnya harus dilakukan secara daring (online). Setelah cukup lama lockdown akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang disebut new normal. Akan tetapi, kebijakan ini tidak serta merta diterima oleh masyarakat pasalnya pandemi Covid-19 belum usai bahkan angka yang positif terjangkit makin hati makin meningkat. Lalu bagaimana bisa new normal diberlakukan ditengah pandemi?
Bukan tanpa alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini, pasti ada unsur terselubung di dalamnya sudah pasti keuntungan bukan?
Berkaitan dengan New Normal akhirnya Sekolah, Kampus, Mall, dan lain-lain mulai dibuka. Hal inipun menimbulkan banyak ketidaksetujuan para orang tua bila anaknya harus sekolah di tengah pandemi. Sebelumnya kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online. Namun, metode ini juga banyak dikeluhkan oleh siswa pasalnya tidak adanya subsidi pembelian kuota internet yang disiapkan, kesulitan sinyal dan jaringan terutama yang berada dipelosok desa, hingga akhirnya kegiatan belajarpun tidak efektif dilakukan.
Bukan hanya itu baru-baru ini juga setelah kemendikbud mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan sekolah tatap muka. Kebijakan inipun akhirnya tidak disetujui oleh pihak KPAI pasalnya siapa yang akan menjamin siswa tidak akan tertular? Mengingat tesiko untuk tertular masih ada.
Bukan hanya itu pihak sekolahpun mengeluhkan dana BOS yang akan digunakan untuk pembelian kuota internet untuk siswa. Sekolah merasa terbebani bila dana BOS harus dipakai untuk pembelian kuota internet. Bagaimana tidak? Dana bos yang seharusnya digunakan untuk membayar guru dan tenaga honorer semasa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) kini harus digunakan untuk pembelian kuota internet siswa, sementara dana yang tersedia seadanya, ditambah lagi biaya belanja sekolah bertambah. Tentu hal ini sangat membebani sekolah.
Sekolah tatap muka menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala BJJ. Namun sayangnya, pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan public tanpa diiringi persiapan yang memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir bahkan pemerintah mengizinkan semua SMK dan PT di semua zona untuk belajar dengan tatap muka agar bisa praktik tidak diimbangi penyiapan protokol.
Semua fakta kebijakan di atas menunjukkan lemahnya pemerintah sekuler dalam mengatasi masalah pendidikan akibat tersanderanya kebijakan dengan kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan pendidikan sebagai kebutuhan publik yang wajib dijamin penyelenggaraannya oleh Negara.
Berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Islam memandang bahwa pendidikan itu sebagai kebutuhan yang utama dalam masyarakat yang harus dijamin oleh Negara.
Negara Islam menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyatnya tanpa memandang agama, suku, dan ras. Serta Negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas bagi rakyatnya. Negara hadir untuk melindungi, melayani rakyatnya bukan malah menjadikan rakyat sebagai asas manfaat. Wallahu a’lam.
Oleh: Fatimah Azzahra Ayu
(Mahasiswi UIN Alauddin Makassar & Aktivis Back To Muslim Identity)